Ingin Kukatakan Sesuatu

Apa Kalian sudah Yakin Ingin Bercerai?



Apa Kalian sudah Yakin Ingin Bercerai?

0Giana terbaring di lantai, menutupi wajahnya dengan satu tangan, dan melindungi perutnya dengan tangan lainnya. Tangisnya seketika pecah.     
0

"Kamu memukulku? Berani-beraninya kamu memukulku? Selama tiga tahun menikah, kamu tidak pernah memukulku. Kamu bahkan tidak semarah ini saat perselingkuhanku dengan Cahyadi waktu itu, tapi sekarang berani memukulku?" kata Giana tak percaya, "Sean, kamu bukan laki-laki! Kamu bajingan! Keparat! Binatang!"     

Sean memang tidak pernah memukul Giana. Dia mencintainya.     

Sebelumnya Sean bahkan merasa sangat tertekan ketika melihat Chintia menampar Giana. Dia sampai memberitahu Chintia untuk jangan menampar Giana lagi di masa depan.     

Melihat Giana melindungi perutnya, tiba-tiba Sean tersadar bahwa Giana sama sekali tidak menggugurkan anaknya. Tadi dia hanya mengatakannya karena marah dan sengaja ingin membuat Sean marah.     

Sean buru-buru membungkuk untuk membantu Giana berdiri dan bertanya, "Anak kita… Kamu tidak menggugurkannya?"     

Giana mendorong Sean menjauh dan berteriak, "Meskipun aku belum menggugurkannya sekarang, aku akan menggugurkannya sesudah bercerai darimu! Aku juga tidak takut untuk memberitahumu bahwa aku punya pria lain di luar! Dia mau aku menggugurkan anakmu. Sesudah itu, dia akan menikahiku."     

Giana melanjutkan, "Kamu kira aku ingin menggugurkannya? Kamu tahu betapa berbahayanya menggugurkan anak bagi seorang wanita? Mungkin aku tidak akan bisa hamil lagi. Jika aku ingin punya anak lagi nanti, kemungkinan untuk mengalami keguguran dan kelahiran prematur akan sangat tinggi!"     

"Apalagi, kehidupan kecil ini adalah buah cintaku denganmu! Bagaimanapun juga, kita sudah saling mencintai selama tiga tahun! Kamu kira aku tega melakukannya?" kata Giana sambil menangis sesenggukan.     

Sean menggertakkan giginya dengan begitu marah dan berpikir, Ternyata Yoga si binatang itu yang ingin membunuh anakku yang belum lahir!     

Terlepas dari bagaimana hubungan antara Sean dan Giana, anak itu tidak bersalah. Kakek Sean juga menjelaskan padanya bahwa jika itu memang anak dari keluarga Yuwono, anak itu harus dipertahankan.     

Tidak ada yang bisa menebak kapan kesialan dan keberuntungan akan mendatangi seseorang, karena tidak ada satu orang pun tahu apa yang akan terjadi di masa depan.     

Sean mengambil beberapa lembar tisu dari atas kepala tempat tidur dan menyerahkannya pada Giana sambil berkata, "Giana, aku sarankan padamu agar tidak terlalu naif! Harta warisan keluarga besar tidak akan begitu mudah didapatkan! Jangan berpikir kamu akan bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan membunuh anak kita!"     

"Jika kamu bisa bertemu dengan bos asing seperti pemilik Facebook, mungkin kamu bisa menjadi istri triliuner! Tapi, menjadi menantu di sebuah keluarga besar di Indonesia tidak ada bedanya dengan menjadi mesin penghasil anak saja!" kata Sean lagi.     

Tak hanya sampai di sana, Sean melanjutkan, "Jangan kira dengan memiliki anak, kamu bisa memainkan peran penting dalam perusahaan keluarga. Meskipun kamu melahirkan anak, anak itu juga akan dibesarkan dengan disiplin oleh keluarga besarnya dan setelah tumbuh dewasa, mereka juga tidak akan memiliki hubungan yang dekat denganmu."     

"Jangan selalu berpikir bahwa karena kamu cantik, maka kamu bisa menukar kecantikanmu itu dengan kekayaan!" tukas Sean.     

Giana mengambil tisu itu dan melemparkannya ke arah Sean.     

"Tidak usah menasehatiku! Dasar bajingan! Berselingkuh saat istrimu sedang mengandung! Kamu memang tidak tahu malu! Keluar dari rumahku! Aku akan menceraikanmu sekarang juga! Aku tidak ingin melihatmu lagi!" bentak Giana.     

Meskipun kata-kata Sean barusan diucapkannya karena sedang marah, dia memang ingin memberi nasehat pada Giana. Namun, Giana tidak mau mendengarkan dan tetap bersikeras percaya bahwa Yoga benar-benar akan menikahinya dan memberinya harta warisan ratusan triliun itu. Jika saat itu tiba, Giana hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri dan tidak bisa menyalahkan orang lain.     

"Oke. Aku sudah berjanji pada Nenek Wanda untuk tidak menceraikanmu, kecuali kamu sendiri yang berinisiatif untuk mengajukan perceraian," kata Sean, "Hari ini aku tetap tidak mengingkari janjiku!"     

Pernikahan yang salah ini akhirnya akan segera berakhir.     

Keduanya mengeluarkan kartu identitas dan dokumen lainnya, lalu turun bersama. Sean melajukan mobilnya dengan cepat dan tiba di Pengadilan Negeri.     

Setelah masuk, Giana masih saja menangis dengan sedih. Sepertinya hari ini adalah tanggal yang baik sehingga banyak pasangan yang ingin mengajukan perceraian di Pengadilan Negeri.     

Melihat seorang wanita cantik seperti Giana dengan mata sembab dan terlihat menyedihkan, seorang wanita paruh baya berusia empat puluh tahun menghampirinya dan bertanya, "Dik, kenapa kamu bercerai? Apakah suamimu juga selingkuh?"     

Giana mengangguk sambil menyeka air matanya dengan tisu. Wanita paruh baya yang agak gemuk itu pun menjadi marah.     

"Semua laki-laki memang sama saja! Tidak ada laki-laki yang baik di dunia ini!" maki wanita paruh baya itu, "Dik, aku juga sama sepertimu. Aku memergoki si berengsek itu berselingkuh. Apa yang kamu lakukan sudah benar. Dalam situasi seperti ini, kamu harus menceraikannya dengan tegas! Atas dasar apa kita harus memaafkan laki-laki yang berselingkuh?!"     

Wanita paruh baya itu berkata lagi, "Tapi, Dik, aku tidak mengerti. Aku bisa mengerti jika suamiku berselingkuh dengan seorang mahasiswi. Bagaimanapun juga, aku sudah tua dan tidak bisa dibandingkan dengan gadis-gadis muda itu. Tapi, kamu begitu cantik. Kenapa suamimu berselingkuh? Apa dia buta?"     

Giana memelototi Sean, kemudian segera menjawab, "Semua laki-laki sama saja! Mereka selalu menginginkan apa yang mereka belum miliki!"     

"Giana, cukup! Sebenarnya siapa di antara kita yang selingkuh terlebih dulu?!"     

Sean sudah tidak tahan lagi. Awalnya dia ingin segera menyelesaikan prosedur perceraian dengan damai. Bagaimanapun juga, mereka sudah menjalin hubungan suami-istri selama tiga tahun. Selain itu, sekarang mereka juga sudah memiliki anak.     

Meskipun tidak bisa menjadi pasangan suami istri, setidaknya mereka masih bisa berteman.     

Giana jelas-jelas sudah melakukan kesalahan terlebih dahulu, tetapi sekarang dia berpura-pura menjadi satu-satunya korban. Bahkan jika apa yang dilakukan Sean dan Yuana bukanlah sandiwara, Giana juga tidak berhak memaki Sean seperti ini.     

Giana berkata, "Setelah rujuk, aku berani bersumpah bahwa aku tidak pernah berselingkuh! Ternyata kamu sengaja berselingkuh setelah rujuk untuk membalasku, kan? Kalau kamu memang begitu keberatan dengan perselingkuhanku waktu itu, kenapa dulu kamu mau rujuk denganku?!"     

"Selain itu, kamu bahkan tidur dengan adik sepupuku! Kamu benar-benar tidak tahu malu!" Giana berbicara dengan sangat keras, seolah-olah ingin semua orang yang ada di sana mendengar dan mengetahui kesalahan Sean.     

Setelah mendengar ini, wanita paruh baya itu menghampiri Sean dan berteriak dengan keras, "Dasar keparat! Sebelum menikah, dia bebas melakukan apapun! Lagi pula, sesudah menikah, dia juga tidak pernah melakukan sesuatu yang bersalah terhadapmu! Tapi, bisa-bisanya kamu masih tidur dengan adik sepupunya? Bajingan sepertimu harusnya dikebiri saja!"     

"Benar, benar, benar! Laki-laki ini benar-benar bajingan!"     

Selain wanita paruh baya ini, para wanita lain yang ingin mengajukan perceraian turut datang dan berdiri di sisi Giana untuk menghiburnya.     

Sean tidak ingin berdebat dengan wanita paruh baya ini. Dia juga memang tidak bisa berdebat dengannya.     

Biarkan saja orang mau memandang bagaimana! Jika dengan menjadi bajingan aku bisa bercerai dengan Giana, maka orang yang disebut sebagai bajingan ini bersedia mengakuinya!     

Sean mengambil ponsel dan menghubungi Kepala Pengadilan Negeri, Juanda Cipta. Juanda sudah pernah menghubungi Sean sebelumnya, jadi dia masih menyimpan nomornya.     

"Halo, Pak Juanda? Apakah sekarang Pak Juanda berada di Pengadilan Negeri? Saya dan istri saya ingin bercerai. Kami sudah tiba di Pengadilan Negeri."     

Dalam waktu kurang dari semenit, seorang pria paruh baya berambut pendek dan berkemeja motif pun datang.     

"Halo, Tuan Sean, Nona Giana. Saya Juanda Cipta," Juanda berinisiatif untuk memperkenalkan dirinya dan meminta maaf kepada keduanya, "Saya benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya. Pegawai yang memalsukan akta cerai sudah saya pecat. Maaf sudah menunda perceraian kalian sampai begitu lama."     

Juanda melanjutkan, "Ketika saya lihat kalian berdua tidak kunjung datang, saya kira kalian sudah rujuk kembali. Jika memang begitu, saya ikut bahagia untuk kalian. Bagaimanapun juga, terkadang perceraian adalah tindakan impulsif sesaat. Mohon jangan menyalahkan saya karena menanyakan satu pertanyaan lagi. Apa kalian yakin dan pasti ingin bercerai?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.