Ingin Kukatakan Sesuatu

Melakukan Tes DNA Lagi!



Melakukan Tes DNA Lagi!

0Maureen memandang Sean dengan canggung, begitu juga Sean. Keduanya adalah orang yang sangat berprinsip dan tidak akan menggoda orang asing begitu saja. Namun, pada akhirnya mereka berdua turun untuk tidur di lantai, sementara Sisi berada di antara mereka.     
0

Mereka memutuskan untuk membujuk gadis kecil itu untuk tidur terlebih dahulu. Kemudian, Sean akan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.     

Setelah 45 menit kemudian, lampu di kamar sudah sejak tadi dipadamkan dan hari sudah gelap. Sisi juga sudah tertidur. Sementara, Sean dan Maureen berpura-pura tidur untuk menemani Sisi tidur.     

"Nona Maureen, Nona Maureen."     

Melihat Sisi sudah tertidur, Sean memanggil Maureen dengan lembut. Namun, setelah memanggil beberapa kali, Maureen tidak menjawab.     

Jangan-jangan dia juga sudah tertidur?     

Sean merasa heran, jadi dia menyalakan flash ponselnya dan memeriksanya. Maureen sedang tidur menyamping, menghadap ke sisi Sean dan Sisi. Di bawah cahaya terang ponsel, dia hanya bisa melihat sisi wajah cantik Maureen.     

Dari samping, wajahnya terlihat seperti Giana…     

Entah apakah semua wanita cantik itu begitu mirip, tetapi Sean merasa sisi wajah Maureen agak mirip dengan Giana.     

"Nona Maureen…"     

Sean mengulurkan tangannya dan menyentuh lengan Maureen. Maureen tidur dengan mengenakan piyama, jadi Sean tidak menyentuh kulit Maureen. Namun, Maureen masih tidak merespon. Ini membuat Sean merasa sangat aneh karena dia bisa melihat bahwa saat ini Maureen sedang tidak tidur sama sekali.     

Jelas-jelas dia tidak tidur, tapi kenapa dia tidak merespons ketika aku memanggilnya?     

Sean mengamati ekspresi Maureen dengan saksama dan mendapati bahwa ketika Sean menyentuhnya, napas Maureen memburu dan dia terlihat gugup. Seketika Sean teringat saat terakhir kali keduanya bertemu di Kafe Merindukan Fajar. Untuk menguji apakah ada pengawal di luar Kafe Maureen waktu itu, Sean sengaja pura-pura menggodanya dan pura-pura ingin menciumnya.     

Pada saat itu, Maureen terlihat seperti keadaannya yang sekarang. Sesak napas, sangat gugup, tapi tidak berteriak dan juga tidak menolak. Seolah diam-diam memberi persetujuan pada Sean untuk menciumnya.     

Berengsek!     

Sepertinya Sean mengerti mengapa Maureen berpura-pura tidur.     

Mungkin Maureen berpikir Sean memanggilnya hanya untuk menguji apakah dia sudah tertidur atau belum. Jika dia tidak tertidur, maka Sean diam-diam bisa mengambil kesempatan atas Maureen. Dia bisa diam-diam menciumnya atau semacamnya.     

Ada banyak pria di dunia ini yang melakukan ini. Tapi, Sean tidak berpikir begitu. Dia memanggilnya karena ada hal serius yang ingin dibicarakannya.     

Sean pun langsung berkata, "Nona Maureen, aku tahu kamu belum tidur. Bisakah kamu keluar sebentar? Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu."     

Mendengar kata-kata Sean, Maureen membuka matanya. Wajahnya memerah dan terlihat salah tingkah. "Oh."     

Di malam hari, Bogor terasa lebih dingin, jadi keduanya keluar dengan mengenakan jaket. Begitu keluar, mereka mendapati di luar sedang hujan rintik-rintik.     

"Hujan."     

Sean dan Maureen sangat senang. Sepertinya keduanya menyukai hujan.     

"Kamu juga suka hujan?" tanya Sean.     

Maureen mengangguk. "Sisi dan aku sama-sama suka hujan."     

"Rupanya Sisi juga suka hujan. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan bersama dalam dua hari lagi?" tanya Sean. Lagi pula, dia juga akan tetap berada di sini selama beberapa hari.     

"Hm! Oke!" Maureen dengan senang hati setuju.     

Sean dan Maureen berdiri di luar pintu dan mengagumi rintik hujan yang terus-menerus jatuh dari langit. Mereka menyaksikan pemandangan ini dengan tenang selama beberapa saat, hingga akhirnya Sean mulai pelan-pelan membuka mulutnya.     

"Nona Maureen, pertemuanku hari ini denganmu benar-benar hal yang tidak kusangka. Selama ini aku selalu tidak punya kesempatan untuk mengobrol dengan nyaman denganmu. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu."     

Maureen memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu berkata, "Tanya saja."      

"Masalah tentang Kak Juan yang memberikanmu padaku, juga aku yang adalah ayah kandung Sisi, siapa saja orang di keluarga Susetia yang mengetahuinya?" tanya Sean.     

Sean menduga, seharusnya sebagian besar orang di keluarga Susetia tidak mengetahuinya. Setidaknya orang-orang berkuasa di keluarga Susetia belum mengetahuinya. Karena jika keluarga Susetia tahu dirinya yang sudah melecehkan Maureen, mereka pasti sudah mengirim seseorang untuk membunuhnya dari dulu. Atau, mungkin mengingat hubungan antara keluarga Susetia dan Kakek Sean, paling tidak mereka akan menghubungi kakeknya dan meminta penjelasan.     

Sesuai dengan dugaan Sean, Maureen menjawab, "Aku hanya memberitahu Marvin, tapi aku tidak tahu apakah Marvin memberitahu orang lain."     

"Oke."     

Sean sendiri merasa selain Maureen, saat ini hanya adiknya yang tahu tentang ini di keluarga Susetia.     

Maureen menjelaskan, "Aku tidak berencana memberitahu Marvin, tapi dia terus bertanya padaku. Hubungan persaudaraan kami sangat baik, jadi tahun lalu aku sudah tidak tahan dan memberitahunya, Namun, aku mengatakan padanya bahwa dia tidak diizinkan untuk bertemu atau mengganggumu. Dia tidak melakukan apapun padamu, kan?"     

Sean mendengus dingin. "Aku benar-benar dapat merasakan hubungan persaudaraan di antara kalian. Dia memang tidak mendatangiku secara langsung, tetapi dia mendatangi istriku saat itu."     

"Apa yang dilakukannya pada Giana?" tanya Maureen terkejut.     

Sean merasa tidak enak untuk mengatakannya secara langsung, jadi dia berkata, "Beberapa waktu lalu Giana hamil dan melahirkan sepasang anak kembar, yang salah satunya adalah anak Marvin."     

Mendengar kalimat ini, Maureen terkejut.     

"Apa? Marvin, dia…"     

Maureen tidak percaya adiknya melakukan hal seperti itu. Dia tahu apa yang dilakukan Marvin adalah demi dirinya. Dia ingin membalas dendam pada Sean dengan cara seperti ini.     

Maureen malu dan tidak tahu harus berkata apa, jadi dia langsung berlutut di depan Sean.     

"Maafkan aku, Sean. Adikku pasti melakukan ini karena diriku. Aku hanya memiliki satu orang adik laki-laki. Aku harap kamu bisa melepaskan dan memaafkannya. Selama kamu tidak membunuhnya, kamu bisa menghukumnya sesukamu."     

Maureen jelas tahu keluarga Yuwono sangat hebat. Jika keturunan keluarga Yuwono dihina seperti ini, konsekuensinya pasti akan sangat serius.     

Sean menatap Maureen yang sedang berlutut di lantai. Rintik hujan terus berjatuhan di rambut halus Maureen. Cahaya redup di rumah membuat kecantikan Maureen terlihat samar-samar.     

Sean membungkuk dan menarik Maureen agar berdiri, lalu berkata, "Bangunlah dulu. Sementara ini, aku tidak ingin membahas masalah ini. KIta bicarakan ini nanti saja."     

Setelah membantu Maureen bangun, Sean berkata, "Ada satu hal lagi yang ingin aku diskusikan denganmu. Aku ingin melakukan tes DNA dengan Sisi."     

Segera, Sean menjelaskan, "Nona Maureen, jangan salah paham. Aku benar-benar tidak mengira kamu berbohong padaku. Aku tahu keluarga Susetia kalian kaya raya dan sama sekali tidak menginginkan uang keluarga Yuwono-ku. Kamu tidak akan menipuku dengan seorang putri yang bukan putriku. Namun, aku harus melaporkan anak ini pada keluargaku, sementara aturan keluarga Yuwono kami mewajibkan setiap anak harus menjalani tes DNA."     

"Pasti kamu mendengar Kak Juan menyebutkan bahwa pengaruh dan kekuatan keluarga Yuwono kami di dunia sangat luar biasa. Jika Sisi masuk ke keluarga Yuwono kami, itu hanya akan berdampak baik bagi masa depannya," tambah Sean.     

Sean sendiri tidak meragukan bahwa Sisi adalah putri kandungnya karena memiliki kontak batin dengannya. Namun setelah apa yang terjadi pada Giana terakhir kali, Sean juga merasa takut. Jadi, lebih baik melakukan tes DNA agar dia merasa lebih tenang.     

Maureen berpikir sejenak, kemudian menjawab Sean, "Oke."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.