Ingin Kukatakan Sesuatu

Mencabut Perwakilan Kuncoro!



Mencabut Perwakilan Kuncoro!

0Sedetik yang lalu, Nenek Wangsa merayu semua orang berkuasa di Jakarta untuk memasukkan Sean ke dalam daftar hitam mereka. Di detik berikutnya, Nenek Wangsa menyuruh Sean untuk tetap tinggal dan makan di sini.     
0

Tindakan Nenek Wangsa ini membuat banyak orang tidak bisa memahami jalan pikiran dan cara kerjanya. Namun, Chintia justru bisa melihat kehebatan Nenek Wangsa. Chintia memandang Nenek Wangsa dengan penuh rasa kagum.     

Apakah setelah ditampar, Sean diberi permen? Jelas tidak sesederhana itu.     

Nyonya besar keluarga Wangsa menegakkan martabatnya sendiri. Dia menghancurkan hidup Sean karena Sean sudah memukul cucunya. Namun, dia mengizinkan Sean untuk menghadiri pesta ulang tahunnya karena Sean masih merupakan menantu keluarga Wangsa saat ini.     

Karena masih terhitung sebagai cucu menantu Nenek Wangsa, Sean harus tetap berada di pesta ulang tahun tersebut sebagai anggota keluarga. Ini merupakan adalah aturan dan prinsip. Sean tidak menolak dan duduk di meja yang sama dengan cucu laki-laki dan cucu perempuan Nenek Wangsa, Giana dan Sandi.     

Tentu saja, ada banyak ruang privat yang mewah di hotel ini. Tetapi, Nenek Wangsa suka menikmati keramaian sehingga dia sengaja mengatur meja perjamuan di lobi.     

Sandi memandang Sean yang duduk di sebelahnya dan mendengus. Dia menggunakan kesempatan ini untuk menghina, "Sean, makanan ini adalah makanan terakhir yang bisa kamu makan di Jakarta. Makanlah yang banyak! Walaupun ke depannya kamu berhemat, kamu bahkan tidak akan bisa makan roti tawar! Hahaha!"     

Adik perempuan Sandi, Yuana, ikut menyahut, "Kak, Kakak terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin sampai tidak bisa makan roti tawar? Bukankah dia bisa mengemis-ngemis makanan?"     

Sandi tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Apa yang adikku katakan ini benar! Pekerjaan mengemis makanan ini bisa dia lakukan. Kami mengizinkanmu mengemis makanan! Hahaha!"     

Hari ini Sean sudah merasa bosan mendengar ejekan Sandi. Bahkan, ejekannya itu saat ini tidak terasa apa-apa lagi bagi Sean. Akan tetapi, saat Yuana tiba-tiba berbicara, Sean sontak meliriknya.     

Bisa dibilang Yuana juga merupakan saudara ipar Sean. Meskipun tidak secantik Giana, wanita ini memiliki postur tubuh yang jarang dijumpai di Jakarta. Karena Yuana dan Giana berselisih, Sean dan Yuana juga jadi sangat jarang berhubungan.     

Sandi telah mengejek Sean, tetapi Sean tidak mengatakan apa-apa. Sandi pun memanfaatkan kelemahan Sean saat ini. Dia mengambil gelas anggurnya dan berjalan menghampiri Kuncoro yang duduk di meja sebelah.     

"Bos Kuncoro, aku benar-benar ingin mengucapkan terima kasih padamu untuk hari ini. Tadi saat kamu menyuruh Sean melepas bajunya di luar, pemandangan itu benar-benar klasik! Haha! Seperti melatih seekor anjing saja!"     

Kuncoro turut tersenyum dan mendentingkan gelasnya dengan gelas Sandi, lalu berkata, "Tuan Muda Sandi terlalu sungkan. Jika saya tahu dari awal, saya akan meminta Tuan Muda untuk merekamnya agar saya bisa menontonnya lagi di masa depan ketika bosan dan ingin menenangkan suasana hati."     

"Hahaha! Apa yang Bos Kuncoro bilang memang benar! Seharusnya memang harus direkam!" Sandi mengatakannya sambil tertawa terbahak-bahak. Dia takut Sean tidak dapat mendengarnya.     

Sean melirik Kuncoro. Setelah Kuncoro melihatnya, dia langsung menghardik, "Lihat apa, hah?! Jika nanti kamu masih berani melamar di perusahaan pengiriman makanan kami, aku akan mematahkan kakimu!"     

Sean menatap Kuncoro dengan tatapan membunuh dan berpikir, Si Kuncoro ini memang harus segera dibereskan.     

Sean mengangkat telepon dan memanggil pengurus rumah tangga keluarga Yuwono, Fairus. Kakek Yuwono telah secara khusus mengatur Fairus untuk membantu Sean dalam misi pelatihannya di Indonesia.     

Sebelumnya, Fairus memberitahu Sean bahwa misi pelatihannya sebagai menantu telah berakhir dan sudah saatnya bagi Sean untuk melaksanakan tugasnya sebagai Presiden Direktur Grup Citra Abadi.     

"Tuan Muda Ketiga!" Fairus segera menjawab panggilan telepon itu.     

Sean langsung bertanya, "Ada seorang direktur yang mengundang kakekku untuk makan bersama. Orang yang melakukan bisnis pesan-antar. Siapa namanya?"     

Fairus menjawab, "Apa yang Tuan Muda maksud adalah Hendra Utama, presiden direktur pesan-antar Kami Antar?"     

Sean menyahut, "Benar, dia! Hubungilah dia dan suruh dia untuk mencabut perwakilan Kami Antar yang ada di Jakarta."     

Begitu Sean mengucapkan perintah ini, Giana dan Yuana yang ada di meja yang sama dengannya tercengang. Begitu juga dengan Kuncoro, Chintia, dan yang lainnya yang ada di meja sebelah. Semuanya tercengang.     

Fairus menjawab, "Baik. Dia terus menunjukkan keinginan untuk berkenalan dengan Tuan Besar. Dia pasti sangat senang bisa melakukan sesuatu untuk Tuan Muda. Bisa dibilang saat ini dia bernilai lebih dari seratus triliun, jadi dia juga sudah memenuhi syarat untuk makan malam dengan Tuan Besar."     

Sean menjawab, "Ya, bocah ini sudah memiliki perkembangan yang baik selama beberapa tahun ini. Atur dia untuk bertemu denganku di lain hari. Aku ingin mengundangnya makan bersama."     

Setelah selesai berbicara, Sean menutup telepon. Tempat itu mendadak menjadi hening selama beberapa saat. Namun, sesudah itu...     

"Hahahahaha…!" Sandi tertawa terbahak-bahak hingga luka di wajahnya terbuka. "Hahahaha... Benar-benar konyol! Sean, kamu ini sedang berpura-pura menjadi apa? Kamu mencabut perwakilan Direktur Kuncoro? Kamu pikir siapa dirimu? Hah?!"     

Kuncoro turut tertawa hingga tubuhnya tergoncang ke depan dan ke belakang, lalu berkata, "Heh, bocah. Ingin membual juga ada tempatnya! Apa kamu kira berguna untuk membual di sini? Siapa yang bisa digertak bocah kampung sepertimu?"     

"Kakekmu hanyalah seorang petani, sementara Direktur Hendra, yang memiliki aset ratusan triliun, akan mengundang kakekmu untuk makan bersama? Kamu benar-benar hidup di dalam mimpi!" kata Kuncoro lagi.     

Giana tampak jijik dan ikut berkata, "Benar-benar menjijikkan! Kalau bodoh, ya, bodoh! Untuk apa berpura-pura seperti itu?"     

Hanya Chintia yang menatap Sean dengan wajah serius. Sean tidak berbicara dan tidak menanggapi. Dia mengambil garpu dan menyantap hidangan pembuka.     

Setelah sekitar enam menit, tiba-tiba ponsel Kuncoro berdering. Melihat nama panggilan yang tertera di layar ponselnya, Kuncoro segera meletakkan sendok dan garpu dengan penuh semangat. Dia segera membersihkan tangannya dan menjawab teleponnya.     

"Oh! Direktur Hendra!"     

Keluarga Wangsa, Chintia, dan yang lainnya segera menoleh setelah mendengar bahwa Direktur Hendra menelepon. Mereka juga meminta yang lain untuk menjaga ketenangannya.     

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar pesan-antar 'meledak' sehingga Hendra sendiri sudah menjadi orang kaya baru di Indonesia dengan kekayaan senilai lebih dari seratus triliun rupiah. Semua orang kaya di Jakarta yang hadir juga ingin berteman dengan Direktur Hendra melalui hubungan Kuncoro dengannya.     

Kuncoro berkata dengan penuh semangat, "Direktur Hendra! Dua hari ini saya ingin menelepon Anda untuk membicarakan perpanjangan kontrak."     

Hendra berkata di telepon, "Aku sengaja meneleponmu untuk memberitahukan bahwa perwakilanmu di Jakarta sudah dicabut!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.