Ingin Kukatakan Sesuatu

Aku adalah Wanita Simpanan!



Aku adalah Wanita Simpanan!

0Sean merasa bahwa pasti sudah terjadi sesuatu pada Chintia setelah terjadi perubahan dalam keluarganya. Kisah ini pasti berliku-liku atau bahkan sangat tragis. Sean siap untuk mendengarkan kejadian yang terjadi sepuluh tahun terakhir ini.     
0

Tanpa disangka, kalimat yang akan diucapkan Chintia berikutnya adalah, "Saat aku berusia 20 tahun, aku pernah menjadi wanita simpanan seseorang selama tiga tahun."     

Tentu saja kalimat ini bagaikan bom nuklir yang meledak mengenai Sean. Dia bahkan tidak sempat bereaksi. Dia kira jika Chintia memang benar-benar memiliki kisah tertentu, Chintia akan menceritakan semuanya panjang lebar sebelum akhirnya memberitahu akhirnya.     

Ini adalah sesuatu yang sulit untuk dibicarakan wanita manapun, tetapi Chintia mengatakannya begitu saja. Sean sontak tertegun dan tidak tahu harus berkata apa.     

Lambat laun, mata Chintia dibanjiri dengan air mata. Dia tetap merokok dan mulai bercerita, "Waktu itu nenekku sakit dan tidak punya uang untuk operasi, adikku ditindas teman-teman sekolahnya, dan aku dikejar-kejar bajingan dari sekolah lain yang setiap hari datang ke sekolahku untuk menggangguku dan memaksaku menjadi pacarnya."     

Chintia melanjutkan, "Aku pernah ingin bunuh diri karena merasa diriku sangat tidak berguna. Kemudian, seorang pria muncul membantuku menyelesaikan semua ini."     

Sean turut mengambil cerutu dan mendengarkan cerita Chintia dalam diam.     

Chintia kembali bercerita, "Pria itu adalah teman ayahku. Putrinya seumuran denganku. Ketika ayahku masih hidup, dia sering datang ke rumah kami untuk minum-minum. Aku selalu menganggapnya sebagai tetua. Aku kira dia membantuku karena merasa kasihan padaku yang masih muda ini."     

Chintia melanjutkan, "Suatu ketika, saat aku berada di dalam mobilnya, dia meremas tanganku dan bertanya apakah aku bersedia untuk bersamanya. Pada saat itulah aku baru tahu kalau dia menyukaiku. Aku ragu-ragu untuk waktu yang sangat lama sebelum akhirnya setuju."     

"Dia sangat kaya dan saat itu sudah masuk dalam kumpulan orang-orang kaya di Surabaya, Aku ingin keluargaku yang masih ada bisa menjalani kehidupan yang sama seperti sebelumnya. Aku juga ingin menjadi pengusaha hebat seperti kedua orang tuaku. Kemudian, aku berhenti sekolah dan mengikutinya setiap hari. Aku pergi ke berbagai negara di dunia, bertemu orang-orang yang berada di dunia bisnis, dan belajar cara berbisnis."     

Ketika Sean mendengar ini, akhirnya dia mengerti mengapa Chintia bisa merebut hati semua orang kaya di Jakarta. Sejak berusia 20 tahun, dia sudah berurusan dengan orang-orang kaya dan tentu saja itu membuatnya mengerti bagaimana cara untuk mengendalikan mereka.     

Chintia kembali melanjutkan, "Aku mengikutinya selama tiga tahun. Ketika aku berusia 23 tahun, aku meninggalkannya dan datang ke Jakarta sendirian. Lambat laun, aku merintis karier dari seorang sekretaris sampai menjadi presdir perusahaan terkemuka seperti sekarang ini. Dalam tujuh tahun terakhir, aku belum pernah melihat pria itu lagi dan juga belum pernah berhubungan dengan pria manapun lagi. Apa kamu percaya?"     

Sean menghela napas. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin merokok dan mengembalikan cerutu itu ke dalam kotak. Sean mengambil rokok Nona Capri milik Chintia di meja ruang tamu dan mengeluarkan sebatang, kemudian menjawab, "Aku percaya!"     

Chintia tidak perlu menipu Sean atau berpura-pura polos tanpa dosa di depan Sean. Dia bukan wanita seperti Giana. Jika dia seperti Giana, dia tidak perlu memberitahu Sean di awal bahwa dirinya pernah menjadi simpanan orang lain. Terlebih lagi, sejak awal sudah ada desas-desus di lingkaran bisnis Jakarta bahwa Chintia adalah wanita yang paling sulit dikejar di Jakarta dan belum ada orang benar-benar berhasil menaklukkannya.     

"Terima kasih," Chintia berkata dengan penuh terima kasih, "Lihat. Aku bukan wanita yang sempurna, kan? Bukan hanya itu, aku mungkin sudah menjadi wanita yang kotor dan murahan di matamu. Kamu pasti membenciku. Sekarang aku yang tidak pantas untukmu."     

Ketika Chintia mengatakan ini, dia menundukkan kepalanya. Sementara, Sean terlihat sangat serba salah. Chintia sangat baik padanya dan Sean tidak akan pernah memandang rendah diri wanita ini hanya karena hal itu.     

Sean pun bangkit dari sofa, berjalan menuju Chintia, dan berkata, "Chintia, aku tidak memandang rendah dirimu. Kamu juga terpaksa melakukannya karena kehidupan. Aku tahu kamu wanita yang ambisius, tapi kamu jadi tidak memiliki siapapun untuk diandalkan setelah orang tuamu meninggal. Di dunia ini, terlalu sulit bagi seorang wanita untuk mencapai hal-hal besar."     

Banyak yang melakukan segala sesuatu demi uang. Untuk mencapai hal-hal besar, seseorang mengkhianati teman, mitra, dan bahkan melakukan hal-hal ilegal dengan cara apapun.     

Seorang wanita tanpa uang atau latar belakang ingin menghasilkan 20 triliun? Ini benar-benar sangat sulit.     

Sean mengeluarkan tisu dan menyeka air mata yang menetes di pipi mulus Chintia.     

Sean tidak ingin membicarakan kesedihan Chintia lagi dan berkata, "Chintia, kamu terjun ke dunia bisnis di usia 20 tahun dan semua yang kamu kenal adalah orang-orang kelas atas. Dalam sepuluh tahun terakhir, pasti kamu bertemu banyak talenta muda yang luar biasa. Aku sendiri lebih muda darimu dan banyak hal yang belum aku capai. Paling-paling aku hanya memiliki kondisi keluarga yang baik, tapi itu dulu. Kenapa kamu menyukaiku?"     

Sean sangat penasaran. Apa sebenarnya yang disukai Chintia darinya? Jika Chintia menyukainya saat dia masih menjadi presiden direktur Grup Citra Abadi, dia masih bisa memahaminya. Bagaimanapun juga, Chintia adalah bawahannya waktu itu. Bawahan akan selalu mengagumi dan menghargai atasan mereka.     

Wanita menyukai pria yang bisa mengendalikannya. Tapi, sekarang Sean bukan apa-apa. Apa jangan-jangan karena Sean tampan? Ini bahkan lebih konyol lagi.     

Penampilan seorang pria adalah hal yang paling diabaikan oleh seorang wanita berusia 30 tahun. Chintia jelas menjadikan penampilan sebagai salah satu persyaratan untuk pendamping hidupnya. Hanya saja, dia tidak mungkin mengutamakan hal ini.     

Chintia memandang Sean. Kabut di matanya tampak menghilang seketika, tergantikan oleh perasaan kasih sayang yang hangat.     

"Sebenarnya ketika aku pertama kali melihatmu, aku langsung merasa kamu sangat berbeda," kata Chintia, "Apa kamu masih Ingat? Saat perjamuan ulang tahun nenek Giana, semua pebisnis di Jakarta ingin memasukkanmu ke daftar hitam. Waktu itu, aku kira kamu hanyalah anak muda yang menyedihkan, sama sepertiku sepuluh tahun yang lalu. Seseorang yang kesepian dan tak berdaya."     

Sean tersenyum. "Jadi, ketika semua tamu memasukkanku ke daftar hitam, itu sebabnya kamu bersedia memberiku kesempatan?"     

Chintia tersenyum dan mengangguk. "Aku dengar Jayanata mengirim preman profesional untuk menghabisimu, tapi kamu mengalahkan mereka. Saat itu, aku tahu bahwa kamu tidak mungkin menantu tidak berguna seperti kata semua orang. Seseorang yang tidak berguna tidak bisa melakukan apapun, sementara kamu setidaknya berhasil dalam hal bertarung."     

Sean berkata dengan malu, "Ini hanya perkelahian saja. Mana bisa disebut berhasil?"     

Chintia menggelengkan kepalanya. "Setelah aku berusia 20 tahun, aku juga belajar taekwondo. Aku tahu jika ingin melakukan sesuatu dengan baik, semuanya membutuhkan kerja keras, keringat, dan ketekunan. Semua itu bukanlah sesuatu yang bisa ditanggung kebanyakan orang. Jadi, aku tahu jika kamu sampai bisa mengalahkan preman profesional, kamu pasti sudah berlatih dengan sangat keras. Kamu bisa bertahan dan melakukan suatu hal dengan baik. Jelas kamu bukan orang yang tidak berguna, melainkan orang yang sangat hebat."     

Pandangan Sean terhadap Chintia kini berbeda. Sean memang berlatih seni bela diri sejak kecil, lalu pergi ke Amerika Serikat untuk berlatih dengan atlet profesional dan pergi ke medan perang untuk melanjutkan pelatihannya. Entah berapa banyak keringat dan bahkan darah yang sudah bercucuran untuk kemampuan yang dimilikinya saat ini.     

"Kamu menyukaiku karena ini?" tanya Sean.     

Chintia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.