Ingin Kukatakan Sesuatu

Yoga Menyatakan Perasaan!



Yoga Menyatakan Perasaan!

0Giana menyenggol Hilda dan berkata, "Omong kosong apa yang kamu katakan? Aku bukan dirimu yang masih mencari berondong meski sudah menikah. Aku tidak akan mungkin mengkhianati suamiku."     
0

Di mata Giana, Sean sekarang adalah orang paling sempurna yang sudah memuaskan seluruh fantasinya tentang belahan jiwanya.     

Hilda kembali berkata, "Aku tahu kalian berdua saling mencintai, tapi bermain sebentar juga tidak masalah, kan? Kamu ini benar-benar… Aku akan diam-diam memberitahumu, keluarga si Yoga ini memiliki aset ratusan triliun! Tidak kalah dengan aset suamimu!"     

"Apa?!"     

Giana tercengang. Kenapa sebelumnya dia bahkan tidak bisa bertemu dengan putra konglomerat yang memiliki aset puluhan triliun? Justru sekarang ketika dirinya sudah menikah, dia dengan mudah bertemu dengan seorang triliuner.     

Hilda telah diancam oleh Yoga, jadi dia harus terus mengatakan hal-hal baik untuk Yoga.     

"Giana, mungkin saja suamimu akan mengetahui mengenai hubunganmu dengan Cahyadi suatu hari nanti. Ditambah lagi, kamu sudah memperlakukannya seperti itu selama tiga tahun terakhir. Kamu tidak bisa memastikan jika suatu hari nanti dia tidak menginginkanmu lagi," Hilda melanjutkan, "Aku rasa lebih baik kamu mencari ban serep. Yoga cukup terobsesi padamu dan merupakan pasangan yang sangat sepadan. Pertimbangkanlah."     

Setelah berbicara begitu, Hilda pun pergi. Namun, Giana tidak terlalu memikirkannya. Dia merasa hubungannya dengan Sean saat ini sangat stabil dan bahagia, jadi dia tidak akan mempertimbangkan apa yang dikatakan Hilda.     

"Apakah Direktur Giana punya waktu sekarang? Saya bisa memberitahu Anda sumber inspirasi desain saya dan rencana ke depannya untuk perumahan pribadi ini," kata Yoga yang masih berpura-pura dengan terus menunjukkan sikap kerja profesional.     

"Oke!" Giana tidak menolak.     

———     

Tiga hari berlalu.     

Cuaca sedang hujan dan waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun Sean masih bekerja di kantor. Dia tahu bahwa akhir-akhir ini Giana akan mengawasi pekerjaan di Grand Giana. Karena Giana sekarang tengah mengandung, Sean lebih memperhatikannya dari biasanya dan semakin sering menghubunginya.     

"Istriku, apa kamu masih berada di Grand Giana? Sepertinya hari ini kamu tidak mengemudi, ya? Bagaimana kalau kujemput?" tanya Sean.     

Di ujung telepon, Giana menjawab, "Tidak perlu, Suami. Kamu urus saja pekerjaanmu. Aku tadi memesan taksi online dan sekarang sudah sampai rumah!"     

"Baiklah kalau begitu. Aku akan segera pulang. Kalau kamu lelah, tidur duluan saja."     

"Oke, oke. Aku mencintaimu."     

Sesudah menutup telepon, Giana merasa sangat bahagia. Dia menyentuh kaca jendela dengan tangannya dan mengagumi rintik air hujan yang terus-menerus menetes di luar jendela.     

Saat ini, Giana sedang duduk di kursi penumpang bagian depan mobil Marriott 100 miliar Yoga. Yoga baru saja mengantarnya ke Perumahan Pondok Indah. Mobil berhenti di seberang jalan, namun tidak masuk.     

Giana tersenyum dan berterima kasih, "Terima kasih sudah mengantarku pulang, Yoga."     

"Mengantar seorang bidadari adalah kesempatan yang tidak akan pernah aku dapatkan walaupun meminta. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu," jawab Yoga.     

Mulut Yoga sangat manis. Dia selalu menerbangkan Giana ke langit. Beberapa hari ini, Giana bekerja bersama Yoga setiap hari dan semakin menyukainya.     

Giana menepuk lengan Yoga dengan ringan dan berkata, "Kamu ini! Benar-benar pandai menyenangkan hati wanita. Entah sudah berapa banyak wanita yang sudah tertipu olehmu."     

Yoga memandang Giana dengan tatapan tidak bersalah dan berkilah, "Ini tidak adil. Seumur hidupku, aku hanya memuji Direktur Giana seorang. Aku bahkan tidak memandang wanita-wanita lain sedikit pun."     

"Ck! Hanya orang bodoh yang percaya! Kamu begitu tampan dan juga kaya raya. Entah berapa banyak gadis yang mengejarmu," kata Giana, tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik sisi samping wajah Yoga yang tampan, "Sudah sangat larut. Suamiku akan segera kembali. Tidak baik jika terlihat olehnya. Aku pergi dulu. Sampai bertemu besok di perusahaan."     

Giana hendak membuka pintu untuk keluar dari mobil, tetapi Yoga meraih tangan kanannya dan memanggil, "Direktur Giana…"     

Giana sontak tertegun sejenak sebelum bertanya dengan tegas, "Apa yang kamu lakukan?!"     

Yoga sengaja mendekati Giana selama tiga hari ini. Ketika merasa sudah waktunya, dia langsung berkata, "Direktur Giana, sejak melihatmu tiga hari yang lalu, aku langsung jatuh cinta padamu. Kamu wanita paling cantik yang pernah kutemui. Aku menyukaimu!"     

Giana tidak tahu harus berbuat apa ketika menghadapi Yoga yang menyatakan perasaan padanya seketika itu juga. Namun, indra keenam seorang wanita biasanya sangat akurat. Sejak awal, Giana juga sudah bisa melihat bahwa Yoga memang tertarik padanya.     

Giana melepaskan tangan Yoga dan berkata, "Yoga, aku sudah punya suami dan anak. Kamu begitu hebat. Kenapa kamu menyukaiku? Ada banyak gadis yang bisa kamu pilih di luar sana."     

Yoga meraih tangan Giana lagi dan berkata dengan ekspresi penuh kasih sayang, "Gadis mana pun di dunia tidak ada apa-apanya dibanding dirimu!"     

Giana merasa serba salah. Akan tetapi, hubungan selama tiga hari ini tidak bisa dibandingkan dengan hubungannya selama tiga tahun dengan Sean. Selain itu, dia tidak begitu mengenal Yoga sehingga dia tidak mungkin menerima Yoga.     

"Aku bahkan belum tahu latar belakang keluargamu," kata Giana. Dia juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui apa yang sebenarnya Yoga lakukan sampai menjadi sekaya ini.     

Yoga akhirnya menunjukkan kartu As-nya, "Keluargaku bergerak di bidang logistik. Secepat Kilat Express adalah milik keluarga kami."     

Giana sontak tercengang. "Secepat Kilat Express? Yuangga adalah kakekmu? Kamu adalah adik sepupu Cahyadi?"     

Yoga mengangguk.     

Giana sangat terkejut. Secepat Kilat adalah perusahaan logistik terkuat di Indonesia. Jika Yoga adalah cucu Yuangga, maka tidak diragukan lagi, keluarganya pasti memiliki ratusan triliun!     

Bagaimanapun, sekarang Giana agak mengkhawatirkan perselisihan Sean dan Cahyadi sebelumnya. Sementara itu, Cahyadi pergi ke Banten untuk meminta bantuan pada keluarga Liono.     

Kali ini Giana segera melepaskan tangan Yoga dan bertanya, "Untuk apa kamu datang ke Jakarta? Jangan-jangan kamu ke sini untuk mencari gara-gara dengan suamiku?"     

Yoga berpura-pura tidak tahu dan membalas dengan ekspresi kebingungan, "Mencari gara-gara dengan suamimu? Untuk apa aku mencari gara-gara dengan suamimu? Oh, ya! Kamu mengenal Cahyadi? Sebenarnya, meskipun Cahyadi adalah kerabatku, keluarga kami tidak pernah saling berhubungan dan aku juga sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengannya."     

Selama 'pernikahan palsu' mereka, Giana pernah mendengar Cahyadi mengungkit tentang Banten. Cahyadi berkata bahwa saat keluarga Pangestu berkunjung ke Banten, tidak ada seorangpun dari keluarga Liono yang menemui mereka. Karena itu, ketika Yoga bilang dia belum pernah bertemu Cahyadi, Giana merasa itu benar-benar masuk akal.     

Giana bertanya lagi dengan ragu-ragu, "Bukankah Cahyadi pergi ke Banten untuk mencarimu?"     

"Aku tidak tahu," jawab Yoga, "Aku berada di luar negeri selama beberapa tahun terakhir dan baru saja kembali beberapa hari yang lalu, lalu Hilda langsung menyeretku ke Jakarta untuk membantumu. Aku bahkan belum pulang ke Banten sampai saat ini. Ada apa? Apa jangan-jangan terjadi sesuatu?"     

Giana dengan cepat melambaikan tangannya. "Tidak apa, tidak apa."     

Karena Yoga tidak tahu apa yang terjadi antara Sean dan Lusy, Giana merasa bahwa lebih baik tidak usah memberitahunya.     

Sean telah menjelaskan pada Giana bahwa tidak ada yang terjadi di antara dirinya dan Lusy malam itu. Sean hanya menyuruh Lusy bernyanyi sepanjang malam. Giana tahu orang macam apa Sean dan dia percaya pada suaminya itu.     

Giana bertanya lagi, "Yoga, bagaimana hubunganmu dengan bibimu?"     

"Lusy Liono? Dia bukan bibiku," jawab Yoga, "Keluarga Liono sudah lama tidak mengakuinya sebagai bagian dari keluarga kami!"     

Giana merasa jauh lebih tenang. Jika keluarga Liono memang sudah tidak mengakui Lusy, itu berarti mereka tidak mungkin membalas dendam pada Sean karena masalah Lusy.     

Yoga meraih tangan Giana lagi dan bertanya, "Kakak Bidadari, apa kamu sengaja mengubah topik pembicaraan? Aku baru saja menyatakan perasaan padamu. Sebenarnya bagaimana perasaanmu padaku?"     

Giana malu-malu dan tidak tahu harus berkata apa. Namun, kali ini Giana tidak buru-buru menyingkirkan tangan Yoga dan membiarkan pria muda itu menggenggam jari-jari tangan kirinya semakin erat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.