Ingin Kukatakan Sesuatu

Penghinaan Keluarga Susetia!



Penghinaan Keluarga Susetia!

0Sean memasuki kompleks perumahan keluarga Susetia sendirian seperti pahlawan di televisi. Keberanian dan kebanggaan ini tidak bisa dibandingkan dengan siapa pun.     
0

Ketika Suhendra melihat Sean masuk, dia terlebih dahulu menegur Marvin karena tidak sopan, lalu tersenyum dan berkata pada Sean, "Sean, kamu sudah datang. Marvin masih muda dan bodoh. Jangan samakan dirimu dengannya."     

Sean memandang Suhendra dan, dengan punggung yang tegap, berkata dengan tidak rendah hati, tetapi juga tidak sombong, "Saya sudah pernah bertemu dengan Tuan Suhendra. Dengar-dengar Tuan Suhendra dan kakek saya saling kenal. Dulu Anda bahkan membantu kakek saya. Saya dan pacar saya sudah menyiapkan hadiah kecil untuk Tuan Suhendra. Mohon dapat diterima dengan senang hati."     

Suhendra tersenyum dan mengangguk.     

"Sean, kamu begitu perhatian. Ayo cepat duduk."     

Seorang pelayan mengambil ginseng dari Sean, kemudian Sean duduk di dekat pintu, di sebelah Maureen. Segera setelah duduk, pelayan lain datang dan menawarkan secangkir teh.     

"Tuan Muda, silakan tehnya."     

Mendengar pelayan keluarga Susetia memanggilnya 'Tuan Muda', Sean tertegun sejenak dan mau tidak mau melirik Maureen. Menyebutnya Tuan Muda menandakan bahwa dia merupakan suami dari Nona mudanya. Tampaknya para pelayan keluarga Susetia sudah menganggap Sean sebagai suami Maureen.     

Setelah Sean duduk, Suhendra berkata sambil tersenyum, "Bicara tentang kakekmu, kami memang saling kenal beberapa puluh tahun yang lalu. Dulu kami melakukan bisnis di Banten bersama. Saat itu, aku bisa melihat visi kakekmu. Cara pandangnya tidak biasa dan dia pasti akan memiliki pencapaian besar di masa depan!"     

"Jika diingat-ingat lagi waktu itu aku sudah berpikir bahwa ke depannya keluarga kita bisa menjadi besan. Sayangnya, kakekmu tidak menyukai putra dan putriku," ujar Suhendra.     

Pada saat ini, ayah Marvin tiba-tiba menyahut, "Ayah, untuk apa masih mengungkit cerita lama?"     

Di ruang tamu, seorang wanita paruh baya yang mengenakan berbagai perhiasan dan tidak pernah dilihat Sean ikut menyahut dengan ekspresi tidak senang, "Benar! Seolah sangat langka ada orang yang bisa menikah dengan keluarga Yuwono mereka saja! Mereka tidak menyukai kami? Kami juga tidak menyukai mereka!"     

Sean tersenyum dingin. Tanpa perlu menebak, Sean tahu bahwa mereka berdua masih tidak terima dengan penolakan kakek Sean. Hal ini juga tidak mengherankan. Siapa di seluruh Indonesia yang tidak ingin menikah dengan putra dan putri keluarga Susetia?     

Namun jika kalian ingin menjadi besan keluarga Yuwono kami, tentu saja kalian tidak layak!     

Suhendra melanjutkan, "Haha! Tidak disangka meskipun putraku seumur hidupnya tidak bisa menikah dengan keluarga Yuwono, cucu perempuanku ternyata bisa dengan ajaibnya ditakdirkan menikah dengan keluarga Yuwono."     

"Aku telah mendengar tentangmu dan Maureen. Sean, kamu sudah memperkosa cucu perempuanku hingga dia melahirkan seorang anak perempuan. Selama empat tahun, kamu menelantarkan cucu perempuanku dan putrinya. Tapi, hari ini aku masih memperlakukanmu dengan sopan. Bukankah menurutmu aku sudah cukup baik padamu?" kata Suhendra.     

Semua orang tahu bahwa tidak mudah berurusan dengan keluarga Susetia. Julius yang begitu terhormat di Surabaya saja bahkan sampai membungkuk dan menunduk ketika melihat Suhendra.     

Jika hari ini Sean bukan keturunan keluarga Yuwono, dia hanyalah seorang bocah miskin tanpa identitas. Kalau begitu, Sean yang sudah memperkosa seorang Nona Muda kaya raya seperti Maureen tidak akan pernah bisa duduk sambil minum teh di sini. Dia pasti sudah dari tadi dibunuh dan dilemparkan ke laut.     

"Memang benar saya bersalah dalam hal itu. Saya sudah dengan tulus meminta maaf pada Nona Maureen," kata Sean, "Selain itu, keluarga Susetia kalian juga pernah menyakiti saya. Marvin, cucu Anda ini, juga memperkosa mantan istri saya, Giana. Saat itu Giana masih menjadi istri saya. Selain itu, Giana juga sudah melahirkan seorang putri untuk Marvin."     

Begitu Sean mengucapkan kata-kata ini, keributan terjadi. Kebanyakan orang tua beserta Michelle, Matthew, dan lainnya, semua memandang Marvin.     

"Marvin, kamu sudah punya putri? Kapan itu terjadi?"     

"Di mana putrimu? Kenapa kamu tidak membawanya pulang dan menunjukkannya pada kami?"     

Jelas ada banyak orang di keluarga Susetia yang belum mengetahuinya. Namun, Suhendra tidak menunjukkan keterkejutannya.     

"Aku sudah mendengar masalah ini dari Marvin. Dia tidak memperkosa mantan istrimu, tetapi mantan istrimu yang materialistis. Ketika tahu Marvin cucuku dan juga menerima 2 triliun, dia sendiri yang mau berhubungan dengan Marvin. Sean, wanita yang berasal dari keluarga kelas tiga di Jakarta seperti Giana bisa mengkhianatimu karena uang. Dia sama sekali tidak layak untukmu!" kata Suhendra.     

Suhendra beralasan, "Meskipun Marvin melakukan sesuatu yang salah, dengan begitu kamu dapat tahu dengan jelas seperti apa karakternya dan membuatmu sepenuhnya memutuskan hubungan dengannya. Bukankah ini hal yang baik?"     

Mendengar apa yang dikatakan Suhendra, Sean mencibir, "Dari apa yang dikatakan Tuan Suhendra, saya bahkan harus berterima kasih pada Marvin karena sudah berselingkuh dengan mantan istri saya?"     

Marvin menyilangkan kaki dan tersenyum.     

"Tidak perlu berterima kasih padaku. Membantu orang yang membutuhkan sudah menjadi hobiku."     

Mendengar kata-kata Marvin, saudara-saudaranya, kecuali Maureen, semuanya tertawa.     

Michelle bahkan mencibir, "Sean, meskipun Marvin berselingkuh dengan mantan istrimu, dia sudah memberi uang padanya. Dua triliun bukan jumlah yang kecil. Bukankah sekarang kamu sudah tidak punya uang? Minta saja pada mantan istrimu! Dari uang dua triliun ini, setengahnya ada bagianmu!"     

"Hahahaha…"     

Seluruh keluarga Susetia, kecuali Maureen, tertawa.     

Pria bermata sipit bernama Matthew malah berkata, "Tidur dengan istrinya sekali saja, langsung memberinya dua triliun! Marvin si adik kami ini benar-benar terlalu murah hati."     

"Aku rasa jika begini, seharusnya Sean malah berharap istrinya ditiduri Marvin beberapa kali lebih banyak lagi, kan?"     

"Hahahaha... Betul, betul! Ini sebuah cara untuk menjadi kaya! Istrinya menemani orang lain tidur, sementara suaminya menghitung uang."     

Kedua bersaudara, Matthew dan Michelle, berani-beraninya bersehati untuk menghina Sean.     

Sean segera menjawab, "Dua anjing mana yang menggonggong?"     

Matthew langsung menggebrak meja dengan marah. "Siapa yang kamu sebut anjing?!"     

Michelle tak kalah marah. "Kamu benar-benar menganggap dirimu sebagai Tuan Muda? Bahkan jika kamu benar-benar suami Maureen, kamu tidak punya hak untuk berbicara dengan kami seperti ini!"     

Tidak hanya dua orang ini, seorang wanita yang lebih muda dari ibu Maureen ikut mengamuk.     

"Kualitas pria yang dipilih Maureen terlalu rendah. Baru pertama kali bertemu saja sudah begini! Berbicara dengan Matthew dan Michelle saja sudah tidak sopan!"     

Michelle memandang wanita paruh baya yang terlihat norak itu. "Bu, kualitas seperti apa yang bisa Ibu harapkan dari bajingan perebut keperawanan wanita ini?"     

Tampaknya wanita paruh baya yang relatif muda ini adalah ibu Matthew dan Michelle, istri kedua ayah mereka.     

Sebelumnya, Sean mendengar Marvin menyebutkan bahwa ayahnya memiliki dua istri. Dia dan Maureen dilahirkan dari orang tua yang sama, sedangkan Matthew dan Michelle dilahirkan dari orang tua yang sama.     

Mereka memiliki ayah yang sama dan ibu yang berbeda, sama seperti Sean dan Juan.     

Sean sangat kesal. Pertama kali melihat Michelle, dia sangat tidak menyukainya. Sean merasa Michelle suka memandang rendah orang. Ketika mengira Sean hanyalah sopir, dia tidak memperlakukannya sebagai manusia.     

Sekarang tentu saja Michelle tahu Sean adalah keturunan keluarga Yuwono, tapi dia masih saja berani menghinanya seperti ini. Sean pun sudah tidak tahan lagi.     

Sean yang marah pun membentak Michelle, "Siapa yang kamu sebut bajingan perebut keperawanan wanita?!"     

Michelle tidak takut dan menjawab sambil tersenyum, "Tentu saja kamu! Memangnya kenapa?"     

Ruangan ini penuh dengan orang-orang dari keluarga Susetia dan sejak awal mereka sudah mempersiapkan pengawal, jadi mereka tidak khawatir Sean akan main tangan.     

Sean tidak berencana untuk langsung main tangan begitu saja, tetapi menjawab sambil tersenyum, "Tidak heran kamu terus curi-curi melihatku. Rupanya seleramu sangat tidak biasa, ya? Michelle, jangan menaksirku. Kamu terlalu jelek dan tubuhmu juga tidak bagus. Bahkan jika kamu menutupi wajahmu, aku juga malas untuk menyentuhmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.