Ingin Kukatakan Sesuatu

Kebenaran Terungkap!



Kebenaran Terungkap!

0Julius pun menunjuk Sean dan berkata, "Sudah dengar tidak?! Chintia tidak ingin kembali bersamamu! Sean, kamu juga bos dari sebuah perusahaan besar. Tidakkah kamu merasa sudah mencoreng identitasmu dengan melakukan hal kekanak-kanakan seperti ini?!"     
0

Tamu-tamu yang lain ikut menunjuk-nunjuk Sean.     

"Bukankah si Sean ini terlalu kekanak-kanakan? Jelas-jelas mempelai wanita sudah tidak mencintainya lagi, tapi dia masih datang kemari untuk mengganggunya! Benar-benar murahan!"     

"Benar! Benar! Anak muda bisa memiliki, tapi tidak mau melepaskan."     

"Benar-benar konyol! Bahkan dia mau merebut mempelai wanita? Apa dia kira ini acara TV? Meski kamu datang untuk untuk merebut mempelai wanita, mempelai wanita bahkan tidak mau pergi denganmu! Haha."     

Mendengar komentar dan ejekan dari orang-orang di belakangnya, Sean merasa sangat kesal. Dia berbalik dan melotot dengan marah.     

Kebetulan Sean melihat Marvin yang menonton pertunjukan sambil menyilangkan kakinya. Ketika pandangan matanya bertemu dengan Marvin, dia terus menatapnya. Marvin menatap Sean balik dengan tidak terima.     

"Kenapa kamu menatapku? Aku bahkan tidak mengejekmu!"     

Marvin teringat akan apa yang terakhir kali terjadi.     

UFO bobrokmu itu bahkan sudah mengirimku ke kantor polisi hingga aku hampir dibombardir dengan meriam, tapi aku bahkan belum membuat perhitungan denganmu!     

Maureen yang berada di sebelah Marvin menepuknya dan menegur, Jangan bicara sembarangan."     

Maureen tahu Sean sedang dalam suasana hati yang sangat buruk karena melihat mantan pacarnya menikah dengan pria lain. Dia tidak ingin Marvin terlibat.     

Marvin menghela napas tak berdaya, lalu duduk dengan baik dan tidak lagi menatap Sean.     

Perasaan Sean sendiri sedikit rumit ketika melihat Maureen. Itu karena saat terakhir kali menguping percakapan antara Maureen dan Chintia, Maureen mengatakan bahwa dia menyukai Sean.     

Giana yang duduk di dekat pintu baru saja melihat Marvin dan bergumam, "Dia juga datang…"     

Sean berpaling dan kembali menatap Chintia, lalu berkata, "Chintia, aku tahu kamu masih mencintaiku. Kamu tidak akan bisa membohongiku."     

Julius yang ada di samping Chintia mengamuk dan memaki, "Sean, jangan tidak tahu malu! Sekarang Chintia istriku! Jika kamu berani berbicara sembarangan di sini lagi, aku akan memanggil polisi untuk menangkapmu!"     

Sean menatap Julius dan membentak, "Julius, dasar bajingan! Ayah Chintia mempercayakan Chintia padamu saat itu, tetapi kamu memaksanya untuk menjadi kekasihmu. Hari ini kamu bahkan berani menikahinya? Kamu masih punya rasa malu atau tidak? Hah?!"     

Julius semakin mengamuk, "Kamu tidak pantas menyebut ayah Chintia!"     

"Kenapa aku tidak pantas?" balas Sean dengan percaya diri.     

Julius mendengus dingin. "Kamu tidak pantas untuk tahu jawabannya!"     

Sean juga mendengus. "Bukankah kamu ingin mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh ayah Chintia?"     

Kata-kata Sean mengejutkan para tamu, terutama Julius dan terlebih lagi Chintia.     

Chintia tertegun di tempat. "Kamu... Bagaimana kamu bisa tahu?"     

"Chintia, aku ingin memberitahumu bahwa ayahku tidak membunuh ayahmu. Kamu sudah salah mengira!" tegas Sean.     

"Tidak mungkin!" Julius segera membantah, "Aku sudah mengutus seseorang untuk menyelidiki kematian Kak Yudha 11 tahun yang lalu. Aku mendapatkan sebuah foto dan tahu seperti apa rupa si pembunuh dari foto itu. Beberapa waktu lalu, aku akhirnya mengetahui bahwa orang itu adalah ayah biologis Sean, Hendrich Yuwono, generasi kedua dari keluarga Yuwono! Kecuali jika kamu tidak mengakui Hendrich Yuwono adalah ayahmu!"     

Mendengar kata-kata Julius, Marvin sangat senang. "Menarik sekali? Tidak heran Chintia tiba-tiba putus dengan Sean. Ternyata dia memiliki dendam atas kematian ayahnya!"     

Sean berkata pada Julius, "Hendrich Yuwono memang ayahku!"     

"Bagus jika kamu berani mengakuinya! Dasar putra seorang pembunuh!" hina Julius sambil tersenyum.     

Sean menampar wajah Julius.     

"Tapi, ayahku tidak membunuh siapapun! Itu karena ayah Chintia, Yudha Yandra, sejak awal memang tidak meninggal!" tegas Sean.     

Kata-kata Sean membuat semua orang kembali mendidih. Ini Surabaya dan Yudha juga merupakan tokoh terkenal di lingkaran bisnis Surabaya sebelumnya, jadi banyak orang mengenalnya.     

Salah satu pria berusia 40-an berdiri dan berkata pada Sean, "Bocah busuk, aku tidak peduli apakah kamu bos YS Group atau bos pesan-antar makanan! Jika kamu berani mengolok-olok Kak Yudha-ku, aku tidak akan pernah melepaskanmu!"     

Orang lain juga berdiri dan menyahut, "Benar! Kak Yudha sudah membantu banyak dari kita. Jika bukan karena bantuannya saat itu, aku tidak akan mencapai posisiku yang sekarang ini!"     

Bisa dilihat bahwa popularitas Yudha masih sangat bagus.     

Marvin turut memuji, "Yudha Yandra sudah meninggal selama 11 tahun, tetapi masih ada orang yang berdiri untuk membelanya. Orang ini tidak sederhana."     

Suhendra yang berada di meja yang sama, menyesap tehnya dan berkata, "Yudha memang hebat. Dia adalah seorang IT yang memiliki visi yang luar biasa dalam bidang teknologi. Hari ini banyak teknologi ciptaan Yudha yang sudah membuat Indonesia menjadi lebih maju dalam bidang teknologi."     

Mendengar apa yang dikatakan Suhendra, semua orang di keluarga Susetia akhirnya memahami orang seperti apa si Yudha ini. Mereka semua juga merasa sangat disayangkan karena orang berbakat seperti itu mati terbunuh.     

Chintia turut menjadi emosional. Dia tahu Sean bukan orang yang suka bercanda.     

"Sean, apa yang sedang kamu bicarakan? Kenapa kamu bilang ayahku belum meninggal?"     

Julius segera berkata, "Chintia, jangan dengarkan omong kosongnya! Dia sengaja mengarang kebohongan untuk mencegahmu menikahiku!"     

Sayangnya, Chintia tidak berpikir begitu. Waktu itu, mereka sekeluarga tidak ada yang melihat jasad ayahnya. Mungkinkah ayahnya masih hidup?"     

Pada saat ini, Sean mengeluarkan ponselnya dari sakunya, kemudian menunjukkan foto terbaru Yudha pada Chintia.     

"Chintia, aku tidak berbohong padamu. Lihat! Ini foto terbaru ayahmu."     

Saat melihat foto itu, Chintia menutup mulutnya dengan penuh emosional, lalu mengambil ponsel itu dengan kedua tangannya dan memperhatikannya dengan cermat. Ketika melihat wajah yang akrab sekaligus asing di foto itu, air matanya mengalir.     

"Ayah... Ayah belum mati!"     

"Mustahil!"     

Julius menyambar ponsel Sean.     

Pada saat ini, dua pria paruh baya yang tadi membela Yudha juga naik ke panggung untuk melihat foto ini bersama. Dalam sekejap, mereka langsung mengenali Yudha.     

"Benar! Ini memang Kak Yudha!"     

"Ahhh! Kak Yudha tidak meninggal! Tuhan masih berpihak padanya!"     

Tetap saja, Julius tidak mau mempercayai fakta ini dan berkata pada Sean, "Sean, fotomu ini palsu! Kamu pasti menyuntingnya agar terlihat seperti sepuluh tahun kemudian! Kamu membuat foto palsu! Benar, kan?!"     

Sean mendengus dingin.     

"Julius, mengapa kamu begitu takut? Apa kamu takut ayah Chintia tidak meninggal dan kembali untuk membuat perhitungan denganmu?!"     

Julius sudah membujuk Chintia untuk menjadi peliharaannya ketika masih muda. Jika Yudha mengetahui hal ini, dia pasti tidak akan melepaskannya.     

"Kamu… Kamu bicara omong kosong!" Julius segera menyangkal, "Kak Yudha sangat baik padaku. Jika dia benar-benar tidak meninggal, aku akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini! Kamu… Apa kamu membawanya ke sini?"     

Sean tidak menjawab Julius, namun berdiri di atas panggung dan memegang tangan Chintia.     

"Chintia…"     

"Sean…"     

Sean tidak tahan lagi dan langsung mencium Chintia. Sementara, Chintia melakukan hal yang sama. Dia juga balas mencium Sean.     

Keduanya berciuman dengan penuh gairah di pesta pernikahan Julius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.