Ingin Kukatakan Sesuatu

Kita Tidak Ditakdirkan Bersama!



Kita Tidak Ditakdirkan Bersama!

0Beberapa menit yang lalu, Sean masih menjadi target pembantaian keluarga Susetia. Sementara saat ini, kehidupan semua orang di keluarga Susetia ada di tangan Sean.     
0

Melihat Sean menodongkan pistol ke Suhendra, seolah-olah ingin membunuhnya, semua orang di keluarga Susetia panik.     

"Berhenti! Sean, dasar binatang! Jika kamu berani menyentuh bahkan sehelai saja rambut kakekku, aku akan membunuhmu!" Marvin berteriak lemah.     

Michelle ikut berteriak, "Jika kamu berani menembak dan membunuh salah satu dari kami, kamu tidak akan bisa keluar dari rumah ini!"     

Sean sangat marah ketika mendengar kata-kata Marvin. Sejak tadi, dia telah bersabar menghadapi binatang kecil ini.     

Ketika Sean dan Giana berada di masa paling saling mencintai, saat mereka menginginkan anak, diam-diam Marvin memanfaatkan kesempatan untuk melakukan perbuatan tercela dengan Giana saat Sean pergi bekerja setiap pagi. Ditambah lagi, mereka berdua bahkan memiliki seorang anak.     

Untungnya keluarga Yuwono memiliki tradisi untuk melakukan tes DNA pada keturunannya. Jika tidak, mungkin Sean akan membesarkan anak orang lain dengan sia-sia selama bertahun-tahun.     

Sean berjalan menghampiri Marvin dan melepaskan tembakan ke kaki Marvin!     

Dorr!     

"Ahhhh!"     

Marvin memeluk kakinya dan meraung kesakitan. Ekspresinya terlihat kesakitan dan terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka Sean akan berani menembaknya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa di dunia ini akan ada orang yang berani menembaknya.     

Sean menembak Marvin tanpa ampun dan berkata, "Jika kakakmu tidak memohon untukmu, sejak tadi aku pasti sudah menembakmu!"     

Siapa pun yang menyentuh wanita Sean tidak akan pernah berakhir dengan baik. Cahyadi dan Yoga sama-sama kehilangan kesuburan mereka sekarang. Sementara untuk Marvin, buat dia menjadi lumpuh saja.     

Tembakan ini membuat seluruh keluarga Susetia meratap, terutama ibu Marvin.     

"Bajingan! Beraninya kamu melukai putraku! Kamu tidak memiliki rasa kemanusiaan! Aku bahkan berencana menjadikanmu menantuku!"     

Ibu Marvin menangis tersedu-sedu. Ibu mana pun pasti akan menangis seperti ini ketika melihat putranya ditembak.     

Jika memungkinkan, Sean tidak akan memilih untuk menembak di depan orang tua Marvin. Namun, Marvin terlalu bajingan. Dia sudah memprovokasi Sean berkali-kali hingga membuatnya sudah tidak tahan lagi.     

Pada saat ini, Michelle juga mengamuk, "Sean, aku sarankan sebaiknya kamu letakkan senjatamu! Ini Bogor! Asetmu bahkan sudah dibekukan sekarang! Keluar masukmu juga sudah dibatasi, tapi kamu masih begitu berani tidak taat hu…"     

Sebelum kata-kata 'tidak taat hukum' selesai terucap, lagi-lagi Sean kembali melakukan hal-hal yang melanggar hukum.     

Plak!     

Sean tidak menembak Michelle karena Michelle adalah seorang perempuan. Selain itu, dia tidak melakukan sesuatu yang benar-benar parah pada Sean, jadi dia hanya menamparnya saja.     

"Kamu berani menamparku? Dasar bajingan…"     

Michelle adalah orang yang arogan. Jadi, sesudah ditampar, dia masih saja tidak mau kalah. Namun…     

Plak!     

Sean menampar Michelle lagi. Dia pun hanya duduk berjongkok di depan Michelle dan memperingatkan, "Bicara. Terus bicara. Setiap kalimat yang kamu ucapkan, aku akan menamparmu satu kali."     

Ibu Michelle segera menutup mulut Michelle dan memohon belas kasihan Sean, "Tuan Sean, Tuan Besar Sean, saya sudah memanjakan putri saya hingga kelakuannya jadi buruk seperti ini. Tolong Anda jangan marah. Dia tidak berniat jahat."     

Sean mendengus dingin.     

"Putrimu merasa terlahir dari keluarga kaya sehingga memperlakukan semua orang sebagai bawahannya. Meskipun pada saudara perempuannya sendiri, kata-katanya begitu tidak bertanggung jawab. Memangnya kenapa kalau Maureen tidak menikah? Apa urusannya denganmu?! Kamu tidak perlu khawatir!"     

Ibu Michelle buru-buru berkata, "Benar, benar, benar! Memang terserah Maureen jika dia tidak mau menikah seumur hidupnya. Kami tidak bisa mengaturnya. Ke depannya, kami juga tidak akan membahasnya lagi. Tidak akan pernah lagi…"     

Melihat keluarga Michelle mengaku bersalah, Sean bangkit berdiri lagi dan berjalan menuju Suhendra.     

Suhendra sangat marah ketika melihat cucunya dipukuli. Dia menatap Sean dan berkata, "Beraninya kamu! Ternyata ketika kamu meninggalkan Bogor terakhir kali, kamu sengaja meninggalkan pesawat UFO itu karena sudah menduga hari ini akan terjadi?!"     

Suhendra tidak menyangka Sean memiliki cara pandang ke depan yang begitu cerdas. Hari ini, bisa-bisa keluarga Susetia akan dihabisi oleh tangan generasi ketiga keluarga Yuwono.     

Suhendra memperingkat, "Sean, jika kamu membunuhku atau membunuh salah satu dari kami, aku berjanji, kamu tidak akan pernah keluar dari rumah ini! Selain itu, pacarmu Chintia akan mati dalam waktu 24 jam! Dia akan mati dan dikuburkan bersama denganmu!"     

"Aku harap kamu berpikir dua kali sebelum bertindak. Tidak mudah bagi kakekmu untuk melatihmu selama bertahun-tahun. Aku juga hanya ingin menjadikanmu sebagai cucu menantu keluargaku. Di antara kami juga tidak ada kebencian!" tambah Suhendra.     

Sean mendengus dingin lagi. "Sekarang tidak ada kebencian? Lalu, bagaimana saat Anda ingin membunuh saya barusan?"     

Suhendra terdiam sebelum menjawab, "Itu hanya untuk menakutimu dan memaksamu agar tunduk. Maureen sangat mencintaimu. Selain itu, Sisi adalah putri kandungmu sendiri. Bagaimana bisa aku membiarkan Sisi tumbuh tanpa ayah? Bahkan jika aku memenjarakanmu di Bogor seumur hidup, aku juga tidak mungkin menembakmu!"     

Beberapa menit yang lalu, tidak ada yang tahu jika Sean tidak melawan, entah dia masih hidup atau sudah mati sekarang.     

Pada saat ini, tiba-tiba Sean mendengar suara keras dari kamar di lantai dua.     

Maureen mendobrak pintu di lantai dua dengan paksa dan berlari turun dengan cepat.     

"Sean, aku mohon padamu, tolong jangan bunuh kakekku. Kami berjanji tidak akan pernah memaksamu atau menghalangimu lagi. Mari kita lupakan masa lalu, oke?" Maureen menangis dan memohon pada Sean.     

Melihat air mata wanita cantik itu, Sean teringat bahwa tadi Maureen menangis dan memohon untuknya. Hati Sean pun melunak.     

Maureen adalah wanita yang sangat baik. Sean tidak ingin membuat Maureen membencinya seumur hidup.     

Akhirnya Sean berkata pada Suhendra, "Oke. Saya tidak akan membunuh Anda, tapi Anda harus melakukan seperti permintaan saya."     

"Apakah itu mengenai kasus Andy dan John? Aku akan menelepon dan membuat si Tiger itu menghilang."     

Sambil berkata, Suhendra segera melakukan panggilan dan memberi perintah di depan Sean.     

"Lalu, bagaimana dengan aset saya yang dibekukan?" tanya Sean.     

Suhendra bertanya-tanya, "Bukannya aku menolak untuk membantumu, tapi itu sulit dilakukan. Sekarang banyak orang memperhatikan masalah ini dan mereka semua berharap kakekmu dapat kembali ke Indonesia. Kamu juga tahu kakekmu menghasilkan banyak uang di Indonesia saat itu. Mereka semua berharap kakekmu bisa mengeluarkan uang itu."     

Sean mengangguk. Dia percaya bahwa apa yang dikatakan Suhendra itu benar. Jika tidak, kakeknya tidak mungkin sampai tidak berani menjawab telepon.     

Biarkan saja jika tidak punya uang. Lagi pula, Sean juga tidak berencana menetap di Indonesia.     

Sekarang Sean telah memprovokasi keluarga Susetia. Jika hartanya sampai dibekukan hari-harinya di Indonesia akan sangat sulit. Sean pun memutuskan untuk segera membawa Chintia ke Inggris,     

"Suruh orang-orang Anda mencabut larangan keluar masuk saya."     

"Mengenai yang satu ini, aku bisa melakukannya. Aku akan segera menelepon," jawab Suhendra.     

Suhendra membuat panggilan telepon di depan Sean, kemudian berkata, "Sudah bisa. Sekarang kamu sudah bisa meninggalkan Indonesia kapan saja."     

Sean baru saja meletakkan pistolnya. Semuanya sudah beres dan Sean hendak pergi.     

"Maureen…" Sean memandang Maureen, sementara Maureen juga membaca beberapa kata dari pandangan lembut Sean.     

Maureen tersenyum penuh kasih sayang. "Pergilah. Aku akan merawat anak kita dengan baik."     

Sean meminta maaf pada Maureen, "Maureen, kamu wanita yang sangat baik. Jika aku tidak bertemu Chintia, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Kita hanya bisa menyalahkan kita berdua yang tidak ditakdirkan bersama!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.