Ingin Kukatakan Sesuatu

Kesulitan Giana



Kesulitan Giana

0Giana mendorong Sean, lalu membuka pintu dan berjalan keluar. Namun, saat dia baru saja membuka pintu, tanpa disangka dia bertemu dengan Chintia di pintu masuk.     
0

"Wa… Wapresdir Yandra."     

Saat mereka bertemu terakhir kali, Chintia menampar wajah Giana. Meskipun Giana sangat cemburu dan membenci Chintia, sekarang dia sedang berada di perusahaan Chintia. Selain itu, kedua belah pihak akan semakin banyak bekerja sama ke depannya, jadi Giana yang merupakan putri dari keluarga besar sangat mengerti hal-hal dasar semacam ini.     

"Nona Giana," Chintia juga tersenyum dan mengangguk pada Giana.     

Setelah mereka bertatap muka sekilas, Giana segera pergi.     

Sementara, Sean meraih kontrak tersebut dan ingin merobek-robeknya.     

Sean selalu berpikir bahwa ketika dia sudah menceraikan Giana, dia tidak akan memedulikan hal apapun yang berkaitan dengan Giana. Namun, begitu dia baru saja mendengar bahwa Giana akan makan bersama Cahyadi, perasaannya masih saja sangat tidak nyaman.     

Chintia selalu ingin mendekati orang-orang berduit. Dia ingin menjadikan Sean, yang merupakan seorang konglomerat tak dikenal ini, salah satu koleksinya. Hari ini mantan istri Sean datang mencarinya, jadi tentu saja Chintia ingin mengetahui apa yang mereka berdua bicarakan.     

Melihat ekspresi sedih Sean, Chintia tahu bahwa pria itu masih memiliki perasaan yang dalam untuk mantan istrinya. Chintia memperkirakan bahwa akan butuh waktu yang cukup lama bagi dirinya untuk menyerang Sean di saat-saat lemah. Sepertinya ini akan menjadi pertarungan yang panjang bagi Chintia jika ingin memenangkan hati Sean.     

"Jika Giana membuatmu marah, kamu bisa merobek kontrak itu dan membatalkan kerja sama dengan keluarga Wangsa," kata Chintia.     

Kekuatan tangan kanan Sean yang mencengkeram kontrak berangsur-angsur berkurang. "Aku tidak akan mengingkari apa yang sudah aku janjikan," kata Sean.     

Chintia tahu bahwa Sean adalah orang yang sangat mementingkan janji dan ini juga yang dikaguminya dari Sean.     

"Presdir Yuwono, tadi saya tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian. Presdir sendiri tahu bahwa saya adalah seorang pecinta kuliner dan sangat penasaran dengan tempat-tempat makanan enak yang ada. Depot Mie Ayam Instan di luar kota yang kalian bicarakan itu apa? Bisakah Presdir membawa saya ke sana?" tanya Chintia.     

Chintia ingin memanfaatkan kesempatan saat Giana membuat Sean kesal untuk mendekatkan jarak di antara dirinya dan Sean. Dia tahu bahwa pada saat ini, Sean tidak akan menolak ajakannya untuk makan bersama.     

Setelah berpengalaman dengan begitu banyak laki-laki, Chintia sudah memiliki seluruh cara untuk menaklukan pria. Semua pria bersifat pendendam dan impulsif. Karena Giana bilang akan makan dengan pria lain, Sean pasti juga akan mencari seorang wanita untuk menemaninya.     

Benar saja, tebakan Chintia memang tepat.     

"Aku akan membawamu ke sana," jawab Sean dengan tidak bersemangat.     

Satu setengah jam kemudian, Sean dan Chintia tiba di sebuah jalan tersembunyi di luar kota. Jalanan itu lebar dan bersih, tetapi hanya ada sedikit orang di sana. Sangat mudah untuk memarkirkan mobil di pinggir jalan.     

Keduanya tiba di depan pintu masuk depot dan turun dari mobil, kemudian Sean berkata, "Ini bukan restoran bintang lima. Hanya sebuah depot biasa. Aku khawatir kamu tidak biasa makan di tempat seperti ini."     

Chintia tersenyum dengan cerah dan menjawab, "Makanan enak tidak dibedakan oleh harganya. Saya bahkan menyukai tahu isi yang dijual di pinggir jalan. Presdir Yuwono, saya bukan seorang putri yang hanya pergi ke tempat-tempat mewah."     

Sean tertawa. Dia bisa melihat bahwa Chintia sendiri pasti sudah begitu bersusah payah hingga bisa berada di posisinya yang sekarang tanpa mengandalkan keluarganya. Benar-benar berbeda dari wanita cantik kaya raya pada umumnya.     

Keduanya sama-sama berjalan menuju depot. Tiba-tiba saja, Chintia meraih tangan Sean.     

"Maaf, Presdir Yuwono. Ada banyak genangan air di pintu masuk. Saya takut…" jelas Chintia.     

"Oh."     

Sean tidak bisa menolak, jadi dia memegang tangan Chintia dan mereka pun memasuki depot seperti sepasang kekasih.     

Sementara itu, Sean membatin, Tiga tahun sudah berlalu dan aku sangat ingin memasuki tempat ini sambil memegang tangan Giana, tapi setiap kali dia selalu saja menolak. Baru hari ini akhirnya keinginan itu terkabul dan aku tahu bagaimana rasanya memegang tangannya.     

Sean bukan orang suci dan juga merupakan seorang pria biasa, jadi bagaimana mungkin dia tidak ingin memiliki istri secantik Giana secara seutuhnya? Dia begitu berharap untuk dapat memiliki Giana seutuhnya. Namun, kenyataannya Cahyadi bahkan sudah pernah mendapatkan Giana, sementara Sean belum!     

"Presdir Yuwono... Presdir menyakiti saya," Chintia menyadarkan Sean.     

Ternyata Sean memegang tangan Chintia dengan terlalu kuat sampai membuatnya kesakitan. Sean segera tersadar kembali ke akal sehatnya dan berkata, "Maaf, Chintia. Jika sedang berada di luar, kamu bisa langsung memanggil namaku saja."     

Begitu mereka memasuki depot, Sean memesan seporsi hidangan khas Mie Ayam Instan yang menjadi andalan tempat ini dan juga beberapa hidangan lain, kemudian duduk.     

Setelah duduk, Chintia melihat Sean yang terus saja diam dan memasang ekspresi serius. Dia pun bertanya, "Sean, tadi sedang memikirkan apa? Sepertinya kamu sedang tidak senang."     

Sean menuangkan secangkir teh untuk dirinya sendiri sambil menjawab, "Tidak ada."     

Sambil meneguk tehnya, Sean memandang ke luar jendela dan berpikir, Seharusnya saat ini Giana sedang bermesraan dengan si brengsek Cahyadi itu di restoran barat, kan? Apa perlu aku menyuruh Andy mematahkan kaki Cahyadi atas perlakuan mereka terhadapku ini?!     

Bukannya Sean tidak pernah terpikir untuk berbuat demikian. Masalahnya, Giana yang salah. Bahkan jika tidak ada Cahyadi sekalipun, akan ada Cahyono, Cahyanto, dan pria-pria lainnya. Tidak akan ada yang bisa menghentikan seorang wanita yang ingin berselingkuh.     

———     

Sementara itu, Giana sedang duduk di dekat jendela Starbucks sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta dan melambaikan tangan untuk memanggil sahabat baiknya, Hilda Sukirman.     

"Hilda! Di sini!"     

Giana sama sekali tidak membuat janji dengan Cahyadi. Saat dia bilang akan makan ke restoran barat bersama Cahyadi, itu semua hanya untuk membuat Sean marah.     

Hilda tidak datang sendirian. Di sebelahnya, ada seorang pria tampan berusia sekitar dua puluh tahunan. Pria tampan itu memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm. Wajahnya tampan dan menawan, sepertinya juga tidak kalah dengan para idola yang sedang terkenal saat ini.     

Hilda menggandeng tangan si berondong tampan dan berjalan menghampiri Giana. Lalu, dia duduk sambil menyuruh berondong tampan di sampingnya, "Panggil dia Kakak."     

Brondong tampan itu benar-benar sangat patuh dan menyapa, "Kak Giana."     

Giana balik tersenyum dan balas menyapa, "Halo, pria tampan."     

Hilda kemudian kembali menyuruh berondong itu, "Pesankan aku kopi. Setelah itu, kamu bisa jalan-jalan ke tempat lain di mal ini. Aku akan memanggilmu kalau sudah selesai mengobrol."     

"Oke," jawab berondong tampan itu sebelum pergi meninggalkan mereka dengan patuh.     

Semua Ini membuat Giana sangat iri dan bertanya, "Hilda, siapa berondong ini? Baru kenal, ya? Sudah pernah tidur dengannya?"     

Hilda mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya sambil menjawab dengan bangga, "Tentu saja."     

"Kamu benar-benar, ya!" kata Giana, "Sesudah menikah, ini ketiga kalinya kamu begini, kan?"     

Hilda mengulurkan empat jarinya, menunjukkan bahwa tebakan Giana salah.     

Giana langsung menghentakkan kakinya dengan semangat dan berseru, "Ya Tuhan! Kamu sangat hebat! Kamu tidak kehilangan suami yang ada di rumah dan bersenang-senang dengan berondong tampan di luar! Kenapa aku yang baru saja mencoba sekali, langsung tertangkap basah dan bahkan diceraikan?! Benar-benar menyebalkan!"     

Hilda tertawa dan menjawab, "Perbedaannya adalah suamimu pengantar makanan, sementara suamiku pebisnis. Setiap hari dia mengurus bisnisnya dan pergi untuk perjalanan bisnis. Dia sama sekali tidak berada di Jakarta, jadi tidak mungkin bisa menangkap basah diriku ini! Hehe."     

"Ngomong-ngomong, kenapa tiba-tiba kamu mencariku?" tanya Hilda.     

Giana mengeluarkan kontrak dan menyerahkannya pada Hilda. Ketika melihat kontrak itu, Hilda yang terkejut dan berseru dengan kegirangan, "Boleh juga kamu! Sayangku, ternyata kamu benar-benar menandatangani kontrak dengan Grup Citra Abadi atas nama keluargamu. Bahkan proyek itu dinamai dengan namamu!"     

Hilda langsung bertanya, "Bagaimana kamu bisa melakukannya? Jangan-jangan kamu sudah tidur dengan Presdir Yuwono?"     

Pertanyaan Hilda membuat Giana nyaris tak bisa berkata-kata. "Halooo! Jangan anggap aku wanita sembarangan begitu, oke? Memangnya aku wanita semacam itu?"     

Hilda tersenyum. "Tentu saja! Bukannya kamu tidur dengan Cahyadi demi membantu keuangan keluargamu?"     

"Enak saja!" Giana melemparkan ikat rambut yang ada di tangannya ke arah Hilda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.