Ingin Kukatakan Sesuatu

Menampar Wajah Cahyadi!



Menampar Wajah Cahyadi!

0Benar saja, sebuah tembok akhirnya akan runtuh juga jika semua orang mendorongnya. Cahyadi sudah pernah merasakannya. Setelah keluarganya berada di ambang kebangkrutan, para mantan anak buahnya mengabaikannya. Dia pun percaya apa yang dikatakan John.     
0

"Cahyadi, aku tahu mengenai Sean dan ibumu. Apakah kamu ingin membalas Sean?" tanya John, "Balas saja dia dengan gagah berani. Aku tidak akan mencegahmu. Jika kamu kekurangan orang, kamu bisa meminjamnya dariku. Mereka pasti preman-preman jagoan, tapi harganya memang sedikit mahal. Hehe."     

"Terima kasih, Kak John. Jika membutuhkannya, aku pasti akan mencarimu! Ketika tiba di Jakarta, aku akan mentraktirmu minum lagi!" kata Cahyadi.     

Setelah menutup telepon, Cahyadi segera menaiki mobilnya dan meninggalkan area peristirahatan.     

"Sean, aku akan menghajarmu hari ini!"     

———     

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Sean, Giana, dan Hilda sedang duduk dan makan bersama di restoran Blossom Valley, Jakarta. Restoran ini berada di dalam mal. Meskipun mal ini tidak seperti berbagai mal di Jakarta Pusat yang bisa bertemu dengan selebriti kapan saja, banyak juga toko-toko merek ternama di sini seperti Dior, CK, Swarovski, dan sebagainya.     

Blossom Valley merupakan restoran dengan tatanan yang bagus. Bunga asli yang diletakkan di pintu pun menarik minat banyak pelanggan muda.     

Selain meja Sean, semua meja lain di restoran sudah penuh. Sean sedang mencicipi muffin ketika tiba-tiba melihat orang yang dikenalnya muncul di depannya. Orang yang sudah sangat lama tidak ditemuinya sekaligus saingan cinta, Cahyadi Pangestu.     

"Hahaha! Presdir Sean, lama tidak berjumpa!" seru Cahyadi sambil berjalan mendekat.     

Sean tahu bahwa pertemuan mereka bukanlah sebuah kebetulan. Giana dan Hilda pasti sengaja memberitahukan lokasi mereka. Keduanya sengaja mempertemukan Sean dengan Cahyadi untuk melihat apakah Sean akan membalas dendam pada Cahyadi. Dengan begini, mereka bisa memastikan apakah Sean benar-benar sudah diusir dari keluarga besarnya.     

Sean menatap Cahyadi dengan tatapan tajam. Dia teringat akan isi rekaman suara yang dikirim orang tak dikenal ke surelnya. Ketika memikirkan apa yang dilakukan Cahyadi pada Giana waktu itu, dia benar-benar tidak sabar ingin membunuh Cahyadi sekarang juga. Namun, Sean tahu bahwa dia tidak bisa melakukannya.     

Tidak peduli seberapa gilanya Sean, dia tidak bisa membunuh seseorang di restoran pusat perbelanjaan di depan begitu banyak orang. Terlebih lagi, kali ini dia harus berhasil menyingkirkan si Giana ini. Sean pun terpaksa menahan amarahnya.     

Sean mengabaikan Cahyadi dan melanjutkan makan. Namun, Cahyadi langsung menghampiri dan menepis muffin di mulut Sean hingga terjatuh ke lantai.     

"Persetan dengan makananmu! Aku sedang berbicara denganmu! Apa kamu tidak dengar?!" Cahyadi berteriak keras-keras dan menarik perhatian tamu di meja lain.     

Sean merasa ada yang aneh. Cahyadi yang hanyalah seorang buaya darat tentu sama sekali bukan tandingan Sean. Tetapi, hari ini Cahyadi tidak memanggil bala bantuan dan Yoga juga tidak datang bersamanya. Sean bertanya-tanya, Kenapa dia bertindak liar sendirian begini?     

Giana membenci orang yang tidak beradab. Dia pun berkata pada Cahyadi, "Ini restoran di dalam mal! Cahyadi, bisakah kamu sedikit beradab dan berhenti mengumpat?"     

Cahyadi memandang Giana dan berkata sambil tersenyum, "Haha! Mantan istri, lama tidak berjumpa. Kamu masih begitu cantik rupanya. Selama aku berada di Banten begitu lama, aku belum pernah bertemu wanita yang lebih cantik darimu. Seharusnya kamu sudah tahu kelakuanku yang tidak beradab ini dari dulu, kan? Kita banyak mengumpat di Hotel Raffles malam itu dan seingatku, kamu bersedia mendengarkannya."     

Wajah Giana seketika merah padam. Dia berkata dengan canggung, "Kamu… tidak tahu malu!"     

Hilda menarik pakaian Giana dari bawah meja dan memberi isyarat agar dia tidak marah. Tujuan utama mereka hari ini adalah untuk melihat reaksi Sean.     

Melihat Giana tidak lagi berbicara, Cahyadi menatap Sean lagi dan terus mencecar, "Sean, kenapa kamu diam saja? Bukankah kamu sangat kompetitif saat datang ke pernikahanku untuk merebut mempelai wanita? Kamu konglomerat kaya dan juga bos dunia gelap, jadi kenapa sekarang kamu diam saja?!"     

"Cih! Istrimu itu hanyalah barang bekas yang sudah pernah kupermainkan, tapi kamu malah menjadikannya wanita kesayanganmu! Adik kecil, apa perlu aku mengajarimu beberapa trik untuk memenangkan hati Giana?" hina Cahyadi.     

Brak!     

Sean tidak tahan lagi. Dia menggebrak meja dengan penuh emosi dan meraih Cahyadi dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain bersiap untuk memukul wajah Cahyadi.     

"Pukul! Jika kamu punya nyali, pukul aku! Kamu sanggup membayar denda atas pukulanmu? Jika kamu memukulku, kamu akan dipenjara seumur hidupmu!" tantang Cahyadi.     

Sepertinya sejak awal Cahyadi sudah siap untuk dipukul. Dia bahkan memang ingin Sean memukulnya. Dengan begitu, dia bisa langsung mengirim Sean ke penjara.     

Secara logika, Giana sebagai istri Sean seharusnya membujuknya Sean tidak bertindak gegabah. Bagaimanapun juga, sekarang semuanya diatur oleh hukum. Asalkan Sean mulai memukul Cahyadi terlebih dahulu, dia akan ditahan paling lama selama beberapa hari.     

Sean adalah seorang yang terlatih. Begitu dia memukul Cahyadi, cedera yang akan dialami Cahyadi tidak akan ringan. Jika Sean tidak sengaja memukulnya sampai cacat, dia harus mendekam di penjara lebih dari lima tahun.     

Sekarang Giana sedang mengandung anak Sean. Sebagai istri dan ibu, wajar jika dia tidak akan membiarkan anaknya lahir tanpa bisa bertemu dengan ayahnya. Tentu saja reaksi naluriah Giana adalah bangkit dan berdiri untuk menghalangi Sean. Namun, Hilda yang berada di sampingnya menahan Giana.     

Sean mengangkat tangan kanannya yang gemetar tanpa henti di udara, tetapi tidak kunjung memukul wajah Cahyadi. Pada saat ini, para tamu di meja-meja lain sudah tidak tahan melihat pemandangan ini.     

"Apakah laki-laki ini gila? Bisa-bisanya dia mengatakan kata-kata menjijikan seperti itu pada orang yang sedang makan dengan tenang?"     

"Kenapa kedua wanita itu tidak membujuk mereka untuk tidak berkelahi? Sepertinya salah satunya istri laki-laki yang sedang makan. Jika dia tidak membujuk suaminya, apa dia ingin suaminya masuk penjara?"     

Cahyadi mengabaikan komentar orang-orang dan terus meneriaki Sean tanpa malu, "Ayo pukul! Jika kamu berani, ayo pukul! Begitu kamu masuk dan mendekam di penjara selama lima tahun, aku sudah sembuh dan akan menyewa kamar dengan istrimu lagi! Hahaha!"     

Benar-benar sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Sebagai seorang pria, entah akan bagaimana nantinya, Sean sudah tidak tahan lagi.     

Plak!     

Tepat ketika Sean hendak mengambil tindakan, tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di wajah Cahyadi. Tamparan itu benar-benar kuat hingga langsung membuat Cahyadi terjatuh ke lantai. Sean menoleh dan melihat bahwa tamparan itu bukan berasal dari seorang pria gagah perkasa, melainkan Chintia Yandra.     

"Chintia…"     

Sean terkejut. Kali ini Chintia sudah menyelamatkannya di saat yang sangat tepat.     

"Siapa?! Siapa yang memukulku?!"     

Cahyadi segera bangkit dari lantai. Namun, Chintia menyambutnya dengan tamparan lagi.     

Plak!     

"Cahyadi, dua tamparan ini untuk mendidikmu atas nama orang tuamu!" kata Chintia, "Kamu sudah hidup lebih dari 20 tahun, tapi kamu sama sekali tidak tahu malu! Terakhir kali Sean sudah berbesar hati melepaskanmu, tapi hari ini kamu malah menindas orang yang sudah kesusahan dan mengucapkan kata-kata yang begitu menjijikan! Apa kamu tidak merasa malu?"     

Cahyadi tidak pernah membayangkan bahwa Chintia, seorang presiden direktur yang cantik, bisa memukul sekeras itu. Dia selalu mengira bahwa Chintia adalah wanita cantik yang lemah.     

Cahyadi menutupi wajahnya dan ingin menampar balik Chintia, tetapi dia tidak berani melakukannya. Bagaimana jika dia kalah dari seorang wanita? Bukankah itu akan sangat memalukan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.