Ingin Kukatakan Sesuatu

Menyelidiki Kebenaran!



Menyelidiki Kebenaran!

0Awalnya Sean tidak merasa Chintia akan melakukan sesuatu dengan Wenardi. Namun, ketika memikirkan apa yang dia sendiri lakukan pada Chintia beberapa waktu lalu, Sean merasa gelisah.     
0

Setiap orang memiliki rasa keinginan untuk melakukan pembalasan. Alasan mengapa Sean membuat kesalahan dengan Giana adalah karena ingin membalas Chintia.     

Jika Giana benar-benar memberitahu Chintia tentang ini, kemungkinan Chintia juga tidak akan memutuskan Sean, tetapi pasti akan marah padanya. Dalam kemarahannya, ditambah dengan fakta bahwa Wenardi si tua bangka itu sudah melecehkannya, Chintia mungkin benar-benar marah dan membalas dendam pada Sean.     

Suasana hati Sean berubah drastis. Jika dia tahu akan seperti ini, seharusnya dia mengakui kesalahannya pada Chintia sejak awal. Jika Chintia juga membalas dendam padanya dan tidur dengan Wenardi, dia sudah tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hubungannya dengan Chintia.     

Dengan sangat panik, Sean buru-buru menghubungi Chintia lagi.     

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."     

Berada di luar jangkauan!     

Chintia berada di Medan, jadi Sean tidak mungkin bisa langsung berada di depannya. Meskipun dia pergi menggunakan pesawat sekarang, jika Chintia ingin melakukan sesuatu dengan Wenardi, semuanya akan berakhir ketika Sean tiba.     

Sean memukul dinding dengan penuh marah. Dia benci perasaan tidak dapat berbuat apa-apa seperti ini.     

Dalam benaknya, Sean terus mengingat suara Chintia barusan. Semakin mengingat suara itu, semakin mirip dengan suara Giana dan Cahyadi di surel yang diterimanya dulu. Mungkinkah lagi-lagi Sean harus mengalami pengkhianatan oleh pacarnya?     

"Tidak. Aku harus mencari tahu kebenarannya!"     

Jika Sean tidak mencari tahu kebenarannya sekarang, nanti saat Chintia kembali dan menjelaskan dengan mengatakan tidak terjadi apa-apa, mungkin Sean tidak akan bisa benar-benar memercayainya. Begitu ada keraguan di antara keduanya, akan sulit bagi mereka untuk mempertahankan hubungan ini.     

Akhirnya Sean segera menghubungi Pengurus Fairus.     

"Pengurus Fairus, apa keluarga kita memiliki koneksi di Medan?"     

Pengurus Fairus menjawab sambil tersenyum, "Tentu saja kita memiliki koneksi di Medan. Tuan Muda bisa memberitahu saya apa yang harus saya lakukan. Saya akan membantu Tuan Muda untuk mengaturnya."     

Apa yang ingin dilakukan Sean adalah mengetahui apa yang dilakukan Chintia saat ini.     

Pada saat ini, perselingkuhan Chintia dan Wenardi hanyalah sebuah spekulasi belaka. Jadi, Sean sudah seharusnya memilih untuk memercayai pacarnya terlebih dahulu.     

Jika Sean percaya pada Chintia, dia percaya Chintia memang berlari di atas treadmill. Jadi, saat ini Chintia seharusnya sedang berada di fitness center di lantai lima Hotel Grand Hyatt di Medan.     

Sean berkata, "Aku ingin tahu situasi di lantai lima Hotel Grand Hyatt sekarang! Lebih baik lagi jika bisa menunjukkan videonya untukku!"     

"Baik!"     

Lima menit kemudian, kaca fitness center di lantai lima Grand Hyatt Hotel di Medan tiba-tiba pecah.     

Prang!     

"Aaahhh!"     

Banyak orang yang sedang berolahraga langsung panik dan berteriak. Kemudian, sebuah drone Falcon 8 senilai 300 juta terbang dan masuk dari lubang kaca yang pecah itu. Drone ini dilengkapi dengan kamera Panasonic Lumix untuk merekam dan kamera termal FLIR TAU2640.     

Drone terbang perlahan dan mengarah pada semua orang yang ada di lantai ini.     

Pada saat ini, Sean yang berada jauh di Banten dapat memantau secara langsung melalui rekaman drone. Melalui ponselnya, Sean melihat Chintia benar-benar berada di samping treadmill sambil mengenakan pakaian olahraga yang ketat, menunjukkan figur tubuhnya yang sangat bagus, tetapi pakaiannya rapi dan tidak terlihat berantakan.     

Di sebelah Chintia memang ada Wenardi yang seluruh tubuhnya mengenakan pakaian olahraga merek Nike. Karena kaca yang pecah dan drone yang masuk, Wenardi berjongkok di sudut ketakutan.     

"Oke, sudah cukup," Sean berkata pada seseorang di Medan yang belum pernah ditemuinya.     

"Baik, Tuan Muda!"     

Setelah menjawab perintah Sean, drone pun segera di evakuasi     

Di Hotel Grand Hyatt Medan, Wenardi yang melihat drone terbang menjauh mulai berjalan perlahan dari sudut dan mengomel, "Hotel bobrok! Kenapa keamanannya sangat buruk?! Aku ingin mengajukan keluhan! Chintia, apa kamu baik-baik saja?"     

Pada saat Wenardi berbicara, dia berpura-pura khawatir dan menyentuh lengan Chintia. Namun, Chintia langsung menepis Wenardi.     

"Terima kasih, Wapresdir Wenardi, atas perhatian Anda. Asalkan Anda tidak dengan sengaja menabrak saya, sepertinya saya akan baik-baik saja."     

Barusan Chintia memang sedang berlari di atas treadmill, kemudian menelepon Sean sambil berlari. Saat mengobrol, Wenardi, yang berlari di treadmill di sebelah kanannya, tiba-tiba bergegas ke arahnya sehingga membuat Chintia berteriak dan diikuti dengan sinyal yang tiba-tiba terputus di sini.     

Chintia melihat ponselnya. Ketika sinyalnya kembali, dia pun segera menghubungi Sean. Sean segera mengangkat teleponnya.     

"Halo, sayang?" Sean tersenyum gembira.     

Sean baru saja mengkonfirmasi bahwa Chintia tidak mengkhianatinya, jadi dia sangat senang. Semua ini hanyalah alarm palsu. Sepuluh menit barusan terasa seperti setahun bagi Sean.     

Karena Sean sangat mencintai Chintia, keduanya sedang sangat kasmaran. Jika kali ini Chintia benar-benar memilih untuk membalas dendam padanya, maka Sean benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.     

Sejak awal mereka berdua sudah dalam hubungan yang tidak bisa putus begitu saja.     

"Sean, tadi sinyal di sini tidak bagus, jadi terputus. Kamu tidak berpikir yang tidak-tidak, kan?" tanya Chintia.     

Sean menjawab, "Tentu saja tidak. Memang aku bisa memikirkan apa? Apa mungkin salah paham terhadap dirimu dan Wenardi? Tapi, aku rasa si Wenardi ini memiliki niat yang buruk padamu. Sebaiknya kamu berhati-hati saat bersamanya. Jika dia memberi minuman padamu, jangan diminum."     

"Ya, aku tahu."     

Setelah Chintia dan Sean mengobrol sebentar, keduanya menutup telepon. Begitu panggilan berakhir, kemarahan Sean baru saja dimulai.     

"Bedebah brengsek! Beraninya mempermainkanku!"     

Sean segera mengirim nomor yang mengirim pesan padanya ke Andy dan memerintah, "Periksa pemilik nomor ini. Setelah menemukannya, tangkap dia!"     

Andy segera menjawab, "Baik!"     

Nomor ini adalah nomor Banten. Sekarang tidak seperti di zaman dulu yang begitu serba sulit. Jadi, tidak lama kemudian, Andy segera menangkap orang ini.     

———     

Pukul setengah sembilan malam, di sebuah pabrik terbengkalai di pinggiran kota Banten, Sean tiba dengan mengendarai Porsche Chintia.     

"Tuan Muda Sean!"     

"Tuan Muda Sean!"     

Andy dan bawahannya menyapa Sean satu demi satu.     

"Di mana orangnya?" Sean bertanya dengan dingin.     

"Ada di dalam," jawab Andy.     

Sean masuk dan melihat bahwa ternyata orang itu adalah seorang yang dikenalnya. Dia adalah mantan supir Chintia, Wawan. Sean sangat marah ketika teringat akan dirinya yang hari ini sudah salah paham terhadap Chintia selama beberapa puluh menit.     

Plak!     

Duak!     

Sean menghampiri si Wawan kecil ini, lalu menamparnya. Wawan dipukuli hingga memuntahkan darah saat itu juga.     

Wawan berlutut di tanah dan memohon belas kasihan, "Kakak! Kakak! Tolong jangan pukul aku! Kita tidak saling kenal, jadi pasti ada kesalahpahaman di antara kita. Kakak, cari tahu lagi dengan jelas. Jangan sampai memukul orang yang salah!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.