Ingin Kukatakan Sesuatu

Hilda Memakan Umpan!



Hilda Memakan Umpan!

0"Wow…" Mike terkejut, tetapi wajahnya sedikit gugup. "Ini... Ini benar-benar seru."     
0

Sean menambahkan, "Ada yang lebih seru. Suaminya akan datang untuk menangkap basah kalian."     

"Jangan... main-main," Mike melontarkan kalimat dalam bahasa Indonesia dengan ketakutan, "Kita sudah berteman baik selama lebih dari sepuluh tahun. Kamu tidak boleh mencelakakanku!"     

Mike jelas ketakutan. Karena jika ini terjadi di Amerika Serikat, sang suami yang pulang ke rumah dan menemukan pria lain di rumahnya pasti akan menodongnya dengan pistol. Bahkan tanpa pistol, setiap keluarga memiliki tongkat bisbol. Dipukul dengan tongkat itu pasti akan sangat menyakitkan.     

"Mike, jangan takut. Orang Indonesia tidak memiliki pistol di rumah," kata Sean, "Suami wanita itu memiliki kepribadian yang baik. Jika dia memergokimu, paling-paling dia hanya akan memegang kepala dan menangis sesenggukan. Dia tidak akan melakukan apapun padamu."     

Mike merasa lega ketika mendengar ini dan bertanya, "Kesalahan apa yang sudah diperbuat laki-laki itu padamu sampai kamu ingin berbuat seperti ini?"     

Mike merasa bahwa melakukan hal itu benar-benar terlalu kejam bagi pria itu.     

Sean menggelengkan kepalanya. "Justru sebaliknya. Dia orang yang sangat baik dan aku menganggapnya sebagai teman. Sebenarnya aku melakukan ini untuk membantunya agar dia bisa melihat wajah istrinya yang sebenarnya!"     

Mike tidak bisa memahami pikiran Sean dan hanya berkata, "Aku agak takut jadi temanmu."     

Sean tahu bahwa mencari seseorang untuk berselingkuh dengan istrinya akan menyakiti orang itu. Tetapi, wanita seperti Hilda sudah berselingkuh berkali-kali dan menyembunyikannya dengan sangat baik sehingga orang yang jujur ​​​​seperti suaminya tidak akan pernah mengetahuinya. Sean tidak tahan melihat Robin ditipu seperti ini lagi.     

Malam itu, Mike yang merupakan konglomerat generasi kedua tidak pergi ke hotel bintang lima, tetapi menginap di hotel murah ini. Mereka menyewa sebuah kamar tipe standar lagi dan membeli selusin kaleng bir, lalu minum anggur di kamar sambil mengenang masa lalu ketika mereka masih muda dan juga keadaan mereka beberapa tahun terakhir.     

———     

Keesokan paginya, Sean menghubungi Andy dan memintanya mengirim seseorang untuk mengikuti Hilda.     

Di pagi hari, Hilda tidak berada di tempat yang tetap. Di sore hari, dia datang ke kafenya.     

Hilda membuka kafe yang bernama Little by Little Cafe ini dan lokasinya di Jalan Senopati Raya. Namun, Hilda jarang datang ke kafenya dan tidak terlalu tertarik dengan bisnis. Lagi pula, keuntungan kafe tidak seberapa dibandingkan dengan bisnis susu formula suaminya. Kafe ini hanya dibuka untuk kesenangannya saja dan kemungkinan untuk menggaet pria tampan.     

Desain interior Little by Little Cafe sangat indah. Bukan bernuansa merah muda yang disukai para gadis, melainkan nuansa yang membuat para pria merasa sangat nyaman.     

Sean menerima pesan dari Andy.     

[Andy]: Tuan Muda, Hilda sekarang ada di Little by Little Cafe.     

[Andy]: Hilda jarang pergi ke kafenya. Setiap datang, dia akan tinggal setidaknya satu jam.     

Sean memandang Mike dan berkata, "Kawan, giliranmu bermain."     

———     

Setelah setengah jam, Mike datang ke Little by Little Cafe mengenakan kemeja putih dan celana panjang. Tidak banyak orang di kafe. Begitu Mike masuk, kedua pelayan di bar hampir melompat terkejut.     

"Lihat, lihat! Orang asing itu terlihat seperti Leonardo DiCaprio!"     

"Aaah! Tinggi dan tampan sekali! Aku harus meminta nomor WhatsApp-nya!"     

Seperti apa bosnya, seperti itu juga pegawainya. Hilda adalah wanita genit, begitu pula pegawainya.     

Hilda yang duduk di sebelah mendengar suara para pelayan itu. Dia mendongak dan melirik ke arah pintu, lalu langsung berbunga-bunga. Setelah itu, dia segera berdiri dan berjalan ke bar untuk menegur kedua pelayan itu.     

"Lihat seperti apa rupa kalian! Pergi dan bersihkan meja lagi."     

Setelah Hilda membubarkan keduanya, dia sendiri menjadi pelayan dan menyambut pria asing tampan itu.     

"Selamat datang. Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Hilda bertanya kepada Mike dalam bahasa Inggris yang terbilang fasih.     

Hilda dan Giana sama-sama bisa berbicara bahasa Inggris dengan baik. Mereka sering pergi ke luar negeri untuk bersenang-senang. Asalkan bukan kosakata bisnis, percakapan dasar tidak menjadi masalah baginya.     

Ketika Mike melihat bahwa dirinya sedang berbicara dengan targetnya, dia segera tersenyum dan berkata, "Oh, kamu bisa berbahasa Inggris! Bagus sekali! Saya ingin secangkir American Mocha."     

Setelah memesan, Mike memuji Hilda, "Oh, Jakarta benar-benar tempat yang indah. Bahkan para pelayan di kafe pun sangat cantik!"     

Hilda yang dipuji karena kecantikannya oleh pria asing tampan pun langsung tersenyum bahagia. Dia tidak menganggap perkataan Mike dibuat-buat karena penampilan Hilda memang lebih sesuai dengan selera orang Eropa dan Amerika.     

Hilda berkata, "Terima kasih atas pujian Anda, Tuan. Sebenarnya saya pemilik kafe ini. Begini saja, secangkir American Mocha ini biar saya yang traktir. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih."     

Mike berkata dengan penuh semangat, "Wah! Benarkah? Tapi, tidak baik menerima sesuatu tanpa memberi imbalan. Kamu sudah mentraktir saya minum kopi. Bukankah saya juga harus melakukan sesuatu untukmu?"     

Hilda tersenyum. Awalnya dia masih memikirkan alasan apa yang harus dicarinya untuk berhubungan lebih lanjut dengan pria asing tampan ini. Tanpa disangka, pria asing ini justru berinisiatif untuk membuat permintaan seperti itu. Bukankah itu sama seperti domba yang masuk ke mulut harimau?     

Hilda memandangi wajah tampan Mike dan tersenyum nakal. "Tentu saja ada banyak hal yang bisa kamu lakukan untukku."     

———     

Malam itu, Sean menerima foto dari Mike yang sudah menyewa kamar dengan Hilda.     

"Cih! Wanita ini benar-benar luar biasa. Bisa-bisanya dia tidur dengan laki-laki asing yang baru pertama kali ditemuinya. Dibandingkan denganmu, Giana masih bisa disebut sebagai wanita yang baik!"     

Sean sangat membenci Hilda. Dia dengan mudahnya mengkhianati pernikahannya karena suaminya pergi melakukan perjalanan bisnis.     

Giana dan Hilda memiliki hubungan yang sangat dekat. Sean tidak berani membayangkan akan bagaimana nasib Giana di bawah pengaruh Hilda. Apakah Giana juga akan menjadi seperti ini di masa depan? pikir Sean. Hanya saja, bahkan jika benar demikian, semua itu sudah tidak ada hubungannya lagi dengan Sean. Orang yang malang itu adalah suami Giana yang berikutnya.     

Mike berhasil menggaet Hilda. Langkah selanjutnya adalah menyuruh Robin kembali dan menangkap basah mereka di tempat. Lebih penting lagi, Sean ingin Robin memiliki bukti agar bisa mengusir orang yang bersalah ini keluar dari rumah. Hanya dengan cara ini tujuan balas dendam Sean dapat tercapai.     

Sean pun mengirim pesan WhatsApp pada Robin. Sekarang Sean bukan lagi seorang presiden direktur, jadi Robin baru membalas pesannya sesudah setengah jam kemudian.     

[Sean]: Kamu punya waktu untuk mengobrol?     

[Robin]: Sekarang saya cukup sibuk. Nanti saya akan menghubungi Anda.     

Sean menunggu setengah jam lagi sebelum Robin akhirnya menelepon. Robin bertanya dengan sopan, "Presdir Sean, ada apa mencari saya?".     

Sean berkata, "Aku sudah bukan presdir lagi. Kamu bisa memanggil namaku saja."     

Robin berkata sambil tersenyum, "Haha! Aku dengar meskipun kamu sudah mengundurkan diri sebagai presdir, manajemen senior Grup Citra Abadi masih sangat menghormatimu, terutama Chintia Yandra. Presdir Chintia yang memiliki hubungan baik denganmu. Jika ada kesempatan, kamu bisa mengatur agar aku bisa bertemu Presdir Chintia, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.