Ingin Kukatakan Sesuatu

Wanita Muda Kaya Raya dengan Kekayaan Dua Triliun



Wanita Muda Kaya Raya dengan Kekayaan Dua Triliun

Sebenarnya, Giana hanya selingkuh secara fisik dan bukan secara perasaan. Giana sendiri juga tidak begitu menyukai Cahyadi dan masih menyukai Sean. Giana bersama dengan Cahyadi hanya karena Cahyadi berjanji untuk membantu keluarga Wangsa menyelesaikan masalah keuangan mereka.     

Giana selalu saja diabaikan oleh Nenek Wangsa, jadi dia juga ingin mendapatkan beberapa pencapaian agar mendapat pengakuan dari neneknya.     

Itulah sebabnya Giana selalu saja merasa benar di depan Sean dan menolak untuk meminta maaf. Dia merasa semua yang dilakukannya ini hanya demi bisnis keluarga Wangsa. Sementara Sean, seorang suami yang tidak mampu untuk membantunya ini, tidak seharusnya menyalahkan Giana.     

Bagaimanapun, Giana ingin membedakan dirinya dari Hilda. Dia bukanlah wanita seperti Hilda yang hobi memanen berondong.     

"Aku marah!" Giana berkata dengan kesal pada Hilda.     

Hilda tertawa sambil memegang tangan Giana dan berkata, "Aduh… Iya, iya… Kamu bukan wanita sembarangan. Kamu adalah wanita paling polos di dunia, oke? Jangan marah, ya, sayang…"     

Tentu saja Giana tidak akan benar-benar marah pada sahabat baiknya ini. Giana mengambil ikat rambutnya dan kembali mengikat rambutnya.     

Hilda bertanya dengan penasaran, "Cepat katakan! Kenapa Presdir Yuwono sampai menamakan proyek itu dengan namamu?"     

"Sean yang memohon pada Presdir Yuwono," jawab Giana.     

"Sean?" pekik Hilda yang sangat terkejut, "Boleh juga! Giana, kamu sudah bersalah padanya, tapi dia masih bersedia menurunkan martabatnya untuk berlutut dan memohon pada Presdir Yuwono hingga mengubah nama proyek ini dengan namamu. Sean benar-benar jatuh cinta sangat dalam padamu!"     

"Tentu saja! Kakak ini wanita cantik nomor satu di Jakarta!" Giana menggelengkan kepalanya dengan bangga dan berkata, "Dia sudah bersama denganku selama tiga tahun dan sepertinya akan terus terobsesi padaku selama sisa hidupnya."     

"Kagum! Kagum!" kata Hilda sambil tertawa.     

Meskipun Hilda mengenal lebih banyak pria dibanding Giana, rasa cinta para berondong ini padanya begitu dangkal dan tidak pantas dibandingkan dengan Giana.     

"Jadi… Ikuti saja saran yang aku berikan terakhir kali," Hilda kembali menyarankan, "Pertama-tama, nikahi Cahyadi dan gunakan nama keluarga Pangestu untuk membantumu mengangkat kedudukan keluarga Wangsa menjadi keluarga kelas atas di Jakarta."     

Hilda melanjutkan, "Sesudah itu semua, rebut properti warisan Sandi dan Yuana, kedua orang murahan itu. Setelah dua tahun, kamu bisa mewarisi setengah dari properti dan mendapatkan sedikitnya satu triliun dari nenekmu itu!"     

"Saat itu, seharusnya kamu sudah melahirkan seorang putra bagi keluarga Pangestu. Jika kamu tidak terbiasa dengan Cahyadi si buaya itu, kamu bisa langsung menceraikannya dan setidaknya mendapatkan satu triliun darinya," tambah Hilda.     

"Nantinya, walaupun belum mencapai usia 30 tahun, kamu sudah menjadi wanita muda yang kaya raya dengan kekayaan dua triliun!" tukas Hilda, "Jika kamu ingin mencari berondong, kamu bisa melakukannya. Jika kamu ingin rujuk dengan mantan suamimu, kamu bisa menikahinya lagi dan terus bahagia!"     

Angan-angan Hilda membuat Giana yang mendengarnya merasa sangat puas. Giana mengangkat cangkir Starbucks di tangannya dan berkata, "Bersulang! Kita berjuang demi mencapai cita-cita sebagai wanita muda kaya raya dengan kekayaan dua triliun!"     

Hilda menopang dagunya dan berkata dengan kesal, "Aku bersulang dengan gelas kosong. Kopiku masih belum datang juga. Dasar anjing bodoh."     

"Hihi…" Giana terkikik dengan girang.     

Sinar matahari menembus jendela dan menyinari wajah Giana yang lembut. Penampilannya yang menyegarkan dan lemah lembut membuat orang-orang yang lewat di mal menatap ke arah jendela.     

———     

Pada pukul tujuh malam di rumah Nenek Wangsa, Yuana sedang marah-marah pada sepupunya.     

"Giana! Untuk apa kamu memanggil kami kemari? Aku sudah membuat janji dengan teman-teman sekelasku untuk menonton film Marvel!" protes Yuana. Dia berkuliah di Universitas Indonesia, salah satu universitas terbaik di seantero negeri.     

"Bukankah biasanya saat aku sangat sibuk, kalian juga menyuruhku datang?" balas Giana, "Jadi, kenapa aku tidak bisa memanggil kalian jika ada yang ingin kukatakan?"     

Begitu mendengar pertengkaran kedua saudara ini, Jayanata mewakili putrinya berbicara, "Memangnya hal penting apa yang ingin kamu katakan? Apa mungkin kamu sudah menandatangani kontrak dengan Grup Citra Abadi?"     

Setelah mengatakannya, Jayanata sekeluarga mulai tertawa.     

Giana mendengus dingin dan melemparkan kontrak ke atas meja, kemudian berkata, "Aku sudah menandatangani kontrak. Dana sebesar 140 miliar akan segera masuk ke rekening keluarga Wangsa!"     

Jayanata, Yuana, dan yang lainnya sontak tercengang.     

"Aku tidak percaya!"     

Jayanata dan Yuana buru-buru memeriksa kontrak tersebut. Ketika Yuana melihat bahwa nama proyek itu sudah diubah menjadi 'Grand Giana', dia sontak tertawa.     

"Kontrakmu ini palsu, ya, Kak Giana?" tuduh Yuana sambil mencibir, "Bisa-bisanya kamu bahkan mengubah namanya. Bukankah kamu sudah terlalu percaya diri sampai-sampai menggunakan namamu sendiri untuk proyek keluarga Wangsa kita? Memangnya kamu layak?!"     

"Om, bukankah Om akrab dengan Wapresdir Chintia?" Giana bertanya pada Jayanata, "Memangnya Wapresdir Chintia tidak memberitahu Om?"     

Wajah Jayanata langsung berubah menjadi serius. Dia segera menekan nomor telepon Chintia dan menghubungi wanita itu untuk benar-benar memastikan.     

"Wapresdir Yandra, saya ingin bertanya sebentar. Mengenai masalah kontrak, apa ini memang benar? Apa memang benar-benar sudah ditandatangani dan bahkan namanya juga sudah diubah?"     

Setelah menutup telepon, Jayanata mengangguk pada Nenek Wangsa dengan tidak percaya dan memberitahu, "Kontraknya… memang asli."     

Nenek Wangsa yang kegirangan segera memuji, "Bagus juga, Giana! Kamu melakukannya dengan sangat baik! Nenek tidak menyangka 140 miliar ini akan berhasil kita dapatkan! Nenek akan memberimu penghargaan yang besar!"     

Mendengar ini, kedua orang tua Giana turut kegirangan. Lana pun berkata, "Meninggalkan Sean si menantu sial itu memang membuat semuanya berubah menjadi lebih baik."     

Jayadi yang terlihat jarang menepuk pundak Giana turut menimpali, "Kerja yang bagus!"     

Sementara, Yuana merasa tidak senang dan berteriak menuduh Giana, "Giana! Apa yang kamu lakukan pada Presdir Yuwono sampai dia menamai proyek itu dengan namamu? Apakah jangan-jangan kamu… Jangan-jangan kamu sudah merayunya!"     

Presdir Yuwono sudah menjadi pria dambaan Yuana. Begitu dia memikirkan kemungkinan bahwa Giana sudah melakukan sesuatu pada Presdir Yuwono, dia menjadi naik pitam.     

Giana jadi ikut naik pitam dan menyahut, "Omong kosong macam apa yang kamu katakan? Aku bahkan belum bertemu dengan Presdir Yuwono sama sekali!"     

Kemarahan Yuana masih berlanjut, "Siapa yang mau kamu bodohi? Jika belum bertatap muka, bagaimana mungkin Presdir Yuwono mau menandatangani kontrak denganmu? Aku peringatkan, Giana! Kamu ini wanita yang sudah pernah bercerai. Kamu tidak pantas untuk Presdir Yuwono! Presdir Yuwono itu milikku! Jika kamu berani merebutnya dariku, jangan salahkan aku jika tidak mengakuimu sebagai saudaraku!"     

Setelah mengatakan ini semua, Yuana bergegas keluar meninggalkan kediaman Nenek Wangsa dengan marah.     

"Yuana…!" Nenek Wangsa berteriak memanggil dengan sedih, tetapi Yuana tetap tidak kembali.     

Giana menghampiri Nenek Wangsa dan menjelaskan, "Nenek, aku benar-benar tidak merayu Presdir Yuwono. Aku merundingkan kontrak ini dengan cara yang adil dan jujur."     

Nenek Wangsa sendiri tidak ingin menyelidiki kebenaran masalah ini karena menurutnya, tidak masalah untuk menggunakan cara apapun, asalkan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.     

"Kalau begitu, Jayadi akan bertanggung jawab sebagai direktur proyek ini. Sementara Giana, kamu akan menjadi wakil ayahmu," kata Nenek Wangsa, "Kalian berdua harus sama-sama bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini."     

Giana yang merasa agak tidak puas bertanya, "Aku sudah berhasil mendapatkan tanda tangan untuk kontrak ini dan proyek ini bahkan dinamai dengan namaku, jadi kenapa bukan aku direkturnya?"     

"Dasar keponakan tidak tahu malu! Kamu ini seorang junior, tapi ingin memanjat melampaui Om? Jika kamu dijadikan direktur, memangnya kamu bisa? Memangnya kamu punya kemampuan ini?" sambar Jayanata dengan marah.     

Sayangnya, Sandi tidak hadir karena sedang memulihkan luka-lukanya di rumah. Kekuatan tempur keluarga Jayanata jadi berkurang drastis.     

"Giana, pengalamanmu masih sedikit. Lebih baik kamu belajar dan mengasah kemampuanmu dari ayah dan ommu terlebih dahulu," kata Nenek Wangsa, "Selama kinerjamu terus begini, ke depannya Nenek pasti akan memberikan posisi direktur padamu."     

"Baik. Terima kasih, Nenek. Aku pasti akan terus bekerja keras demi keluarga Wangsa!" jawab Giana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.