Ingin Kukatakan Sesuatu

Selamat Tinggal, Jakarta!



Selamat Tinggal, Jakarta!

0Yoga pergi ke Banten untuk melakukan pemeriksaan lagi dan memastikan apakah dirinya benar-benar mandul. Jadi, Yoga keluar dari rumah sakit di Jakarta dan segera berangkat ke Banten. Giana juga ikut pergi ke Banten bersama Yoga.     
0

Yoga pergi melakukan pemeriksaan secara diam-diam tanpa memberitahu Giana. Ternyata hasil pemeriksaannya sama seperti saat berada di Jakarta. Dia memang sudah tidak subur lagi.     

Yoga yang mengamuk pun memecat semua dokter dan perawat yang bertugas di rumah sakit afiliasi di Jakarta saat insiden itu terjadi. Dia juga menghabiskan banyak uang untuk menemukan perawat wanita yang memberinya suntikan pada hari itu.     

Sementara di depan Giana, Yoga selalu berperilaku seperti seorang pria normal. Selain itu, begitu tiba di Banten, Yoga dan Giana langsung tidur bersama. Hanya saja, karena sekarang Giana sedang mengandung, keduanya masih belum memasuki tahap paling akhir.     

Yoga menyerahkan ponsel yang ada di tangannya pada Giana dan berkata, "Lihat, Chintia sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presdir Grup Citra Abadi."     

"Hah? Kenapa? Bukankah wanita itu selalu ingin menjadi presdir? Apa kamu menyerang Citra Abadi lagi?" tanya Giana. Dia juga tahu bahwa Chintia adalah wanita yang sangat ambisius dan tidak akan mengundurkan diri begitu saja dari jabatannya sebagai presiden direktur.     

Yoga mengelak, "Tidak! Aku tidak menyerang mereka. Sepertinya ada berita di internet yang mengatakan bahwa kehidupan pribadi Chintia tidak baik dan dia berhubungan dengan para bos yang sudah beristri. Pemberitaan ini memengaruhi saham Citra Abadi hingga turun drastis. Sesudah itu, tampaknya dewan direksi memaksanya mundur dari jabatannya sebagai presdir."     

"Begitukah? Haha! Chintia, akhirnya kamu mengalami hari seperti ini!" ujar Giana dengan gembira.     

Chintia pernah menampar Giana dan selalu menggunakan kualifikasi dirinya untuk menekan Giana. Chintia dia juga sering mengabaikan Giana dan berjalan sangat dekat dengan Sean, mantan suaminya. Giana pun jadi sangat benci dan iri pada Chintia.     

Giana segera mengeluarkan ponselnya dan memeriksa berita tentang Chintia. Setelah membacanya, dia mendengus dingin.     

"Chintia memang aslinya seekor rubah! Dari dulu, nenekku sudah pernah bilang bahwa Chintia yang bukan wanita lokal Jakarta bisa mencapai posisi presdir hanya dalam beberapa tahun karena pasti ada sponsor yang membantu di belakangnya! Wanita tidak tahu malu ini menghabiskan waktu sepanjang hari di sekitar bos-bos dan membuat mereka terpesona. Dasar murahan!"     

Yoga tertawa dan berkata, "Sayang, jangan pedulikan orang-orang menyedihkan ini. Cepat bangun dan mandi. Aku akan membawamu ke mal untuk membeli hadiah. Aku ingin menemui kakek dan orang tuaku malam ini, untuk mencoba membuat mereka menerimamu. Dengan begitu, kita bisa menikah sesegera mungkin!"     

Giana pun segera kembali bersemangat. "Iya, iya. Semua gara-gara kamu yang tidak membiarkanku tidur semalaman. Jika tidak, aku juga tidak akan tidur sampai siang."     

Yoga tersenyum lebar. Dia sangat senang bisa mendapatkan Giana, wanita dengan kecantikan tiada tara ini.     

———     

Sean dan Chintia baru makan siang saat jam menunjukkan pukul dua siang. Semua hidangan ini dimasak Chintia sendiri dan semuanya merupakan hidangan khas Jawa Timur.     

Chintia masih agak malu-malu saat memandang Sean yang tidak mengenakan baju. Postur tubuh Sean benar-benar sangat bagus, terutama bagian otot perutnya. Pasti banyak sekali gadis genit yang akan meneteskan air liur jika melihatnya.     

Jatuh cinta dengan Sean adalah pengalaman yang belum pernah dialami Chintia sebelumnya. Pria yang bersama Chintia sebelumnya adalah seorang pria tua yang seusia dengan ayahnya. Sementara, Sean yang lebih muda dari Chintia memiliki sinar, kekuatan, dan vitalitas yang tidak dapat dimiliki pria tua itu.     

"Bagaimana menurutmu keterampilan memasakku?" tanya Chintia.     

Sean menyuap sesendok kuah rawon. Dagingnya begitu segar dan lezat. Sambil mengangguk-angguk, Sean menjawab, "Sangat enak! Aku belum pernah ke Surabaya. Setelah makan masakanmu, aku jadi ingin pergi berlibur ke sana."     

Chintia tersenyum bahagia. "Boleh! Ada banyak wanita cantik di Surabaya. Selain itu, masakan adik perempuanku lebih enak dari masakanku. Jika kita ke Surabaya, aku akan menyuruhnya memasak untukmu."     

"Oh, ya? Kamu juga punya adik perempuan? Seharusnya sekarang dia sudah besar, kan? Apa dia sudah bekerja?" tanya Sean.     

Chintia mengangguk. "Dia bekerja sebagai pramugari. Postur tubuhnya lebih bagus dibandingkan aku. Apa kamu mau melihat fotonya?"     

Sean melihat senyum menjebak Chintia dan segera tersenyum sambil melambai. "Tidak perlu lihat. Aku hanya tertarik padamu."     

"Hm, hmm.. Pintar juga kamu!" Chintia tertawa.     

Sejenak kemudian, tiba-tiba Chintia berubah serius dan berkata, "Sean, aku ingin meninggalkan Jakarta dan pergi ke Banten. Aku punya seorang teman yang memiliki perusahaan kosmetik. Dulu dia selalu mengundangku ke sana. Sekarang, begitu tahu kalau aku sudah meninggalkan jabatanku di Citra Abadi, dia selalu mengirimiku pesan yang tak terhitung jumlahnya dan memintaku untuk membantunya di sana."     

Chintia melanjutkan, "Kamu juga tahu meskipun Jakarta kota metropolitan, perdagangan di Banten juga tidak kalah bagus dan berkembang. Aku selalu ingin pergi ke sana."     

Sean menyesap kuah rawon, lalu menyeka mulutnya. Dia tahu bahwa Chintia adalah seorang wanita yang ambisius. Jakarta bukan rumahnya dan sejak awal Chintia tidak berencana untuk tinggal di Jakarta selamanya. Sekarang Chintia baru saja mengundurkan diri. Ini kesempatan bagi Chintia untuk pergi ke kota yang lain dan melatih kemampuannya.     

"Jakarta juga tempat yang menyedihkan untukku. Aku juga tidak ingin tetap berada di sini lagi," kata Sean, "Aku akan menemanimu ke Banten!"     

"Benarkah?" Chintia sangat senang, tetapi juga sedikit ragu, "Tapi, pengaruh keluarga Liono di Banten sangat besar. Aku khawatir mereka akan menyuruh seseorang untuk mencari gara-gara denganmu…"     

"Tidak apa-apa. Tangerang adalah kota yang maju dan aman. Mereka tidak akan berani macam-macam," Sean berkata sambil tersenyum, "Lagi pula, dengan kekuatanku, tiga atau lima orang tidak akan bisa menyakitiku."     

Yoga, sebaiknya kamu tidak macam-macam denganku di Banten. Jika tidak, apa yang akan kamu alami tidak hanya masalah ketidaksuburan saja! batin Sean.     

Hari ini Yoga sudah memfitnah Chintia dan membuat orang-orang di seluruh negeri mengira dia adalah wanita yang suka menjalin hubungan dengan orang-orang kaya. Sean belum memberi Yoga pelajaran.     

———     

Seminggu kemudian, sudah waktunya. Sean dan Chintia memasukkan koper ke bagasi, kemudian mengendarai mobil untuk pergi meninggalkan Jakarta. Entah kapan mereka akan kembali sesudah meninggalkan Jakarta kali ini.     

Selamat tinggal, Jakarta!     

Ketika mobil melaju memasuki jalan tol, Chintia mengambil foto dan mengunggahnya sebagai status WhatsApp-nya. Jakarta adalah kota di mana dia telah berjuang selama tujuh tahun. Sekarang, dia akan pergi ke dunia yang lebih luas.     

Setelah sampai di jalan tol, Chintia bertanya pada Sean, "Kamu juga sudah tinggal di Jakarta selama tiga tahun. Apa kamu tidak merasa emosional?"     

Sean menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tidak."     

Sean sudah terbiasa akan perpisahan sejak masih kecil. Setelah pelatihan yang dijalaninya di sini tahun ini selesai, kemungkinan tahun depan dia akan pergi ke negara lain. Sean tidak memiliki perasaan khusus untuk tempat apapun dan hanya terkenang dengan orang-orangnya.     

Kenangan sama seperti bayangan jalan raya di kaca spion. Semakin kamu mencoba menangkapnya, justru semakin menjauh.     

Dalam benak Sean, bayangan mantan istrinya, Giana Wangsa, terus saja muncul. Sangat aneh. Meskipun Giana telah dua kali membuat kesalahan terhadap Sean, apa yang Sean pikirkan bukanlah mengapa Giana tidak memperlakukannya dengan baik, melainkan memori-memori manis dan hangat yang benar-benar sangat sedikit.     

Sean senang karena dirinya telah memilih untuk menceraikan Giana dengan tegas. Jika tidak, seiring berjalannya waktu, dia mungkin akan memaafkan Giana lagi.     

Selamat tinggal, Jakarta!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.