Ingin Kukatakan Sesuatu

Ayah Chintia Belum Mati!



Ayah Chintia Belum Mati!

0Tiba-tiba Sean mendengar suara yang akrab di telinganya. Dia berbalik dan ternyata itu kakak tertuanya, Tian Yuwono. Sean segera meletakkan gelas anggurnya, lalu bangkit berdiri dan memeluk Tian dengan gembira.     
0

"Kakak!"     

Sean sudah tidak bertemu kakak tertuanya ini selama beberapa tahun.     

Sean dan Tian merupakan saudara kandung dari ibu yang sama, sementara Juan bukan dari ibu yang sama. Tentu saja ketiga bersaudara ini tumbuh dengan hubungan yang sama-sama baik dan tidak ada perbedaan.     

"Bagaimana Kakak bisa ada di sini?" Sean sangat terkejut.     

Tian melirik orang-orang di bar dan berkata, "Ada sesuatu yang ingin Kakak bicarakan denganmu berdua saja."     

Sean segera menginstruksikan John, "John, bersihkan tempat ini."     

John tidak bisa menahan dirinya untuk melirik kakak tertua Sean beberapa kali lagi. Bagaimanapun juga, kakak tertua dari tuannya juga seseorang yang harus dihormatinya. Meskipun Tian tidak setampan Sean, auranya begitu kuat dan membuat orang dapat merasakan kedewasaan dan ketenangannya.     

"Tuan Muda Tian!"     

John membungkuk dengan hormat pada Tian sebelum mengeluarkan semua orang yang ada di bar. Bar ini sudah disewa oleh Sean, jadi pelayan pun juga sangat patuh pada John.     

Setelah semua orang pergi, Sean segera berkata pada Tian, ​​​​"Kak, Ayah pernah membunuh seseorang dan orang yang dibunuh itu adalah ayah pacarku!"     

Tian buru-buru berkata, "Tidak, Sean. Ayah tidak membunuhnya."     

Sean menyerahkan foto yang ditinggalkan pria kulit putih tadi pada Tian dan berkata, "Aku baru saja menghubungi Ayah. Ayah sendiri mengaku bahwa Ayah terlibat dengan kematian Yudha Yandra."     

Tian melirik foto itu, lalu meletakkannya dan berkata, "Yudha Yandra bahkan belum mati."     

"Apa katamu?"     

Tiba-tiba Sean tersadar. Pada saat ini, anggur yang diminumnya dalam tiga jam terakhir langsung menguap dan terbang keluar dari tubuhnya.     

Tian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto pada Sean. Dalam foto tersebut, terlihat seorang pria paruh baya berusia 50-an dengan rambut yang sangat pendek dan tampak berseri-seri.     

"Ini… Yudha Yandra!"     

Sean dapat melihat bahwa pria di foto itu adalah Yudha, tetapi Yudha di foto ini tampak lebih tua dari di foto sebelumnya. Meskipun sudah tua, semangatnya tetap terjaga.     

Tian mengangguk. "Ini foto terbarunya."     

Sean sangat senang. "Dia tidak mati! Ayah tidak membunuh ayah Chintia!"     

Sean benar-benar sangat senang.     

Awalnya Sean mengira bahwa dirinya dan Chinthia sudah menjadi musuh yang ke depannya akan saling berselisih. Selama tiga jam tadi, Sean masih berpikir jika suatu hari Chintia ingin membalaskan dendam ayahnya dan membunuh ayah Sean, apa yang harus dia lakukan? Tapi, sekarang dia tidak perlu khawatir lagi karena ayah Chintia masih hidup!     

Sean yang tidak paham pun bertanya, "Kenapa bisa begini? Dia belum mati? Lalu, kenapa dia memalsukan kematiannya? Fakta bahwa mayat di rumah sakit dikremasi itu bohong, kan?"     

"Maaf, Sean. Kakak hanya bisa memberitahumu kalau Yudha Yandra belum mati. Sementara mengenai alasan spesifiknya, Kakak tidak bisa memberitahumu karena ini melibatkan rahasia keluarga dan kamu belum memiliki otoritas untuk mengetahuinya," kata Tian.     

"Sebenarnya, kamu bahkan tidak memiliki otoritas untuk melihat foto ini, tetapi Kakak benar-benar tidak tega melihatmu sedih dan tidak tega melihatmu kehilangan orang yang paling kamu cintai, jadi Kakak terbang kemari untuk memberitahumu tentang hal ini," tambah Tian.     

Sean sangat tersentuh. Benar saja, kakak tertuanya memang yang paling menyayanginya.     

"Kalau tidak ada otoritas, lalu bagaimana Kakak bisa tahu?" tanya Sean.     

Begitu selesai berbicara, Sean tahu jawabannya.     

"Oh, benar. Kakak sudah menyelesaikan semua pelatihan pengalaman keluarga, jadi Kakak sudah memperoleh otoritas!"     

Tian adalah satu-satunya generasi ketiga keluarga Yuwono yang telah menyelesaikan semua pelatihan pengalaman keluarga.     

Tian tersenyum dan berkata, "Ya. Sean, kamu harus semangat. Selesaikan pelatihan pengalaman yang diberikan Kakek padamu sesegera mungkin. Selama ini Kakek paling optimis tentangmu, jadi jangan mengecewakannya."     

Sean mengangguk. Namun, sekarang dia sedang tidak berniat memikirkan pelatihan pengalaman atau rahasia keluarga.     

Sean hanya ingin terbang ke Surabaya. Dia ingin menghentikan pernikahan Chintia dan Julius dengan memberitahu Chintia bahwa semuanya salah paham. Dengan begitu, mereka bisa kembali bersama.     

"Kak, bisakah Kakak mengirimkan foto ini padaku?" pinta Sean.     

"Bisa," jawab Tian, lalu mengirim foto terbaru Yudha ini ke Sean.     

Sean dan Tian sudah tidak bertemu selama beberapa tahun. Banyak hal yang ingin Sean ceritakan padanya dan banyak pertanyaan yang ingin diajukan padanya. Namun, sekarang waktunya sangat mendesak. Jika tidak segera berangkat, takutnya Sean tidak akan sempat menghentikan pernikahan Chintia.     

"Kak, terima kasih telah membantuku. Aku harus pergi sekarang. Mari kita cari kesempatan untuk bertemu lain kali!"     

Tepat saat Sean hendak pergi, Tian meraih Sean dan berkata, "Tunggu sebentar. Sean, ada satu hal lagi yang ingin Kakak jelaskan padamu."     

"Kak, katakan saja." Sean memandang Tian.     

Tian berkata, "Kakak keduamu, Juan, sudah lama tidak melapor ke keluarga dan sekarang kami tidak bisa menghubunginya. Sekarang dia sudah menyelesaikan hampir semua pelatihan yang diberikan oleh keluarga dan hanya ada satu pengalaman medan perang yang tersisa."     

Sean juga tahu bahwa selama ini Juan tidak pernah melakukan pelatihan medan perang.     

Juan lebih tua dari Sean dan seharusnya pergi ke medan perang lebih awal dari Sean, tapi dia tidak mau pergi. Itu karena bocah ini terus bermain-main di seluruh dunia dan mengejar wanita tercantik di dunia. Jika Juan dan Sean dibandingkan, nyali Juan lebih kecil. Juan pun melewatkan pelatihan pengalaman medan perang dan pergi menjalani pelatihan pengalaman lain terlebih dahulu.     

"Kakak keduamu sudah menyebabkan banyak masalah di luar dalam beberapa tahun terakhir. Banyak keluarga dengan kekuatan besar mengejarnya, termasuk keluarga Susetia yang ada di Bogor," lanjut Tian.     

Keluarga Susetia di Bogor!     

Sean mengangguk. "Kak Juan sudah terlalu bertindak sembrono. Dia menangkap Maureen dari keluarga Susetia yang ada di Bogor, kemudian memberikannya padaku. Dia sudah membuatku mengambil keperawanannya. Keluarga Susetia pasti tidak akan melepaskanku begitu saja. Aku bahkan sudah hampir dibunuh oleh keluarga Susetia!"     

Begitu memikirkan hal ini, Sean masih merasa kesal terhadap Juan. Jika dia tidak memprovokasi keluarga Susetia, tidak akan ada salah satu anak Giana yang bukan anak Sean.     

Tian mengangguk dan berkata, "Kakak sudah tahu tentang ini, jadi Kakek tidak ingin dia terus bertindak sembrono. Dia tidak akan menjadi dewasa tanpa melalui pelatihan pengalaman medan perang."     

Sean turut berpikir demikian. Hanya setelah mengalami pengalaman di medan perang, seseorang dapat memahami kengerian sifat manusia dan nilai kehidupan. Barulah orang tersebut akan memiliki rasa hormat dan takut pada dunia, serta tidak bertindak sembrono lagi.     

"Kakak sudah menyelidiki kalau akhir-akhir ini dia sudah kembali ke Indonesia. Kakak tidak bisa kembali ke Indonesia, jadi karena kamu selalu berada di Indonesia, kamu saja yang membantu Kakak mencari tahu kabarnya. Setelah menemukannya, suruh dia kembali ke keluarga dan berpartisipasi dalam pelatihan terakhir," pinta Tian.     

"Oke, aku pasti akan menemukannya dan memukulnya dengan sadis!" jawab Sean, "Aku akan bertanya padanya, kenapa dia memperkenalkan Giana dan Maureen padaku!"     

Tian tersenyum dan menepuk pundak Sean.     

"Cepat pergilah. Chintia sedang menunggumu. Setelah berdamai dengan Chintia kali ini, segera nikahi dia. Kakak akan menghadiri pernikahanmu."     

"Baik!"     

Setelah Sean mengucapkan selamat tinggal pada Tian, ​​​​dia bergegas ke bandara.     

Dalam penerbangan, Sean menghubungi Andy. Andy menerima panggilannya dengan sangat cepat.     

Bahkan sebelum Sean dapat berbicara, Andy berkata dengan cemas, "Tuan Muda, cepatlah datang! Jika Anda tidak juga datang, Anda akan terlambat! Di sini sudah pagi. Nona Chintia sudah selesai memakai gaun pengantinnya!"     

"Aku akan berada di sana sebelum jam enam sore. Jika aku tidak sempat datang, kamu saja yang merusak pernikahan itu untukku!" perintah Sean.     

"Baik!" jawab Andy.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.