Ingin Kukatakan Sesuatu

Aku ingin Menceraikan Sean!



Aku ingin Menceraikan Sean!

0Terserah saja apa yang ingin mereka lakukan! Lagi pula, aku juga sudah berencana menceraikan Giana. Aku tidak akan memedulikannya lagi!     
0

Sean sudah mengatakan hal ini pada dirinya sendiri berkali-kali, tapi akhirnya dia tetap tidak bisa menahan diri dan menghubungi Giana pada pukul dua belas lebih sepuluh menit.     

"Istri, kamu di mana? Aku sudah selesai masak. Apa nanti siang kamu pulang untuk makan di rumah?" tanya Sean. Nada bicaranya tenang, berpura-pura tidak tahu apa-apa.     

"Aku di perusahaan," jawab Giana di telepon, "Nanti siang aku tidak pulang, jadi kamu makan sendiri saja."     

Untungnya Sean mengirim seseorang untuk mengikuti Giana. Jika tidak, Giana akan berhasil menipu Sean lagi. Wanita ini penuh dengan kebohongan. Dalam tiga tahun terakhir, entah sudah berapa kali dia berbohong pada Sean.     

Tentu saja Sean tidak mengungkapkan kebohongan Giana dan bertanya, "Bukannya kamu pergi ke rumah sakit untuk menemui Yoga? Bagaimana?"     

"Ya, aku meminta maaf pada Yoga, tapi Yoga masih marah dan menolak untuk memaafkanmu karena dia terluka sangat parah," kata Giana, "Lebih baik sekarang kamu tidak usah keluar dan tunggu dulu sebentar lagi. Jika ada waktu, aku akan datang lagi dan memohon pada Yoga."     

Sean mendengus pelan dalam hati dan mencibir, Yoga, Yoga, Yoga! Benar-benar akrab sekali kamu memanggilnya! Entah kamu ingin ke sana untuk memohon pada Yoga atau memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengannya, hanya kamu sendiri yang paling tahu!     

"Sudah dulu, ya. Aku sibuk."     

Sebelum Sean sempat menyahut, Giana sudah menutup telepon.     

Giana tidak keluar dari kamar Yoga sampai pukul dua siang.     

Setelah meninggalkan rumah sakit, Giana pergi menemui Hilda dan duduk-duduk di kafe.     

Pukul lima sore, Giana pergi ke rumah Nenek Wangsa di Perumahan Kelapa Gading. Nenek Wangsa, Jayadi, Lana, dan keluarga Jayanata sudah berada di sana. Semuanya duduk di sofa, sementara hanya Giana yang berdiri di tengah sambil menghadap ke Nenek Wangsa.     

"Nenek, aku ingin menceraikan Sean." kata Giana.     

Hanya dengan satu kalimat itu, seluruh keluarga Wangsa tercengang. Beberapa waktu lalu, berapa banyak yang harus keluarga Wangsa korbankan agar Giana bisa rujuk dengan Sean? Akan tetapi, sekarang Giana malah mengajukan gugatan cerai lagi.     

"Tidak bisa!" Nenek Wangsa berkata dengan tegas, "Kakekmulah yang sudah mengatur pernikahanmu dengan Sean. Kita sudah pernah melanggarnya sekali. Kita tidak boleh melanggarnya untuk yang kedua kali!"     

Lana yang setuju dengan tindakan putrinya berkata, "Ibu, situasi sekarang sudah berbeda dengan dulu. Saat itu, Giana memang salah menceraikan Sean karena kita tidak tahu identitas Sean yang sesungguhnya. Tapi, sekarang kita sudah tahu dan Sean sudah diusir dari keluarga besarnya. Sekarang dia hanyalah orang biasa, jadi untuk apa tidak bercerai dan tetap bertahan?"     

Yuana, masih mengenakan gaun dengan noda sidik jari, tersenyum dan duduk menyilangkan kakinya sambil menyahut, "Benar, benar! Cepat bercerai saja! Aku dengar para mafia ingin berurusan dengannya. Entah ingin membunuhnya atau apa. Jangan sampai masalah itu juga melibatkan keluarga Wangsa kita."     

Sandi tersenyum dan menimpali, "Giana adikku ini sudah berani mengajukan gugatan cerai. Pasti sudah ada kandidat calon suami yang baru, ya? Kalau begitu, untuk apa masih ragu? Bukankah tinggal bercerai saja?"     

Nenek Wangsa menatap Giana dan bertanya, "Kamu sudah memiliki kandidat baru?"     

Giana tampak malu untuk mengaku di depan begitu banyak orang seperti ini. Bagaimanapun, dia sekarang masih menjadi istri Sean. Jika dia mengaku bahwa dia memiliki kandidat baru, itu sama saja dengan mengakui secara tidak langsung bahwa dia berselingkuh lagi dalam pernikahannya.     

Giana berpikir sejenak sebelum berkata, "Ada seorang laki-laki yang terus mengejarku, tapi aku tidak menerimanya."     

"Oh? Siapa itu? Bagaimana latar belakang keluarganya? Apa dia orang asli Jakarta?" Nenek Wangsa bertanya penasaran.     

Giana menggelengkan kepalanya. "Orang Banten. Keluarganya berbisnis di bidang logistik. Bos Secepat Kilat Express. Yuangga Liono adalah kakeknya."     

"Apa? Dia cucu Presdir Yuangga?"     

Nenek Wangsa benar-benar terkejut. Di dunia bisnis, siapa yang tidak mengenal Yuangga? Apalagi, Secepat Kilat Express!     

Lana tersenyum dan berkata, "Aduh, putriku benar-benar beruntung. Ketika Sean sudah jatuh miskin, sudah ada yang baru lagi! Ibu sangat tahu dengan jelas mengenai keluarga Liono ini. Aset keluarga mereka juga lebih dari ratusan triliun! Putri bodohku ini. Jika dia memang menyukaimu, terima saja! Lagi pula, kamu tidak akan punya masa depan dengan Sean."     

Untuk mencapai tujuan agar Giana dan Sean bercerai, Yuana bahkan mulai memuji Giana, "Ya Tuhan! Kak Giana hebat sekali! Mimpi pun aku tidak pernah membayangkan menikah dengan keluarga Liono! Kalau Kakak tidak mau menerimanya, kenalkan padaku saja!"     

Giana menatap Yuana dengan bangga. Tentu saja dia tidak mungkin menyerahkan Yoga pada Yuana.     

Sandi tersenyum dan menyahut, "Bocah bernama Yoga Liono itu, kan? Nenek, dengar-dengar bocah itu tinggi, tampan, dan karakternya juga bagus. Adikku Giana ini benar-benar beruntung. Tapi, aku dengar dia adalah adik sepupu Cahyadi. Dia yang sudah berkelahi dengan Sean itu, kan? Sean mematahkan jarinya dan sekarang dia masih berada di rumah sakit! Haha!"     

Nenek Wangsa sudah mendengar tentang perkelahian Sean, namun belum sempat mencari tahu lebih detail. Nenek Wangsa bertanya dengan cemas, "Apa benar Sean berkelahi dengan cucu Yuangga dan membuat jarinya patah?"     

Giana mengangguk. Nenek Wangsa menjadi sangat khawatir.     

"Sejauh yang aku tahu, Yuangga jelas bukan orang yang murah hati. Jika dia tahu jari cucunya dihancurkan, dia pasti tidak akan mengampuni Sean. Bisa-bisa nanti keluarga Wangsa kita juga akan dihukum bersamanya!" kata Nenek Wangsa cemas.     

"Lana, kamu benar. Situasi sekarang berbeda dengan dulu. Kita sudah tidak bisa mendengarkan permintaan terakhir suamiku lagi. Giana, karena Yoga menyukaimu dan Sean sendiri juga tidak bisa menempatkan dirinya, jangan salahkan jika keluarga Wangsa kita berlaku kejam padanya," lanjut Nenek Wangsa, "Nenek setuju kalian bercerai."     

Dengan persetujuan dari Nenek Wangsa, Giana dan Sean dapat pergi ke Pengadilan Negeri untuk menjalani prosedur perceraian kapan saja. Jayadi dan Lana merasa lega. Sementara, Yuana juga tersenyum dan diam-diam gembira.     

Hehe! Giana bodoh! Akhirnya dia menceraikan Sean. Sean akan segera menjadi milikku!     

Sejak mengetahui bahwa Sean adalah presiden direktur dan seharusnya dirinya yang menjadi pasangan Sean sejak awal, Yuana terus membayangkan bagaimana sekarang keadaannya jika dulu mereka menikah. Meskipun sudah sempat melewatkannya, Yuana sudah bersumpah untuk mendapatkan Sean.     

Giana merasa senang karena Nenek Wangsa sudah menyetujui perceraiannya, tetapi dia masih merasa gelisah.     

"Nenek, aku sudah bersusah payah untuk mendapatkan Sean kembali dan memintanya rujuk denganku. Tapi, sekarang begitu dia mengalami masalah, aku langsung menceraikannya. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padanya."     

Giana merasa bahwa begitu Sean dikeluarkan dari keluarga besarnya, meminta cerai darinya secepat ini benar-benar terlalu kejam dan tidak berperasaan.     

"Memangnya kenapa?" sahut Lana, "Dia sendiri yang sudah membuat dirinya seperti ini, jadi jangan salahkan orang lain! Kalau kamu merasa tidak enak untuk mengatakannya, biar Ibu saja yang mengatakannya!"     

Nenek Wangsa mengulurkan tangannya dan berkata, "Tidak. Sean sudah banyak membantu keluarga Wangsa di masa lalu. Dia memberi kita banyak pekerjaan dan membantu menaikkan status sosial keluarga kita dari keluarga kelas dua menjadi keluarga kelas satu. Kita juga jangan terlalu kejam padanya. Tunggu saja sebulan lagi, baru membahas soal perceraian dengannya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.