Ingin Kukatakan Sesuatu

Cahyadi Kembali ke Jakarta!



Cahyadi Kembali ke Jakarta!

0Faktanya, Giana memang tidak pernah menyukai Cahyadi. Sejak awal, dia bersama Cahyadi hanya karena pria itu lebih kaya dari Sean saja waktu itu.     
0

Bagaimanapun, apa yang dikatakan Cahyadi juga tidak salah. Siapa pun yang dinikahi Giana memang sial.     

Giana awalnya menikah dengan Sean, tetapi selingkuh di belakangnya. Setelah itu, dia menikahi Cahyadi. Kemudian, keluarga Cahyadi yang awalnya merupakan keluarga kalangan atas menjadi bangkrut dengan begitu cepat. Begitu Giana kembali menikah dengan Sean, Sean berubah dari seorang presiden direktur menjadi seorang gelandangan miskin.     

Jadi, tidak ada yang salah jika menyebut Giana sebagai wanita pembawa sial.     

Cahyadi berkata dengan kejam, "Giana, aku tanya padamu, apakah Sean benar-benar dikeluarkan dari keluarga besarnya? Dia tidak sedang bersandiwara, kan? Bagaimanapun juga, suamimu benar-benar ahli berpura-pura menjadi orang miskin!"     

Giana tahu bahwa Cahyadi ingin membalas dendam pada Sean. Dia pun buru-buru berkata, "Kali ini memang benar. Visa kami sudah dibatalkan. Karena itu, aku menghubungimu untuk memberitahu kalau kamu sudah bisa kembali ke Jakarta."     

"Aku tahu kamu takut para mafia Jakarta akan mengganggumu karena insiden sebelumnya di Hotel Raffles, jadi kamu melarikan diri ke Banten dan tidak pernah berani kembali. Tapi, orang tuamu di Jakarta dan sudah lama tidak bertemu denganmu. Mereka pasti sangat merindukanmu," kata Giana lagi.     

Cahyadi tidak berani kembali ke Jakarta untuk waktu yang lama karena takut para anak buah gelap Sean akan mengganggunya. Mengenai hal ini, Giana sangat memahaminya.     

"Jika kamu tidak berani datang, kamu bisa bertanya pada temanmu apakah John, Andy, dan yang lainnya masih bekerja untuk Sean," Giana mengingatkan.     

Giana adalah seorang wanita baik-baik dan hanya mengenal orang-orang yang benar. Setidaknya, dalam hal status, dia sama sekali tidak mengenal para bajingan itu. Karena itu, Giana ingin menggunakan Cahyadi untuk menyelidiki apakah John dan Andy masih menjadi bawahan Sean. Jika masih, itu membuktikan bahwa pengusiran Sean dari keluarga besarnya adalah palsu.     

Saat Andy datang ke Grup Citra Abadi sebelum ini, sikapnya sudah tidak sama lagi. Giana pun sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.     

Cahyadi mendengus dingin. "Aku tidak bodoh, jadi kamu tidak perlu mengingatkanku. Aku akan mencari tahu dengan jelas terlebih dahulu, baru aku akan pergi ke sana. Jika suamimu memang sudah tidak memiliki pengikut… Haha! Kamu tunggu saja mayat suamimu!"     

"Hei! Jangan macam-macam! Halo...:" Giana memekik dengan panik, tetapi Cahyadi sudah menutup telepon.     

Di luar pintu, Sean mengerutkan keningnya dan segera mengirim pesan WhatsApp ke Andy. Andy membalas hampir dalam hitungan detik.     

[Sean]: Jangan sentuh Cahyadi dan Yoga dulu.     

[Andy]: Siap, Tuan Muda!     

Tentu saja Fairus dan Andy masih bekerja untuk Sean. Apa yang mereka lakukan sebelumnya di Citra Abadi hanyalah sandiwara.     

Ctak!     

Giana mematikan lampu dan pergi tidur. Sean pun diam-diam kembali tidur tertelungkup di meja bar.     

———     

Keesokan harinya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Sean yang sedang setengah mabuk dan setengah sadar merasa seseorang menepuk-nepuk wajahnya.     

"Suami… Suami…"     

Barusan Sean benar-benar tertidur. Dia membuka matanya dan lagi-lagi melihat wajah yang masih saja cantik itu.     

Setelah Sean bangun, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Kenapa aku tidur di sini?"     

Giana menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Mungkin kamu terlalu banyak minum? Kamu sampai lupa tidur di mana. Kemarin aku sudah memanggilmu berkali-kali, tapi kamu tetap tidak bangun juga. Aku bahkan sudah mencoba menarikmu, tapi tidak bisa. Kamu tidak masuk angin, kan?"     

Sean menggelengkan kepalanya. "Aku sering berlatih bela diri, jadi aku tidak mudah sakit."     

Melihat Giana sudah bangun, Sean secara naluriah turun dari kursi tinggi dan berkata, "Aku akan membuatkanmu secangkir air madu."     

Giana mengulurkan tangannya untuk menahan Sean. "Tidak usah. Aku sudah minum."     

"Sudah minum? Kamu membuatnya sendiri?" tanya Sean sambil memandang Giana.     

Giana mengangguk. "Iya. Aku melihatmu begitu sedih sampai minum begitu banyak alkohol, jadi aku menyeduh air madu sendiri. Mulai sekarang, kamu tidak perlu menyeduh air madu untukku. Aku bisa bangun pagi, jadi aku bisa menyeduhnya sendiri."     

Sean menatap Giana sambil tertegun di tempat. Dalam tiga tahun terakhir, Giana selalu bersikeras agar Sean membuatkan air madu untuknya, bahkan ketika Sean sakit. Namun, bukan karena dia tidak memiliki hati nurani atau tidak tahu bagaimana berempati pada Sean.     

Giana mengatakan bahwa bisa meminum air madu yang dibuat suaminya adalah kebahagiaan yang tak bisa digambarkan. Lagi pula, menyeduh air madu sendiri tidak melelahkan dan bisa dilakukan hanya dalam sepuluh detik. Makna terpenting dari kebiasaan ini adalah tanda cinta. Namun, hari ini Giana memberitahu Sean untuk tidak perlu melakukan tanda cinta ini lagi. Sean bisa menebak alasannya.     

Giana ingin perlahan-lahan terbiasa hidup tanpa Sean. Dia melakukan persiapan untuk bercerai dengan Sean. Giana sudah berpikir untuk menceraikan Sean dan seharusnya Sean senang mengetahui hal ini. Hanya saja, saat ini hati Sean benar-benar terasa hancur.     

Tiba-tiba Sean bertanya, "Istri, sekarang aku sudah diusir dari keluargaku. Aku bahkan tidak memiliki ijazah di Indonesia dan akan sangat sulit untuk mencari pekerjaan. Apa suatu hari nanti kamu akan tidak menginginkanku lagi?"     

Begitu mendengar perkataan ini, Giana merasa kesal sekaligus sedih dan memandang rendah Sean. Bisa-bisanya seorang pria bermartabat mengucapkan kata-kata yang begitu merendahkan diri di depan seorang wanita.     

"Tidak akan. Suami, jangan terlalu memikirkannya," jawab Giana, "Hilda mengundang kita makan siang bersama. Tidurlah dulu. Kita berangkat jam sepuluh, ya?"     

"Oke."     

Sean kembali ke kamar dan kembali tidur sejenak.     

———     

Pada saat ini, Cahyadi sudah mengendarai mobilnya di jalan yang paling dekat dengan jalan tol kota Jakarta. Namun, dia berhenti di area peristirahatan karena tidak berani melanjutkan perjalanan dan justru menghubungi John.     

Cahyadi menyapa dengan hormat, "Kak John, selamat pagi. Aku tidak mengganggu istirahatmu, kan?"     

"Siapa?" balas John yang sedang makan cahkwe dan bubur di pinggir jalan.     

"Aku Cahyadi!" jawab Cahyadi, merendahkan dirinya.     

John membentak dengan tidak sabaran, "Bajingan mana yang tahu kamu Cahyadi yang mana?! Sebutkan nama lengkapmu!"     

Cahyadi segera menjawab, "Cahyadi Pangestu! Aku Cahyadi Pangestu, anak Singgih Pangestu! Kita pernah bertemu sebelumnya!"     

John cepat-cepat menyeka bubur di mulutnya. Sean telah memerintahkannya untuk mengebiri Cahyadi. Selama beberapa waktu belakangan, mereka sudah mencari ke mana-mana, tapi tidak dapat menemukan Cahyadi. Tidak disangka-sangka, Cahyadi justru berinisiatif untuk menghubunginya terlebih dulu hari ini. Namun, kemarin Andy juga sudah menjelaskan untuk tidak menyentuh Cahyadi dan Yoga sementara waktu.     

John mulai bersikap baik pada Cahyadi, "Ternyata Tuan Muda Cahyadi! Sudah lama kita tidak berjumpa! Sekarang berbisnis di mana? Jika ada kesempatan, berikan pekerjaan untuk para anak buahku. Mereka semua butuh uang untuk makan."     

Ketika Cahyadi mendengar John bersikap baik padanya, dia segera menanggapi dengan bertanya, "Kak John, aku ingin bertanya padamu. Apa kamu masih bekerja untuk Presdir Sean?"     

"Presdir Sean? Apa kamu belum melihat berita? Sean sudah lama menjadi gelandangan miskin! Aku sudah lama berhenti bergaul dengan Sean!" jawab John.     

"Benarkah?" tanya Cahyadi ragu.     

John menjelaskan, "Untuk apa aku berbohong padamu? Coba kamu pikir. Aku selalu mengikuti Tuan Andy. Ada hubungan apa aku dengan si Sean itu? Tuan Andy selalu mengikuti Tuan Fairus, tapi sekarang Tuan Fairus tidak mengakui Sean lagi dan sudah pergi ke Inggris. Tuan Andy juga sudah pergi. Sekarang akulah yang memiliki kekuasaan tertinggi di Jakarta! Haha!"     

Cahyadi yang berdiri di area peristirahatan pun tersenyum kegirangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.