Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia Mengungkapkan Perasaannya!



Chintia Mengungkapkan Perasaannya!

0Dari kata-kata Robin, Sean tahu bahwa Robin yang merupakan seorang pengusaha tidak memiliki sesuatu untuk dibicarakan dengannya. Namun, dia ingin berkenalan dengan Chintia melalui Sean.     
0

"Tidak masalah," kata Sean, "Kapan kamu kembali ke Jakarta? Aku akan mengundangmu untuk makan malam bersama Presdir Yandra."     

"Tunggu sebentar. Biar kulihat dulu," jawab Robin dari seberang telepon, "Paling cepat aku baru bisa kembali besok lusa."     

"Kak Robin, bisakah kamu jangan memberitahu istrimu tentang kepulanganmu ke Jakarta?"     

Robin bertanya-tanya, "Kenapa? Setiap kali pulang dari perjalanan bisnis, aku selalu harus melapor pada istriku terlebih dahulu. Kalau tidak, dia akan kesal. Istriku sangat mencintaiku. Dia selalu menjemputku di bandara dan stasiun kereta api. Dia bilang dia paling menyukai perasaan menyambut suaminya pulang ke rumah."     

Sean mencibir dalam hati, Robin… Robin… Dasar bodoh. Kamu sudah ditipu selama bertahun-tahun, tapi kamu masih tidak tahu juga! Memangnya untuk apa istrimu memintamu untuk memberitahunya terlebih dahulu? Itu karena dia punya laki-laki lain di Jakarta! Dia takut kamu akan memergoki mereka!     

Tepat pada saat ini, Sean teringat akan dirinya di masa lalu. Apakah jangan-jangan dia juga seperti Robin sekarang ini yang begitu bodoh? Meskipun telah dikhianati, Sean tetap percaya bahwa istrinya mencintainya. Dia sendiri bekerja keras mencari uang untuk menghidupi keluarga, sementara istrinya bersenang-senang di luar sana.     

Sean berkata, "Jadi begini. Aku memiliki satu set kotak parfum Baccarat yang baru saja dirilis beberapa hari yang lalu dan belum tersedia di Indonesia. Aku tahu Hilda sangat menyukai parfum Baccarat dan juga suka mengadakan pesta koktail. Dia pasti akan menyukai set kotak hadiah Baccarat ini. Kamu bisa membawanya pulang untuk memberinya kejutan. Dia pasti akan sangat senang."     

Sebenarnya, Robin sudah lama berpikir untuk memberikan kejutan untuk istrinya. Robin berpikir sejenak dan berkata, "Sean, kawanku, kamu begitu perhatian hingga memberiku hadiah seperti ini. Apakah kamu sedang membutuhkan bantuanku? Sebenarnya kita sudah saling mengenal selama tiga tahun. Kamu tidak perlu sungkan. Aku tidak akan meremehkanmu hanya karena kamu bukan presdir lagi sekarang. Aku, Robin Saputro, tidak sesombong itu."     

Sean tersenyum. "Mengenai hal lainnya, kita bicarakan lagi saat bertemu besok lusa."     

———     

Keesokan lusanya, Robin terbang ke Bandara Soekarno-Hatta tanpa memberitahu Hilda. Dari bandara, dia langsung menuju Haidilao untuk makan hot pot. Sementara, Sean dan Chintia sudah menunggu di dalam sebuah ruang pribadi.     

"Terima kasih, Chintia, karena sudah bersedia keluar untuk makan bersamaku dan Robin."     

Sean secara khusus mengundang Chintia karena dengan posisinya sekarang, dia sendiri tidak bisa mengundang Robin sendirian.     

Hari ini Chintia mengenakan kaos putih yang sangat biasa yang sepertinya dibeli di H&M, celana pendek, dan flat shoes. Tampilannya seperti remaja berusia belasan tahun. Kini dia tidak terlihat berwibawa dan mendominasi seperti sebelumnya.     

Chintia sengaja berpakaian seperti ini karena tidak ingin membuat tuan rumah merasa rendah diri. Jika Chintia yang lebih tua dari Sean dan juga seorang presiden direktur ini berpakaian seperti biasanya, Sean hanya akan terlihat tidak berarti di mata Robin. Dengan penampilannya seperti saat ini, Chintia terlihat seperti pacar Sean.     

Chintia menyesap teh dan berkata sambil tersenyum, "Makan dengan siapapun, tetap saja makan. Kamu mentraktirku makan seperti ini. Aku tetap harus berterima kasih padamu."     

Sean semakin merasa bahwa Chintia adalah wanita yang sangat baik. Bagaimanapun juga, dia sudah bukanlah seorang presiden direktur. Masih bisa mengundang Chintia untuk makan seperti ini benar-benar bukan sesuatu yang mudah.     

Sean mengisi cangkir teh Chintia dan bertanya, "Aku dengar Yoga mulai menyerang Citra Abadi lagi?"     

Chintia mengangguk. "Ya. Entah apa yang salah dengan bajingan itu! Jelas-jelas sudah berhenti, tapi sekarang malah mencari gara-gara lagi. Aku tidak tahu berapa miliar yang sudah dihabiskannya. Keluarga Liono juga keterlaluan. Meskipun punya banyak uang, apa bisa disia-siakan seperti ini? Memangnya apa yang bisa didapat dari melakukan semua ini?"     

Sean tahu bahwa kegilaan Yoga ini ada hubungannya dengan dirinya. Sean membuat Yoga tidak akan bisa memiliki anak seumur hidupnya. Karena sementara waktu dia tidak bisa melakukan apapun pada Sean, dia pun melampiaskannya pada Chintia.     

Sean berkata dengan merasa bersalah, "Ini semua salahku. Jika bukan karena aku, dia tidak akan menyerang perusahaanmu."     

Chintia meletakkan tangannya yang ramping di punggung tangan Sean dan berkata, "Jangan bicara begitu, Sean. Jika kamu tidak memohon pada Tuan Fairus, aku juga tidak akan menjadi presdir Citra Abadi sekarang. Sebenarnya aku sudah memikirkan rencana terburuk. Jika Citra Abadi bangkrut karena keluarga Liono, aku akan pergi ke Banten. Sekarang di Banten ada banyak perusahaan terkemuka yang ingin merekrutku."     

Chintia memiliki ambisi besar dalam dunia bisnis, jadi tentu saja perusahaan kecil tidak akan bisa memuaskannya. Banten memiliki banyak perusahaan internasional yang terkenal.     

Melihat Sean merasa sangat bersalah, Chintia tidak ingin membicarakan topik ini lagi. Dia pun mengubah topik pembicaraan dan berkata, "Sean, apa istri Robin benar-benar selingkuh? Apakah kamu akan memberitahunya secara langsung?"     

Tidak ada rahasia antara Sean dan Chintia. Sebelum datang, dia sudah memberitahunya tentang hal itu.     

Sean menjawab, "Aku tidak ingin dia terus berada dalam kegelapan dan tidak tahu apa-apa. Aku sudah menderita karena hal seperti itu. Ini terlalu tidak adil bagi seorang pria yang sudah bekerja keras mencari uang untuk menghidupi keluarganya."     

Chintia tidak tahan untuk tidak mengeluarkan rokok Nona Capri dan meletakkannya di antara jari-jarinya yang ramping namun kuat.     

"Tidak heran Giana dan Hilda memiliki hubungan yang begitu baik. Ternyata mereka adalah orang yang sama. Meski aku juga seorang wanita, aku membenci wanita yang seperti itu," kata Chintia, "Kalau itu aku, lebih baik aku tidak menikah. Jika aku menikah, aku tidak akan pernah mengkhianati pernikahanku. Jika aku tidak mencintai suamiku lagi, aku akan langsung mengajukan cerai."     

Mendengar kata-kata Chintia, Sean memandang Chintia dengan kagum dan berkata, "Jika Giana memiliki setengah saja dari kesetiaanmu, aku tidak akan berada di sini hari ini."     

Chintia meletakkan rokoknya dan berkata dengan lembut, "Kadang-kadang kamu tidak boleh selalu terobsesi pada barang atau orang yang menawan dan cantik. Terkadang kamu juga harus bisa mempertimbangkan orang-orang di sekitarmu dan melihat sekeliling."     

Tanpa diduga, Chintia berkata, "Sean, aku sudah berada di sisimu sejak perceraian pertamamu. Aku mencoba sebisa mungkin mendekatimu dan ingin memanfaatkan celah dalam hubunganmu, tapi kamu menutup pintu hatimu dengan erat dan tidak meninggalkan sedikit pun celah untukku."     

"Apa kamu ingat ketika kamu mengajakku ke konser Dewa Musik? Waktu itu aku merasa senang seharian. Pagi itu, entah berapa kali aku berganti pakaian sebelum kemudian merias wajah selama berjam-jam," Chintia bercerita.     

"Aku kira kamu akhirnya merasakan cintaku padamu. Tapi, ketika aku masuk dan melihat Giana, aku tahu kamu mengundangku karena kamu ingin bertemu dengannya. Aku melihatmu memainkan piano dan bernyanyi dengan sedih di depan puluhan ribu orang untuknya. Aku juga melihatmu menangis untuknya. Tahukah kamu bagaimana perasaanku?"     

Sean benar-benar bodoh. Dia tidak menyangka Chintia akan memberitahukan ini semua padanya saat ini.     

"Sean, aku menyukaimu. Apa kamu tahu?" Chintia menatap mata Sean dengan penuh kasih sayang. Suaranya terdengar begitu lembut dan menyenangkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.