Ingin Kukatakan Sesuatu

Suami Bodoh yang Tidak Tahu Apa-apa!



Suami Bodoh yang Tidak Tahu Apa-apa!

0Sean tercengang. Dia mengira ini hanyalah makan malam biasa. Bagaimanapun juga, Sean tidak pernah berpikir bahwa Chintia akan menyatakan perasaannya di sini pada saat ini.     
0

Chintia menyukai Sean dan Sean bukan orang bodoh. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari perasaan Chintia padanya dalam waktu selama ini? Namun, perasaan orang dewasa berbeda dengan perasaan anak-anak sekolahan. Apalagi setelah memasuki dan memiliki kedudukan tertentu di kehidupan yang sesungguhnya.     

Mengucapkan kalimat 'Aku suka padamu' benar-benar bukanlah hal yang mudah bagi seorang wanita berusia 30 tahun.     

Siapa yang tidak tahu bahwa Chintia sudah bertahun-tahun berkutat di kalangan bisnis Jakarta dan selalu menganggap pria sebagai mainan? Mana pernah dia berpacaran dan dengan lelaki mana? Bagaimana mungkin dia akan merendahkan status yang dimilikinya dan menyatakan perasaan pada seorang pria terlebih dahulu?     

Sean sangat tersentuh. Hanya saja, ketika dia melihat Chintia yang bisa memamerkan postur tubuhnya yang indah hanya dengan mengenakan kaos biasa, pikiran lain muncul di benaknya.     

Apa jangan-jangan Chintia seperti Yuana? Apa dia juga sudah menebak bahwa dikeluarkannya aku dari keluarga besarku hanyalah sandiwara? Apa jangan-jangan tujuannya hanyalah untuk mendapatkan harta warisan keluarga Yuwono kami?     

Jika Sean adalah dirinya tiga tahun lalu… Tidak, bahkan dirinya setahun lalu…     

Saat bertemu dengan seorang wanita yang sangat mengaguminya dan sangat baik seperti ini, Sean mungkin akan langsung mencium Chintia tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Namun, sekarang setelah mengalami berbagai hal dengan seorang wanita yang tinggi hati seperti Giana, Sean menjadi tidak polos lagi.     

Sean sekarang berpikir bahwa semua wanita di Indonesia terlalu mencintai uang. Entah itu dari keluarga kaya atau bahkan miskin sekalipun.     

Para wanita cantik dan kaya raya tidak kekurangan uang. Saat menjalin cinta pun mereka juga tidak akan peduli pasangannya memiliki uang atau tidak. Hanya saja, saat waktunya menikah, mereka semua pasti akan mencari orang yang tepat. Sedangkan, para wanita dari keluarga miskin ingin mengubah nasib mereka dengan menikahi pria kaya.     

Chintia lebih tua dari Giana dan telah berada di dunia kerja selama bertahun-tahun lebih lama dari Giana. Dalam hal cara berpikir dan trik yang dimilikinya, setidaknya Chintia akan beberapa tingkat lebih hebat dari Giana. Seorang wanita seperti Giana bahkan bisa menipu Sean di bawah bimbingan Hilda. Jika Chintia ingin menipu Sean, itu tentu akan lebih mudah.     

Sean tidak bisa menebak Chintia. Dia tidak tahu apakah Chintia benar-benar menyukainya atau hanya berpura-pura.     

"Chintia…" Sean memegang tangan Chintia dan hendak mengatakan sesuatu.     

Pada saat ini, Robin yang terlambat tiba-tiba datang dengan tergesa-gesa dan berseru, "Astaga… Maaf, maaf! Maaf sudah membuat Presdir Chintia dan Sean menunggu lama!"     

Robin berjalan masuk. Dia adalah seorang pria gemuk berkepala bulat dan berkacamata dengan tinggi sekitar 175 cm dan berat lebih dari 80 kg. Dia adalah tipe teman berbadan gemuk dan konyol yang dimiliki setiap orang di sekitar mereka.     

Robin datang membawa sebotol anggur. Setelah duduk, dia menyadari ada lima piring sayuran hijau di atas meja yaitu kubis, selada, sayur krisan, lobak, dan daun ketumbar.     

"Kenapa hanya memesan sayuran hijau?" tanya Robin dengan sedikit penasaran, "Pesan daging! Daging sapi adalah menu unggulan tempat ini!"     

"Semua sapi berusia 3 atau 4 tahun dipilih dan diangkut dengan kereta api ke rumah jagal di Jakarta. Setelah disembelih, dagingnya dikirim ke restoran ini dalam waktu 3 jam," terang Robin dengan antusias, "Program TV 'Demen Makan' dan 'Wisata Kuliner' juga pernah datang ke sini. Hari ini biar aku yang traktir! Kalian tidak perlu sungkan! Pelayan!"     

Robin memanggil pelayan dan memesan banyak hidangan. Setelah itu, dia membuka botol anggur yang dibawanya dan menuangkannya untuk Chintia dan Sean.     

"Presdir Chintia, saya sudah lama ingin bertemu Anda. Berkat Sean, akhirnya saya bisa bertemu dengan Anda hari ini," kata Robin, "Presdir Chintia, Anda masih sangat muda. Ketika saya memasuki pintu, saya pikir Anda adik perempuan Sean!"     

Meskipun Robin orang yang apa adanya, bagaimanapun juga dia seorang pebisnis. Dia mengunjungi banyak tempat dan bertemu dengan banyak orang sehingga mulutnya terus berbicara tanpa henti.     

Chintia yang dipuji karena tampak muda pun menjadi sangat senang. "Bos Robin, Anda benar-benar pandai berbicara. Saya khawatir karena berpakaian seperti ini, Anda akan mengira saya sok muda."     

Setelah Robin mengisi gelas Chintia dengan anggur, dia juga menuangkannya untuk Sean, tetapi Sean mengambil alih anggur itu. Dia tahu bahwa Robin sedikit memandang rendah dirinya sekarang. Tentunya bos besar dengan harta ratusan miliar akan merasa tidak nyaman menuangkan anggur untuk orang miskin.     

"Biar saya sendiri," kata Sean sambil mengambil anggur itu dari Robin.     

Robin tidak memaksa dan tersenyum. Kemudian, dia beralih pada Chintia lagi, "Presdir Chintia terlalu rendah hati. Jika Anda berjalan di taman kampus, pasti banyak anak laki-laki datang untuk bertanya Anda dari kelas mana."     

Sean menuangkan anggur, lalu menyerahkan anggur itu pada Robin dan berkata, "Wanita lajang tidak menua. Aku dengar Kak Robin juga laki-laki idaman sebelum menikah?"     

Robin tertawa dan berkata, "Lumayan. Saat itu aku tidak begitu gemuk. Sekarang aku sudah hampir 200 kilo. Hah…."     

Chintia bertanya, "Apakah istrimu keberatan dengan postur tubuhmu?"     

Robin menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Istriku tidak memedulikan hal semacam ini. Dia tidak memiliki persyaratan khusus untuk penampilan dan tubuh laki-laki. Dia juga bilang padaku bahwa bisa makan adalah berkah. Dia bahkan bilang jika aku tidak ingin menurunkan berat badanku, maka aku tidak perlu melakukannya."     

Sean dan Chintia tidak bisa mengatakan apapun. Jika Hilda tidak memedulikan penampilan pasangannya, tidak akan ada wanita di dunia ini yang memedulikan penampilan pasangannya.     

Pelayan menghidangkan daging dan hidangan lainnya dengan sangat cepat. Pada saat ini, Sean juga menyerahkan kotak parfum Baccarat pada Robin.     

"Kotak parfum Baccarat ini sangat berbeda dengan yang lainnya. Di dalamnya terdapat dua gelas koktail yang dapat dijadikan koleksi seni. Nilai masing-masing gelas ini adalah 9 digit."     

Robin menerima kotak parfum Baccarat tersebut dengan sangat senang. "Koneksi Sean benar-benar membuat iri! Aku sudah lama ingin mendapatkan satu set parfum ini untuk istriku, tapi yang ada hanyalah yang biasa. Bolehkah aku membuka dan melihatnya?"     

Robin tampaknya meragukan kemampuan Sean yang sekarang. Dia khawatir barang yang diberikan Sean ini hanyalah barang biasa senilai beberapa ratus ribu dan Hilda pasti akan kecewa ketika melihatnya.     

"Tentu saja. Terserah Kak Robin saja," Sean mempersilakan. Lagi pula, dia sudah memberikan barang ini pada Robin.     

Setelah Robin membukanya, dia memegang gelas koktail itu dengan hati-hati dan sangat gembira.     

"Ini benar-benar sebuah karya seni! Transparansi dan perasaan saat memegangnya… Ck, ck, ck! Aku sudah bisa membayangkan mengisi gelas ini dengan martini biru. Istriku pasti akan sangat menyukainya!"     

Begitu Sean melihat ekspresi bahagia Robin, dia teringat akan masa lalu saat memilih hadiah untuk Giana dengan suasana hati yang sama senangnya seperti itu.     

"Bos Robin sangat mencintai istri Anda rupanya!" kata Chintia.     

"Tentu saja!" jawab Robin, "Saya selalu berusaha sebaik mungkin menghasilkan uang hanya demi istriku, Hilda Sukirman. Presdir Chintia mungkin tidak paham, tapi semestinya Sean bisa memahami saya. Teman Hilda, seperti Giana Wangsa, semuanya sangat kaya raya. Semuanya memiliki kekayaan sejumlah puluhan bahkan ratusan triliun."     

"Sementara, saya bukan pebisnis yang andal. Sesudah bertahun-tahun bekerja keras, aset saya hanya mencapai beberapa ratus miliar saja," lanjut Robin, "Saya harus bekerja keras untuk menghasilkan uang. Jika saya menjadi seperti Presdir Chintia di masa depan, istri saya akan bisa membanggakan dirinya di depan teman-temannya."     

Chintia terkekeh. Pria bodoh ini bekerja keras di luar untuk menghasilkan uang, tetapi dia tidak tahu apa yang dilakukan istrinya di rumah.     

Chintia mengambil gelas anggurnya dan berkata, "Bos Robin, saya akan bersulang untuk Anda. Anda seorang pria yang baik. Tapi, jika itu saya, saya tidak akan membiarkan suami saya berjuang di luar sendirian, lalu hanya bersembunyi di rumah dan menjadi ibu rumah tangga. Karier harus diperjuangkan oleh suami dan istri bersama-sama."     

Sean turut mengambil gelas anggur dan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melirik Chintia. Entah apakah kata-kata Chintia ini ditujukan untuk Sean atau tidak.     

Robin mengambil gelas anggurnya dan berkata, "Saya juga tidak berharap Hilda membantu saya. Bisnis susu formula terlalu sulit. Saya hanya berharap dia bisa memberi saya anak. Hah…"     

Mendengar Robin membicarakan hal ini, Sean menghela napas, lalu menyesap anggurnya dan bertanya, "Apakah Hilda tidak mau melahirkan seorang anak untukmu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.