Ingin Kukatakan Sesuatu

Baby Blues!



Baby Blues!

0Bertanya… Cobalah bertanya pada semua... Di sini kucoba untuk bertahan... Ungkapkan semua yang kurasakan…     
0

Kau acuhkan aku... Kau diamkan aku... Kau tinggalkan aku...     

Lumpuhkanlah ingatanku… Hapuskan tentang dia... Kuingin kulupakannya…     

...     

Sepanjang jalan, Giana terus memainkan lagu-lagu patah hati seperti 'Lumpuhkan Ingatanku', 'Dibalas dengan Dusta', 'Pesan Terakhir', dan lain-lainnya.     

Tampaknya setiap lagu dapat mencerminkan perasaan Sean dan Giana. Namun, ketika tiba di rumah sakit, Giana memilih lagu lain lagi yang berjudul 'Separuh Jiwaku Pergi'.     

Setelah memarkir mobil, Sean bertanya, "Apa maksudmu memutar lagu ini?"     

Giana membalas, "Memang tidak bagus? Aku hanya merasa melodinya bagus. Cepat ke sini dan bantu aku berdiri."     

Sekarang perut Giana sangat besar. Selain itu, ada banyak orang di rumah sakit, jadi Sean harus memegang Giana setiap saat untuk melindungi keselamatannya.     

Sesudah membawa Giana diperiksa di rumah sakit, tidak ada masalah pada kandungannya. Namun, ketika tiba di ruang kantor dokter, Giana membawa laporan pemeriksaan dan masih merasa khawatir.     

Giana pun bertanya pada dokter, "Dokter, di trimester akhir kehamilan, orang-orang lain mengantuk. Setelah mengantuk dan tidur, lalu sudah tidak bisa tidur lagi, mereka akan makan. Tapi, saya justru sedikit anoreksia. Selain itu, semakin mendekati hari kelahiran, saya semakin gugup. Kenapa bisa begini, ya?"     

Dokter ini adalah seorang dokter kandungan dan kebidanan terkenal di rumah sakit ini. Selain itu, dia juga seorang psikiater.     

Dokter tersenyum dan berkata, "Ini adalah kehamilan dan kelahiran pertama Ibu, kan? Gugup adalah hal yang normal."     

"Tapi, saya selalu bermimpi buruk dan sangat cemas setiap hari. Saya bahkan ketakutan hingga terkadang saya tidak menginginkan anak ini," kata Giana.     

Dokter menjawab, "Kemungkinan Ibu mengalami baby blues. Apakah Bapak ayah kandung dari anak ini?"     

Dokter memandang Sean. Sean mengangguk-anggukan kepalanya.     

Dokter berkata pada Sean, "Alasan mengapa istri Anda memiliki gejala seperti itu mungkin karena ada harapannya yang tidak Anda penuhi. Apa akhir-akhir ini ada masalah dalam karier Anda?"     

Sean tertawa. Ternyata karena hal ini. Karier Sean tidak bermasalah, tetapi akhir-akhir ini karier Yoga menurun secara drastis.     

"Baik-baik saja," jawab Sean acuh tak acuh.     

Dokter melanjutkan, "Jika karier Anda stabil dan tidak ada masalah, berarti kebutuhan batin istri Anda yang tidak terpenuhi. Apakah Anda sibuk bekerja? Apakah Anda punya waktu untuk menemaninya?"     

Giana mendengus dingin. "Dia tidak punya waktu untuk menemani saya."     

Dokter buru-buru berkata, "Lihat, apa kata saya? Pasti Anda kurang menghabiskan banyak waktu dengan istri Anda. Itu sebabnya dia mengalami gangguan kecemasan semacam ini."     

Sean melihat Giana memutar bola matanya dan merasa sudah diperlakukan dengan tidak adil.     

Meski punya waktu, aku juga tidak akan menemanimu! Cari Yoga saja sana! Protes Sean diam-diam. Namun, di depan Dokter yang adalah orang luar, Sean merasa tidak enak membahas hubungan rumit mereka.     

Dokter menasehati Sean, "Anda harus memperhatikan hal ini. Istri Anda akan melahirkan sebulan lagi. Kenapa Anda bahkan masih tidak bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk menemaninya dalam satu bulan ini? Tidak mudah bagi seorang wanita untuk hamil selama sembilan bulan. Benar, tidak?"     

Sean mengangguk. "Oke. Saya akan menghabiskan lebih banyak waktu dengannya."     

Setelah mengobrol di ruang kantor dokter selama beberapa saat, barulah Sean membantu Giana berdiri dan memegangnya. Lalu, mereka pergi dari ruangan itu.     

...     

Setelah keduanya pergi, asisten dokter itu berkata, "Entah mengapa saya rasa wanita ini tidak mengalami baby blues. Bukannya depresi, ada kalanya dia justru terlihat girang. Hanya saja, dia memang sedikit gugup untuk melahirkan anaknya, tapi tidak tahu apa sebabnya."     

Dokter yang berpengalaman itu tersenyum dan berkata, "Kamu masih terlalu sebentar berada di rumah sakit. Beberapa tahun lagi, kamu bisa melihat hal semacam ini dalam sekilas saja."     

"Bisa melihat dalam sekilas? Apa maksudnya?" tanya asisten muda itu.     

Dokter tersenyum dan menjelaskan, "Wanita hamil ini gugup dan takut. Kemungkinan dia bahkan tidak khawatir tentang rasa sakit saat melahirkan, tapi khawatir apakah ini anak suaminya!"     

"Hah?!" Asisten muda itu menutup mulutnya karena terkejut.     

Sebagai seorang dokter kebidanan dan kandungan serta seorang dokter yang menangani psikologi wanita hamil, dia sudah melihat terlalu banyak hal seperti itu. Anak yang dilahirkan bukan anak suaminya. Bahkan, ada beberapa usia kehamilan yang sama sekali tidak sesuai. Para dokter tahu kebenarannya, tetapi mereka tidak dapat memberitahu pihak pria.     

Dokter mengingat Giana yang tadi berparas cantik, lalu berkata, "Wanita hamil ini sangat cantik. Pasti banyak yang mengejarnya. Lihat saja. Kita tunggu satu bulan lagi. Mungkin saja akan ada pertunjukan di rumah sakit kita."     

...     

"Hati-hati. Pelan-pelan."     

Sean membuka pintu mobil untuk Giana dan membantunya masuk ke mobil. Sejak memasuki rumah sakit hingga meninggalkan rumah sakit, Sean sebagai mantan suaminya melakukan tugasnya dengan sangat baik.     

Tentu saja Giana merasa senang. Dia menikmati perasaan ini.     

Setelah masuk ke mobil, Giana berkata, "Sean, kamu dengar, kan? Dokter bilang aku mengalami baby blues dan butuh lebih banyak ditemani ayah biologis anak ini. Aku tidak peduli! Kamu harus datang ke rumahku setiap hari selama sebulan ke depan! Temani aku selama dua jam."     

Sean berkata, "Menemanimu selama dua jam sehari? Memangnya Yoga akan setuju? Selain itu, depresi yang kamu alami ini karena aset keluarga Liono menyusut menjadi 100 triliun. 100 triliun juga sudah banyak. Nona Besar, jangan serakah, oke?"     

Giana mengamuk, "Omong kosong! Aku bukan depresi karena hal ini! Aku tidak sematerialistis itu!"     

"Kalau begitu kenapa?" Sean balik bertanya.     

Giana menggigit bibirnya. Tiba-tiba dia terdiam. Namun, dia tetap bersikeras, "Bagaimanapun juga, kamu harus menemaniku! Kamu ayah dari anak ini, jadi kamu harus memenuhi tanggung jawabmu sebagai ayah. Aku akan menghubungi Yoga sekarang."     

Giana langsung menghubungi Yoga.     

"Yoga, di mana kamu?" Giana menyalakan loudspeaker.     

"Aku sedang bersama Max dan yang lainnya. Ada apa?"     

​​Di tempat Yoga sangat berisik. Sepertinya mereka sedang minum-minum. Selain itu, ada banyak juga suara wanita.     

Giana berkata, "Aku baru saja pergi ke rumah sakit. Dokter bilang aku mengalami baby blues dan butuh ditemani suami. Aku tahu anak ini bukan milikmu, jadi kamu tidak ingin merawatnya. Bisakah aku meminta Sean untuk menemaniku selama dua jam setiap hari?"     

Yoga berpikir sejenak. Dia berpikir bahwa sekarang Giana sedang hamil delapan bulan dan mereka berdua tidak bisa melakukan apa-apa sekarang, jadi dia setuju.     

"Oke. Suruh dia datang saja."     

Setelah menutup telepon, Giana berkata pada Sean, "Sekarang kamu bisa datang ke rumahku untuk menemaniku kapan saja."     

"Aku harus kembali dan berdiskusi dengan orang rumahku," kata Sean.     

"Tidak perlu repot-repot! Biar aku saja yang bicara padanya," kata Giana.     

Giana berinisiatif untuk menghubungi Chintia. Suaranya terdengar sangat genit dan manja saat berbicara.     

"Kak Chintia, aku Giana. Ya, aku baru saja keluar dari rumah sakit bersama Sean dan sekarang sedang dalam perjalanan pulang."     

Chintia membalas dengan sangat sopan, "Bagaimana hasil pemeriksaannya? Tidak ada masalah, kan?"     

Giana menjawab, "Dokter bilang aku mengalami baby blues dan butuh ditemani ayah dari anak ini. Kamu juga tahu anak ini bukan anak Yoga, jadi sekarang dia tidak peduli padaku. Bisakah aku meminjam Sean selama dua jam sehari dan memintanya bermain piano untukku atau semacamnya, Kak Chintia?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.