Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia Berada di Ambang Bahaya!



Chintia Berada di Ambang Bahaya!

0Sean melihat pemandangan ini dengan jelas melalui layar pengawasan. Si Bell ini tidak hanya memegang tangan Chintia dengan tangan kanannya dan tidak juga melepaskannya, tetapi juga ada yang salah dengan pandangan matanya.     
0

Karena Chintia sedang berada di rumah, dia mengenakan celana pendek yang memperlihatkan kakinya yang lencir dan seputih salju. Jadi, Bell tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melihat lekuk tubuh Chintia yang indah. Terdapat tatapan jahat di matanya yang dapat dimengerti oleh semua pria.     

"Cari mati! Beraninya tertarik pada wanitaku!"     

Sean mengepalkan tinjunya. Baru saja melihat si Bell ini sudah membuatnya sangat marah. Namun, Monica belum mengungkapkan tujuan mereka, jadi Sean belum bisa muncul.     

Di rumah Chintia, Monica berjalan ke ruang makan sambil tersenyum.     

"Kamu belum makan, kan? Kebetulan kami juga belum makan. Bell membawa sebotol Lafite berusia 96 tahun dari Chateau Lafite, Prancis. Chintia, ayo temani kami minum."     

Chintia sedikit ragu.     

"Kenapa? Kami sudah terbang jauh-jauh dari luar negeri, tapi kamu bahkan tidak ingin hanya sekedar menemani kami minum segelas anggur?"     

Monica terlihat tidak senang. Chintia pun merasa tidak enak untuk menolak.     

"Oke, aku akan menemani kalian minum sedikit."     

Monica berinisiatif membuka anggur merah, lalu mengisi gelas Chintia dan memperkenalkan Bell pada Chintia sambil tersenyum.     

"Chintia, teman kami si Bell ini adalah orang Prancis, tapi dia bukan orang biasa. Dia salah satu dari lima keluarga terkaya di Prancis. Dia kaya raya dan berkuasa di Prancis!"     

Ketika Sean mendengar ini, dia mengerutkan kening dan berpikir dengan saksama. Dia juga tahu Prancis. Dia tahu bahwa sama sekali tidak ada seorang bernama Bell dari lima keluarga terkaya di Prancis.     

Si Monica ini kemungkinan sengaja membesar-besarkan latar belakang Bell untuk membuat Chintia menyukai Bell. Bagaimanapun juga, semua wanita akan begitu memuja tuan muda kaya raya seperti ini sehingga menyamar sebagai orang kaya untuk mendapatkan wanita akan jauh lebih berhasil.     

Tetap saja, Sean yakin Chintia bukanlah wanita yang materialistis. Selain itu, Chintia sudah memiliki orang terkaya dari yang terkaya, Sean Yuwono. Orang lain hanya akan terlihat seperti rakyat jelata.     

"Oh, ya? Senang berkenalan denganmu. Aku juga belajar bahasa Prancis baru-baru ini."     

Chintia tersenyum sopan pada Bell dan mengobrol dengan Bell dalam bahasa Prancis.     

Aneh. Kenapa Chintia belajar bahasa Prancis?     

Ketika bersama Sean sebelumnya, Chintia tidak bisa berbicara bahasa Prancis. Tetapi, sekarang baru saja putus dengan Sean dan seharusnya masa-masa bersedihnya belum berlalu. Jadi, kenapa dia memiliki niat untuk belajar bahasa Prancis?     

Monica membenci Chintia di dalam hatinya dan diam-diam membatin, Chintia, kamu benar-benar pelacur yang mencintai uang. Begitu aku mengatakan Bell orang Prancis, kamu langsung bilang kalau kamu sedang belajar bahasa Prancis. Jelas-jelas kamu sedang berusaha mendekati Bell! Haha. Tapi, tidak apa-apa. Aku memang ingin kamu tidur dengan Bell!     

Monica kemudian berkata, "Bell, karena Chintia sedang belajar bahasa Prancis, kamu bisa menjadi guru privat Chintia. Ajari dia baik-baik."     

Bell mengambil gelas anggur dan tersenyum pada Chintia. "Merupakan suatu kehormatan bagiku menjadi guru wanita cantik sepertimu. Santé (bersulang)!"     

Chintia ikut mengambil gelas dan bersulang dengan Bell. "Santé (bersulang)!"     

Hal yang membuat Sean merasa aneh adalah Chintia mengobrol dengan sangat asik dengan Bell. Selain itu, Chintia tampaknya benar-benar belajar bahasa Prancis dan selalu mencoba mengobrol dengan Bell dalam bahasa Prancis. Dia juga bertanya pada Bell tentang keadaan di Prancis.     

Di depan layar, Andy, John, dan yang lainnya berjongkok di sana dengan linglung. Meskipun mereka dapat mendengar suaranya, jelas mereka tidak paham. Itu karena Chintia dan yang lainnya berbicara dalam bahasa Inggris atau Prancis. Hanya ketika Chintia dan Monica sedang mengobrol berdua, barulah mereka berbicara beberapa kata dalam bahasa Indonesia.     

John bertanya, "Kenapa Nona Chintia mengobrol dengan laki-laki Prancis itu dengan sangat gembira? Mungkinkah dia benar-benar sudah suka padanya?"     

Plak!     

Andy memukul kepala John lagi dan memarahinya, "Omong kosong apa yang kamu katakan?! Akankah Tuan Muda Sean menyukai tipe wanita murahan yang bisa suka sembarangan orang dengan begitu mudah?"     

Pada saat ini, tiba-tiba mereka mendengar Monica bertanya.     

"Ngomong-ngomong, Chintia, sepertinya ayahmu mengalami kecelakaan saat berada di Prancis, kan?"     

Wajah Chintia tiba-tiba berubah suram, kemudian dia mengangguk.     

Tiba-tiba Sean tersadar. Tidak heran Chintia mau mengobrol dengan Bell. Itu bukan karena dia menyukai Bell sama sekali, melainkan hanya karena ayah Chintia mengalami kecelakaan di Prancis pada saat itu. Jadi, dia ingin tahu lebih banyak tentang Prancis dari Bell.     

Monica menyesap anggur dan berkata, "Oh, sayang sekali. Ayahmu meninggal begitu muda. Jika ayahmu tidak meninggal, kamu tidak akan menjadi ibu tiriku hari ini."     

Setelah mengatakannya, Monica merasa sepertinya ucapannya tidak enak didengar, jadi dia segera berkata sambil tertawa, "Bercanda! Jangan dimasukan ke dalam hati. Ayo kita minum."     

Begitu membahas luka di hati Chintia, Chintia pun mulai minum gelas demi gelas anggur.     

Setelah sekitar satu jam, Monica duduk di pangkuan pacarnya dengan wajah sedikit mabuk, dan berkata, "Chintia, pacarku dan aku akan bercumbu. Kalian bisa bicara pelan-pelan."     

Melihat kemesraan keduanya, Chintia merasa wajahnya memanas.     

Setelah Monica pergi, tiba-tiba Bell yang berada di seberang bergeser untuk duduk di sebelah Chintia dan mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Chintia. Dia mengibaskan rambut Chintia dengan lembut dan memuji, "Sayang, kamu benar-benar cantik. Aku belum pernah melihat seorang wanita yang begitu elegan sepertimu."     

Chintia buru-buru mendorong Bell. "Tuan Bell, tolong tunjukkan rasa hormatmu!"     

Bell tersenyum dan berkata, "Berhenti berpura-pura, cantik. Bukankah kamu juga sangat tertarik padaku? Kita mengobrol dengan sangat bahagia. Aku tahu kamu juga menyukaiku. Jangan khawatir, tidak ada orang lain yang akan tahu tentang kita."     

Chintia dengan tegas berkata, "Tuan Bell, tolong jangan salah paham! Aku mengobrol denganmu murni karena aku ingin belajar bahasa Prancis dan sama sekali tidak ada hubungannya denganmu! Aku punya kekasih dan tunanganku adalah ayah dari teman baikmu!"     

Melihat Chintia dengan tegas menolak Bell, Sean sangat senang. Tetapi, ketika Chintia mengatakan kekasihnya bukan Sean, melainkan Julius, Sean patah hati.     

Jelas-jelas akulah kekasihmu!     

Sean mengepalkan tinjunya dan terus menatap layar dengan enggan. Di layar saat ini, Bell terlihat masih tidak menyerah dan menyeringai jahat.     

"Cantik, lagi pula masih ada tiga hari sebelum kamu menikah. Mari menggila sebelum menikah. Bukankah tidak masalah? Kemarilah, sayang!"     

Chintia terus melangkah mundur dan mengancam Bell, "Jika kamu mendekat lagi, aku akan bersikap kasar padamu!"     

Sean tahu Chintia pernah berlatih taekwondo dan seharusnya pria biasa bukan tandingan Chintia. Namun, si Bell ini terlihat cukup kuat, jadi kemungkinan Chintia tidak bisa mengalahkannya.     

Bell tersenyum dan berkata, "Ayo saja! Aku ingin lihat bagaimana kamu bersikap kasar padaku!"     

Chintia sangat marah. Dia mengangkat tangannya dan hendak memukul Bell. Tetapi, ketika dia ingin menamparnya, tangannya mendarat di wajah Bell seperti daun yang terjatuh di tanah.     

Bell mengambil kesempatan ini untuk meraih pergelangan tangan Chintia sambil tersenyum jahat.     

"Bagaimana bisa begini? Kamu… Kamu sudah menaruh obat?"     

Tiba-tiba raut wajah Chintia berubah.     

"Gawat!"     

Melihat adegan ini, Sean segera bangkit dari tempat duduknya dan berteriak pada semua orang, "Semuanya, segera bergegas ke rumah Julius bersamaku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.