Ingin Kukatakan Sesuatu

Maaf, Sean!



Maaf, Sean!

0Cahyadi menunjuk Chintia dengan marah. "Chintia! Kamu mau mendidikku? Atas dasar apa kamu mendidikku? Memangnya kamu ini siapa, hah?!"     
0

Ditambah dengan waktu di kantor Chintia, Cahyadi sudah ditampar oleh Chintia sebanyak tiga kali. Di lubuk hatinya yang terdalam, Cahyadi sebenarnya takut pada Chintia.     

Chintia dengan auranya yang mendominasi pun berkata dengan rendah hati, "Sebagai teman ayahmu, aku berada di generasi yang satu tingkat lebih tinggi darimu. Jadi, kenapa aku tidak bisa mendidikmu? Selain itu, apa kamu tidak tahu bahwa di hadapanku, ayahmu adalah seekor anjing penjilat? Berani-beraninya kamu bertanya, siapa aku?"     

Mendengar kata-kata Chintia yang terdengar begitu berkuasa, para tamu di meja lain menertawakan Cahyadi.     

Apa yang Chintia katakan memang benar. Dia merupakan seorang direktur tercantik di dunia bisnis Jakarta dan banyak bos besar yang begitu merendah di hadapannya.     

Sebelum keluarga Pangestu bangkrut, Singgih bersikap sangat merendah di depan Chintia. Cahyadi juga melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ayahnya itu menyanjung, memberi hadiah, dan mengundang Chintia untuk makan bersama. Justru karena tahu persis bahwa apa yang dikatakan Chintia benar, saat ini Cahyadi tidak berani membantah dan hanya terdiam mendengar ejekan Chintia.     

Sean memandang Chintia sambil tersenyum dan mengangguk untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.     

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Sean.     

Chintia menatap Sean dan tersenyum tipis. Sean yang sekarang bukan lagi bos Chintia. Sebaliknya, Chintia adalah presiden direktur perusahaan ternama, sementara Sean bukan siapa-siapa. Namun, ketika Chintia menatap Sean, kekaguman dan pandangan penuh kasih sayangnya pada Sean masih tidak berubah sama sekali.     

Pada saat ini, Sean baru menyadari betapa indahnya mata Chintia. Terutama, ketika ada sosoknya di dalam mata itu…     

Chintia menjawab dengan santai, "Aku datang dengan klien. Dia menyukai makanan di sini."     

Pada saat ini, Hilda dan Giana saling memandang dengan tatapan penuh kekecewaan.     

"Sial! Kenapa Chintia ada di sini?!" Hilda menggerutu pelan.     

Hilda tahu bahwa Chintia seorang diri saja sudah bisa menekan Cahyadi yang arogan. Jika Cahyadi tidak lagi berani memprovokasi Sean, maka mereka tidak akan bisa menguji apakah Sean berbohong atau tidak.     

Chintia sangat berterima kasih pada Sean, jadi tentu saja hari ini dia akan membantu Sean yang menghadapi kesulitan.     

Chintia memandang Cahyadi lagi dan berkata, "Enyahlah! Pulang saja sana! Jangan permalukan dirimu lagi di sini! Sean adalah orangku. Sekarang aku adalah Presdir Grup Citra Abadi. Jika kamu merasa keluarga Pangestu-mu itu bisa menentangku, coba saja."     

"Sinting! Wanita secantik itu ternyata seorang presdir?!"     

"Masih begitu muda, sudah menjadi presdir perusahaan ternama? Kelihatannya masih berumur dua puluh tujuh atau dua puluh delapan tahun, kan? Atau jangan-jangan dia terlihat awet muda, padahal sudah berumur tiga atau empat puluh tahun?"     

"Besok aku harus segera melamar menjadi penjaga keamanan Grup Citra Abadi!"     

Jika wanita cantik seperti Chintia berjalan di mal, dia pasti akan menarik perhatian orang-orang. Apalagi, barusan dia menyatakan bahwa dirinya merupakan seorang presiden direktur. Hal ini membuat para pria bersujud di hadapannya dan para wanita iri padanya.     

Tepat saat semua orang mengira bahwa Chintia merupakan presiden direktur cantik yang telah menyelesaikan kekacauan ini, seorang pria bertubuh tinggi tiba-tiba datang.     

"Siapa presdir Grup Citra Abadi?"     

Sean, Giana, Hilda, dan yang lainnya sama-sama menoleh ke arah datangnya suara itu. Pandangan mata Giana dan Hilda berubah seketika. Orang yang datang adalah Yoga Liono.     

Senyuman muncul di wajah Cahyadi. Meskipun Cahyadi dan Yoga tidak datang ke Jakarta secara bersamaan, mereka sama-sama datang ke sini.     

Tadi Yoga belum muncul karena ingin membiarkan Cahyadi mengambil alih terlebih dulu. Hanya saja, Yoga melihat Sean si pengecut ini tidak berani memukul Cahyadi dan bahkan justru mengandalkan seorang wanita cantik. Yoga pun tidak lagi takut dan langsung muncul di tempat kejadian.     

Yoga berjalan menghampiri Chintia, melihatnya dari atas sampai ke bawah, lalu bertanya dengan pandangan mata yang sedikit terkejut, "Kamu presdir baru Grup Citra Abadi, Chintia Yandra?"     

Chintia samar-samar merasa bahwa pria di hadapannya ini terlihat tidak asing, tetapi dia tidak ingat di mana pernah melihatnya. Dia pun bertanya, "Kamu adalah…?"     

Yoga tertawa dan menjawab, "Aku Yoga Liono yang menyerang Grup Citra Abadi selama beberapa waktu terakhir ini."     

"Apa?!"     

Begitu mendengarnya, Chintia jelas-jelas terlihat takut. Selama beberapa waktu belakangan, Yoga sudah menyebabkan kekacauan di Grup Citra Abadi. Bahkan, Sean sampai mendapat kritikan dari keluarganya dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden direktur.     

Yoga terus memandang wajah dan tubuh Chintia sambil berkomentar, "Jarang sekali… Benar-benar jarang ada wanita cantik seperti ini di sini."     

Ekspresi Giana sedikit berubah. Dia menyesap teh bunganya. Tentu saja dia tahu bahwa wanita cantik yang dibicarakan Yoga adalah dirinya.     

Jika hanya berdua saja, Giana bisa sangat mesra dengan Yoga. Tapi, karena sekarang ada suaminya, Giana pun hanya bisa berpura-pura tidak mengenal Yoga.     

Yoga diam-diam berkata dalam hati, Sean si bajingan ini benar-benar beruntung! Istrinya adalah wanita dengan kecantikan yang langka ditemui dalam seribu tahun. Sementara di perusahaan, dia juga memiliki rekan kerja seperti Chintia ini.     

Yoga memandang Chintia dan berkata, "Presdir Yandra, kamu benar-benar liar rupanya. Berani-beraninya kamu menekan kakak sepupuku dengan identitasmu sebagai presdir Grup Citra Abadi? Kamu bahkan berkata, 'Jika kamu merasa keluarga Pangestu-mu itu bisa menentangku, coba saja.'"     

"Haha! Jika keluarga Pangestu tidak berani, keluarga Liono-ku berani!" Yoga tertawa sombong, "Awalnya, setelah Sean mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presdir Grup Citra Abadi, aku tidak ingin lagi mengusik perusahaan kalian. Tapi, ternyata hari ini kamu sudah terlalu banyak ikut campur. Jangan salahkan aku jika mengusik Grup Citra Abadi lagi dan membuat perusahaan kalian bangkrut! Pada saat itu, aku ingin lihat apakah kamu masih bisa menjabat sebagai presdir!"     

Setiap kata yang diucapkan Yoga menyakiti Chintia. Chintia yang selalu mendominasi sekarang tidak berani mengatakan apapun. Dia tahu bahwa Yoga benar-benar kuat dan bisa membuatnya kehilangan segalanya. Yoga juga bisa membuat seluruh Grup Citra Abadi menghilang begitu saja.     

Yoga tersenyum dan berkata, "Nona Chintia, asalkan kamu pergi sekarang juga dan tidak ikut campur lagi dalam masalah ini, aku bisa melepaskan Grup Citra Abadi dan membiarkanmu tetap menjadi presdir. Bagaimana?"     

Chintia menggigit bibirnya. Dia benci diancam dan melakukan hal yang tidak adil. Namun, Grup Citra Abadi bukanlah perusahaan miliknya seorang. Jika perusahaan bangkrut karenanya hari ini, semua pemegang saham akan menyalahkannya.     

Sean tahu bahwa Chintia berada di posisi yang sulit. Dia pun segera berdiri dan meraih tangan Chintia, lalu menariknya ke pintu dan berkata, "Chintia, aku sangat senang bertemu denganmu hari ini. Pergilah. Tidak usah pedulikan masalah ini."     

Tentu saja Chintia enggan. "Mana bisa? Kamu yang sudah menjadikanku presdir. Aku tidak bisa mengabaikanmu saat mengalami masalah seperti ini. Paling-paling aku hanya tidak perlu lagi menjadi presdir!"     

Sean yang merasa tersentuh memandang Chintia dan berkata lagi, "Chintia, aku tahu kamu sudah bekerja keras selama bertahun-tahun dan juga sudah banyak berkorban hingga bisa berada di posisimu yang sekarang. Jika kamu kehilangan ini semua hanya karenaku, itu tidak sepadan. Apalagi, karena sekarang kamu presdir, kamu juga harus mempertimbangkan kepentingan pemegang saham lainnya. Dengarkan aku. Pergilah. Aku tidak apa-apa."     

Sean mendorong Chintia keluar restoran dengan lembut.     

Chintia menggertakkan giginya dan berjalan ke lift. Ketika tiba di pintu masuk lift lantai ini, dia memasuki lift dan menekan tombol lantai tujuannya. Baru saja pintu lift tertutup, air matanya langsung berlinang.     

"Maaf, Sean."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.