Ingin Kukatakan Sesuatu

Memotong Jari Sean!



Memotong Jari Sean!

0Giana mendekat dan bertanya pada Sean, "Suami, bagaimana? Tidak terjadi apa-apa, kan?"     
0

Sean menjelaskan, "Aku tidak perlu ditahan sementara ini dan bisa pulang. Tapi, karena jari Yoga patah, aku harus membayar biaya pengobatannya. Istri, saat ini aku tidak punya uang. Sepertinya aku harus meminjam uang keluarga Wangsa."     

Giana tampak sedikit kesal. Mimpinya adalah menghabiskan uang suaminya, tetapi dia tidak menyangka justru suaminya lah yang menghabiskan uangnya sekarang.     

Chintia melirik Giana dengan jijik. Saat ini keluarga Wangsa menjadi bagian dari kalangan elite Jakarta. Jika bukan karena Sean, bisakah mereka menjadi kalangan elite secepat itu?     

Chintia melangkah maju dan berkata, "Biar aku yang membantumu membayar biaya pengobatannya!"     

Giana merasa kesal seketika. Hilda, sahabat baiknya, pun menyahut, "Presdir Chintia, memangnya kamu siapanya Sean? Atas dasar apa kamu membayar untuknya?"     

Chintia mendengus dingin. "Bukankah aku begini karena ada seseorang yang takut merasa sayang dengan uangnya? Lagi pula, Yoga pasti akan menyebutkan harga yang tinggi."     

Giana menimpali dengan kesal, "Kamu tidak perlu ikut campur urusanku dan suamiku!"     

Sean tidak bisa menggunakan uang Chintia, jadi dia hanya berterima kasih padanya, "Chintia, terima kasih. Aku tidak bisa menggunakan uangmu."     

"Sean, Yoga sudah mengajukan gugatan. Jika mereka ingin menuntutmu karena sengaja melakukan penganiayaan, mereka akan menggunakan kemampuan bela dirimu untuk menyerangmu," kata Chintia, "Tapi, kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menyewa pengacara terbaik di Jakarta. Bagaimana kalau nanti kita makan malam dengan orang-orang dari pengadilan?"     

Dalam beberapa jam terakhir, Giana hanya bisa menunggu dengan bodoh dan melihat apakah kakek Sean akan mengambil tindakan. Dia ingin menilai apakah Sean benar-benar dikeluarkan dari keluarga besarnya.     

Giana tidak peduli tentang masalah pribadi Sean sama sekali. Sementara, Chintia sudah membuat panggilan yang tak terhitung jumlahnya dan menyewa pengacara terbaik untuk Sean. Sebaliknya, Giana sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai istrinya.     

Secara penampilan luar, Giana dan Chintia sama-sama bidadari. Bahkan, sebelumnya mereka berdua juga menjabat sebagai wakil presiden direktur Grup Citra Abadi. Akan tetapi, Giana merupakan putri kecil yang suka dimanja dan suka mengandalkan pria. Sementara, Chintia adalah wanita kuat yang sepenuhnya mandiri. Bahkan, para pria pun merasa malu pada kesuksesannya.     

Giana yang merasa rendah diri di hadapan Chintia pun berkata dengan kesal, "Keluarga Wangsa kami juga mengenal pengacara dan orang-orang di pengadilan! Kami tidak perlu merepotkan Presdir Chintia! Sean, ayo pergi!"     

Giana memelototi Chintia dengan cemburu dan pergi terlebih dulu. Sean mengangguk berterima kasih pada Chintia, lalu mengikuti Giana pergi.     

Sandiwara ini disutradarai dan diperankan oleh Sean. Pemeran utamanya hanyalah Sean dan Giana. Sean tidak ingin Chintia terlibat di dalamnya.     

———     

Saat ini, Yoga berbaring di ranjang kamar VIP khusus sebuah rumah sakit afiliasi di Jakarta. Tangan kanannya diperban, sementara tangan kirinya memegang rokok. Pandangan matanya terlihat penuh amarah.     

Di kamar itu, Yoga merupakan satu-satunya pasien. Selain dirinya, hanya ada kakaknya, Fendy.     

Setelah insiden yang dialaminya, Yoga menghubungi Fendy. Begitu Fendy mengetahui insiden yang dialami adiknya, dia berangkat ke Jakarta sesegera mungkin.     

Sambil merokok, Yoga berkata pada Fendy, "Kak, jangan beritahu kakek tentang ini dan jangan beritahu orang tua kita dulu."     

Fendy menghela napas. Dia tahu bahwa Yoga tidak ingin membuat kakeknya sedih.     

Yoga selalu bersikap arogan. Keluarganya sering masuk ke daftar orang kaya. Dia juga memiliki postur tubuh yang bagus, wajah yang tampan, dan pendidikan yang baik.     

Yoga tidak pernah menggunakan bantuan keluarga atau membuat keluarganya khawatir baik itu dalam urusan percintaan, pekerjaan, maupun pendidikan. Dia selalu bisa membereskan semuanya sendiri. Sekarang ketika hal semacam ini terjadi, dia merasa bersalah dan merasa sudah mempermalukan keluarganya.     

"Yoga, kenapa kamu begitu bodoh dengan memukul seseorang dengan tanganmu sendiri?" kata Fendy, "Kita ini punya uang. Bukankah kita bisa mencari preman untuk melakukannya?     

Yoga menghela napas. "Tadinya aku meminta Cahyadi pergi duluan. Ketika aku lihat dia tidak berani melawan saat dipukul Sean, barulah aku berani mengambil garpu untuk menusuknya. Siapa sangka, bajingan itu langsung melawan begitu aku menghampirinya!"     

Yoga mengirimkan rekaman suara Giana dan Cahyadi saat menyewa kamar pada Sean. Namun, Sean tidak mungkin bisa tahu bahwa Yoga adalah pengirimnya.     

Mengenai pertemuan pribadi Yoga dan Giana, Giana tidak mungkin begitu bodoh dan mengakuinya sendiri di depan Sean. Kecuali, sejak awal Sean sudah mencurigai Giana dan diam-diam menyuruh seseorang untuk mengikutinya setiap hari. Akan tetapi, menurut Giana, Sean sangat memercayainya dan tidak pernah melakukan hal seperti itu. Sean bahkan tidak mengetahui kata sandi untuk membuka ponsel Giana.     

Fendy berkata dengan sangat marah, "Jangan khawatir. Aku sudah menemukan seorang pengacara. Asalkan kemampuan bela diri yang dimilikinya bisa dibuktikan, tindakannya ini bisa ditingkatkan menjadi cedera yang disengaja atau bahkan percobaan pembunuhan! Dengan begitu, kita bisa mengirimnya ke penjara!"     

Yoga melemparkan rokok ke lantai dengan emosi.     

"Aku justru tidak ingin dia masuk penjara! Di penjara, dia tidak mengalami kesakitan! Selain itu, dia bahkan bisa makan dan minum dengan tenang! Aku ingin dia membayar darah dengan darah! Dia sudah mematahkan jariku, jadi aku pun akan memotong jarinya!" kata Yoga.     

Ada kalanya, para orang kaya membenci kebijakan hukum dan menggunakan kekuasaan mereka untuk membalaskan dendam mereka.     

Tok! Tok!     

Tepat pada saat ini, Cahyadi mengetuk pintu dua kali dan masuk dengan tertatih-tatih.     

Sean tidak melakukan sesuatu yang kejam pada Cahyadi, jadi cedera yang dialaminya tidak parah. Alat kelaminnya masih berfungsi dengan normal. Dia hanya sedikit merasa kesakitan ketika berjalan.     

"Kak Fendy," Cahyadi menyapa Fendy sambil tersenyum. Namun, Fendy yang sedang emosi menampar wajah Cahyadi.     

Plak!     

"Bajingan! Jika kamu tidak datang ke Banten untuk menemui kami, kejadian seperti hari ini tidak akan terjadi pada Yoga!" maki Fendy,     

Persaudaraan Fendy dan Yoga begitu erat. Berkat didikan kakek mereka, keduanya tidak seperti kebanyakan saudara yang tidak akur karena harta warisan.     

Cahyadi yang ditampar oleh Fendy pun merasa dirinya sudah diperlakukan tidak adil. Hanya saja, sekarang dia harus bergantung pada keluarga Liono untuk membalaskan dendamnya. Sekarang dia hanya bisa menelan amarahnya.     

Cahyadi menampar dirinya sendiri dua kali, lalu berkata, "Benar! Aku memang pantas mati! Semua salahku! Tapi, kita tidak boleh membiarkan Sean yang sudah mematahkan jari Yoga begitu saja! Sekarang dia hanyalah seorang gelandangan miskin. Jika kalian ingin menghabisinya, itu sama mudahnya dengan membunuh semut!"     

Fendy memutar bola matanya dan berkata, "Yoga ingin memotong jarinya."     

"Membuatnya membayar untuk apa yang sudah dilakukannya? Bagus!" kata Cahyadi dengan girang, "Aku kenal Kak John, mafia Jakarta. Banyak anak buahnya yang menjadi petinju gelap di Asia Tenggara. Mereka benar-benar sangat kejam. Ketika mereka selesai melakukan pekerjaan dan mendapatkan uang, mereka bisa pergi ke luar negeri dan tidak akan ada yang bisa menemukan mereka."     

Cahyadi menawarkan, "Kak Fendy, mau aku mengatur pertemuanmu dengan Kak John?"     

Fendy berpikir sejenak. Dia sendiri juga mengenal beberapa teman dari Tanah Abang. Karena saat ini mereka sedang berada di teritori Jakarta, lebih baik mereka menyerahkan masalah ini untuk diselesaikan orang-orang lokal saja.     

"Oke. Nanti malam kamu atur untuk makan malam bersama saja," kata Fendy.     

———     

Pada pukul sebelas malam, tiba-tiba Sean menerima panggilan telepon dari Andy. Nomor ponsel Andy sudah diubah menjadi nomor seseorang yang tidak dikenal di ponsel Sean, tetapi dia masih mengingat nomor akhirnya adalah 4444.     

Kebetulan saat ini Giana sedang mandi, jadi Sean langsung menjawab panggilan Andy dengan nada bicara yang dingin, "Katakan."     

Andy melapor, "Tuan Muda, Fendy datang ke Jakarta dan menemui John. Dia ingin memberikan 40 miliar untuk membeli jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan Tuan Muda!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.