Ingin Kukatakan Sesuatu

Jasmine Menangis Tersedu-sedu!



Jasmine Menangis Tersedu-sedu!

0Saat mendengar suara tembakan, kaki Jasmine pun langsung lemas karena terkejut dan takut.     
0

Di luar pintu, Sean tak kalah terkejut. Dia tahu bahwa di Amerika Serikat, warga sipil bisa memiliki senjata. Namun, kekacauan umumnya terjadi di daerah kumuh. Di tempat yang makmur seperti Manhattan tidak akan terjadi hal-hal semacam ini.     

Sementara, sekarang terjadi insiden penembakan di hotel top seperti Ritz Carlton?     

Sudah beberapa tahun tidak datang ke sini, aku tidak menyangka bahkan hotel bintang lima pun tidak aman, pikir Sean. Dia bersyukur karena mengikuti Jasmine sampai ke sini. Jika tidak, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jasmine? Jasmine seorang gadis Asia yang masih kecil. Apa yang akan terjadi padanya?     

Penembak adalah seorang kulit putih. Tembakannya mengakibatkan satu orang terbunuh. Kebetulan dia melihat Sean berdiri di luar pintu kamar Jasmine. Dia pun menghampiri Sean dan mengangkat senjatanya!     

"Hey, bro! Calm down! Calm Down! (Hei, kawan! Tenang! Tenang!)" Sean menenangkannya dengan kata-kata dan merogoh sakunya untuk mengambil ponsel.     

Sementara, Jasmine yang berada di dalam kamar mendengar Sean dan segera bertanya, "Sean, apa yang terjadi di luar? Apakah seseorang menembak? Cepat masuk! Aku akan membukakan pintu untukmu!"     

Jasmine segera membuka pintu, tapi Sean berseru, "Jangan buka pintunya! Kunci pintunya dan jangan keluar!"     

Jasmine memanggil, "Sean…"     

Saat ini Jasmine ingin menangis, tetapi air matanya bahkan tidak berani keluar.     

Jasmine pun tersadar bahwa pria tinggi dan gagah yang tadi disukainya, dan yang membuatnya merasa aman, sama sekali tidak berguna. Jika Yoga ada di luar, sepertinya dia justru akan menjadi batu sandungan bagi Jasmine. Dia pasti akan menggedor-gedor pintu dengan keras dan menyuruh Jasmine untuk membiarkannya masuk, kan?     

Sedangkan, Sean sangat peduli dengan keselamatannya. Dia menganggap keselamatan Jasmine lebih penting daripada dirinya sendiri.     

Sean tidak melakukannya tanpa persiapan apapun. Dia melakukan ini karena sudah berlatih seni bela diri sejak masih kecil dan pernah pergi ke medan perang untuk mengasah keterampilannya. Dia sudah berpengalaman menghadapi senjata dengan tangan kosong.     

Sean melihat pria yang menghampirinya tidak mendengarkan sarannya sama sekali. Sean segera mengeluarkan ponsel, lalu mengayunkan dan melemparnya. Kecepatan dan ketepatan lemparan Sean benar-benar luar biasa. Ponselnya pun terlempar tepat di wajah pria itu.     

Sementara sambil melempar, Sean segera melepas jam tangan di tangan kirinya. Setiap kali keluar tanpa senjata, dia pasti memakai jam tangan. Berbeda dengan pria-pria lain yang memakai jam tangan untuk menunjukkan statusnya, Sean memakai jam tangan untuk membela diri.     

Sean tidak pernah memakai jam tangan dengan tali kain, tetapi selalu mengenakan jam tangan tali baja. Itu karena hanya jam tangan tali baja yang bisa memberikan pukulan berat pada lawan saat dilempar dan langsung dapat mengejutkan lawan atau mengulur waktu untuk dirinya.     

Jam tangan Sean dibuat secara khusus. Begitu ditepuk, jam tangan itu akan otomatis terlepas. Sean mengambil jam tangannya yang berat dan dengan cepat melemparnya mengenai tangan lawan yang sedang memegang senjata.     

Ponsel Sean mengenai mata lawan dan membuat penglihatannya terganggu sehingga pria itu ingin menembak secara membabi buta. Pada akhirnya, lengannya justru terkena jam tangan Sean sehingga pistol pun terjatuh ke lantai.     

Semua ini terjadi dengan sangat cepat.     

Sean berguling, menendang pistol ke samping, dan menjatuhkan lawan dengan dua pukulan. Pria itu tidak siap menerima dua pukulan penuh Sean. Bahkan, seorang Mike Tyson pun pasti akan jatuh pingsan.     

Setelah itu, Sean memanggil pelayan yang sejak tadi bersembunyi untuk membersihkan tempat kejadian. Setelah polisi tiba, dia memanggil lebih banyak polisi untuk melindungi hotel.     

Tok! Tok!     

Sean pergi mengetuk pintu kamar Jasmine lagi dan kali ini Jasmine pun membukakan pintu. Ketika melihat Sean masuk dalam keadaan baik-baik saja, dia segera berlari menghampirinya, lalu memeluknya dan menangis tersedu-sedu.     

"Syukurlah kamu baik-baik saja. Huhuhuhu… Jika sampai terjadi sesuatu padamu, harus bagaimana aku menjelaskan pada Kakak? Kakak pasti akan sangat hancur."     

Sean belum pernah melihat seorang gadis menangis dengan begitu hebat seperti ini.     

Sean membelai rambut Jasmine. Dia merasa tidak enak jika memeluknya dengan erat. Sambil tersenyum, Sean berkata, "Jasmine, bukankah aku baik-baik saja? Meskipun terjadi sesuatu, ini pertama kalinya kita bertemu dan kita juga tidak akrab. Kamu tidak perlu menangis sampai seperti ini untukku, kan?"     

Sean sangat tersentuh melihat Jasmine menangis begitu hebat. Ini menunjukkan bahwa adik iparnya ini masih menyukainya.     

Jasmine terisak dan berkata, "Kamu tidak mengerti. Aku dan kakakku sudah tidak bisa lagi kehilangan orang terdekat kami. Ayah kami dibunuh saat berada di luar negeri."     

"Benarkah?" Sean menghela napas dalam-dalam.     

Sean tahu bahwa ayah Chintia dan Jasmine meninggal di luar negeri ketika mereka masih kecil. Namun, dia sama sekali tidak tahu kalau ayah mereka dibunuh.     

"Apakah pembunuhnya sudah ditemukan?" Sean bertanya dengan prihatin.     

Jasmine menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu tentang ini, tapi kakakku sepertinya belum menyerah mencari pembunuhnya selama bertahun-tahun."     

Sean mengangguk. "Jangan khawatir. Aku punya banyak teman di luar negeri. Aku akan membantu kalian menemukan pembunuhnya."     

"Baik." Jasmine mengangguk.     

Setelah itu, Jasmine menarik Sean ke dalam kamar, lalu memintanya untuk duduk dan berbicara padanya dengan baik-baik.     

"Sean, aku bukan tipe orang yang sembarangan menyewa kamar dengan seseorang setelah baru mengenalnya sehari. Aku tidak tahu bagaimana si Yoga itu bisa mencari tahu tentang latar belakangku. Dia bilang orang tuanya meninggal, kemudian dia juga pura-pura tidak sengaja bertemu denganku. Yang lebih kebetulan lagi, namanya sama denganmu…"     

Jasmine berusaha terus menjelaskan, "Pokoknya, ada banyak kebetulan yang membuatku merasa aku dan dirinya benar-benar sudah ditakdirkan untuk bertemu. Itu sebabnya, aku…"     

Sean membelai rambut Jasmine dan berkata, "Jasmine, aku tahu kamu gadis yang baik. Yoga merencanakannya dengan hati-hati untuk menipumu. Sebelum ini, sudah ada beberapa temannya yang mendekatimu. Mereka mengetahui latar belakang dan kesukaanmu dengan jelas."     

Tiba-tiba Jasmine tersadar. "Tidak heran jika dia bahkan tahu apa makanan kesukaanku! Bajingan-bajingan ini benar-benar memiliki motif terselubung rupanya."     

"Jangan khawatir. Aku akan mengurus keempat orang sisanya sesudah kembali nanti," kata Sean.     

"Terima kasih, Kakak Ipar! Tapi, begini… Aku takut sesuatu akan terjadi di malam hari. Kakak Ipar, bagaimana kalau kamu menemaniku malam ini dan jangan pergi?" pinta Jasmine yang tampak malu-malu.     

Ini bukan pertama kalinya Sean tidur di lantai. Ketika bepergian dengan Giana sebelumnya, dia biasa tidur lantai.     

"Oke. Aku tidur di lantai saja," kata Sean.     

Tanpa diduga, Jasmine meraih tangan Sean dan menariknya ke tempat tidur.     

"Untuk apa tidur di lantai? Kita mengobrol sepanjang malam atau bermain saja!"     

"Eh…"     

Bermain permainan apa? pikir Sean, lalu tersenyum dan berkata, "Tidak usah bermain. Kebetulan aku membutuhkan masukanmu."     

"Katakan saja."     

"Setelah beberapa saat ini, aku berencana untuk melamar kakakmu. Apa kakakmu pernah bilang menyukai lamaran yang seperti apa? Di pulau atau di rumah? Hal-hal apa yang harus aku persiapkan selain cincin dan bunga?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.