Ingin Kukatakan Sesuatu

Menunggu di Tempat Parkir!



Menunggu di Tempat Parkir!

0Giana ingin bertanya kepada Sean secara langsung, Mengapa kamu berlutut kepada wanita lain, bukannya berlutut padaku?! Dia juga harus bertanya kepada Chintia Yandra, Mengapa kamu merebut pria milikku?!     
0

Nenek Wangsa memandang Giana dengan penuh kekesalan, lalu berkata, "Telepon Chintia Yandra. Aku akan berbicara dengannya secara langsung."     

"Baik!" jawab Jayanata. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon Chintia Yandra, kemudian menyerahkan ponsel itu kepada nyonya besar keluarga Wangsa.     

Meskipun Nenek Wangsa merasa sangat marah, nada suaranya tetap terdengar sangat lembut. Bagaimanapun, Nyonya Besar Wangsa telah berada dan berkecimpung di dunia bisnis ini seumur hidupnya sehingga hal kecil seperti ini tidak akan sampai membuatnya kehilangan akal sehatnya.     

Dengan lembut dan tanpa kehilangan keseriusannya, Nenek Wangsa berkata, "Wapresdir Yandra, saya dengar bahwa menantu miskin kami pergi ke perusahaanmu untuk menjadi pengawalmu. Jika sejak awal saya tahu kamu menyukai Sean Yuwono, seharusnya saya memberikannya kepadamu sejak enam bulan yang lalu."     

Nenek Wangsa lanjut berbicara, "Hanya saja, kemarin kamu mengatakan bahwa kamu akan mendukung keluarga Wangsa dan memasukkannya ke dalam daftar hitam. Tapi, hari ini kamu justru berbuat kebalikannya. Kamu sepertinya berhutang penjelasan kepada saya?"     

Chintia berkata, "Ini tidak seperti yang Nyonya Besar pikirkan. Tapi, bagaimanapun juga, saya harus minta maaf. Hal yang saya janjikan kemarin, saya tidak dapat melakukannya. Maaf."     

Mendengar Chintia meminta maaf dengan tulus, suasana hati Nenek Wangsa merasa jauh lebih baik. Dia berkata pada Chintia dengan murah hati, "Ah… Untuk apa meminta maaf? Kita adalah satu keluarga. Kalau kamu menyukai dia, maka ambil saja. Dia hanya seorang menantu miskin. Anggap saja keluarga Wangsa kami memberikannya kepadamu!"     

Giana yang berada di samping langsung berteriak dengan ekspresi cemburu, "Tidak boleh memberikan Sean padanya!"     

Nenek Wangsa sangat marah hingga memelototi Giana dengan galak. Dia segera menutup mikrofon ponsel karena takut kata-kata Giana barusan akan terdengar oleh Chintia di seberang telepon. Melihat Nenek Wangsa marah, Lana buru-buru menutup mulut Giana dengan tangannya dan tidak membiarkan putrinya berbicara lagi.     

Nenek Wangsa terus berbicara di telepon sambil tersenyum, "Saya tidak peduli dengan urusan Sean Yuwono. Tapi, Wapresdir Yandra, untuk pembiayaan 150 milyar, kamu sudah berjanji pada saya. Kamu tidak akan menarik kata-katamu, kan?"     

Chintia menjawab, "Saya sudah memberi tahu Presdir Yuwono tentang proyek ini. Presdir Yuwono sudah membaca perencanaan kalian dan merasa itu sangat bagus. Dia menyukai perencanaannya. Tapi, dia ingin tahu lebih banyak tentang proyek ini."     

"Apa? Presdir Yuwono sudah membaca perencanaan kami? Dan juga sangat menyukainya?" Nenek Wangsa mengulangi kata-kata Chintia dengan penuh semangat. Setelah mendengarkannya, semua orang di keluarga Wangsa yang berada di sana melompat kegirangan.     

Nenek Wangsa melanjutkan, "Kalau ingin tahu lebih banyak, ini gampang. Saya akan meminta Jayanata untuk mengunjungi Presdir Yuwono di perusahaan kalian dan berbicara dengan Presdir Yuwono tentang proyek ini secara langsung!"     

Chintia menjawab, "Oke. Kalau begitu, saya akan mengatur waktu."     

Nenek Wangsa akhirnya berkata dengan penuh semangat, "Terima kasih, Wapresdir Yandra. Saya akan memberimu hadiah lagi setelah urusan ini beres!"     

Setelah menutup telepon, Nenek Wangsa tertawa terbahak-bahak hingga kerutan di wajahnya menjadi sangat jelas.     

Nenek Wangsa beralih pada putra sulungnya dan memerintahkan, "Jayanata, Presdir Yuwono sudah melihat perencanaan kita. Kamu siap-siap. Wapresidr Yandra akan mengatur agar kamu bertemu dengan Presdir Yuwono dan itu bisa kapan saja. Sampai saat itu, kamu harus bersikap baik di hadapan Presdir Yuwono, dan jangan mengacaukan urusan ini!"     

Jayanata menjawab dengan tak kalah gembira, "Jangan khawatir, Ibu. Aku pasti akan menyanjung Presdir Yuwono ketika kami bertemu nanti! Aku akan memuji proyek kita adalah yang terbaik! Haha…" Kemudian, dia berkata, "Tapi, Sean Yuwono sekarang adalah orangnya Wapresdir Yandra. Apa kita jangan mempermasalahkan Sean Yuwono yang mencuri lagi?"     

Nenek Wangsa mendengus dengan dingin. "Mengapa tidak mempermasalahkannya? Soal Sean Yuwono yang mencuri jam tangan, terus selidiki dan temukan buktinya untukku. Sampai saatnya, entah dihukum dengan hukum keluarga, atau mengirimnya ke penjara, atau memberikannya kepada Chintia Yandra, semua ada keuntungannya!"      

Sandi tiba-tiba menyahut, "Nenek, aku sudah menemukan buktinya. Dia menjual jam tangan itu kepada sekelompok bajingan."      

Nenek Wangsa menganggukan kepala dengan puas. "Bagus, Sandi. Cari buktinya. Sean Yuwono hanyalah seekor anjing Chintia Yandra. Meskipun kita membalas dendam kepada Sean, Chintia Yandra tidak akan berbuat apa-apa."     

Nenek Wangsa kemudian menatap Giana, Jayadi, dan Lana sekeluarga sambil berkata dengan marah, "Jayanata membantuku membicarakan proyek dengan Presdir Yuwono. Sandi sudah menemukan bukti Sean Yuwono mencuri. Bagaimana dengan kalian sekeluarga? Apa kontribusi yang kalian berikan kepada keluarga Wangsa? Yang tua tidak bisa apa-apa, yang muda tidak berguna! Bahkan, menantu miskin pun tidak bisa kalian urus!     

Tak cukup menegur keluarga Jayadi, Nenek Wangsa masih mengolok-olok Giana, "Percuma memiliki wajah cantik. Wajahmu itu seharusnya berada di tempat Yuana!"     

Nenek Wangsa selalu lebih menyukai keluarga Jayanata. Sekarang, nyonya besar keluarga itu semakin mengkritik Giana dengan lebih tak bermoral. Namun, Giana Wangsa memiliki harga diri yang sangat kuat. Dia langsung berlari keluar karena marah.     

"Giana! Kamu mau ke mana?" panggil Cahyadi.     

Cahyadi mengikuti Giana keluar dan melihat wanita itu sudah pergi mengendarai mobilnya. Bahkan, dia mengendarai mobil dengan sangat cepat. Auranya seperti ingin pergi untuk membunuh orang. Giana benar-benar terbakar emosi.     

"Sean Yuwono brengsek! Membuatku malu di hadapan seluruh keluarga! Kali ini aku akan memberimu pelajaran!" Giana memaki.     

Giana mengemudikan mobil Audi-nya dan tiba di gedung perusahaan Grup Citra abadi dengan cepat. Karena keluarga Wangsa sedang membicarakan mengenai proyek kerja sama dengan Grup Citra Abadi, Giana memiliki nomor telepon sekretaris Wapresdir Yandra, Rosiana Krisjanto.      

Giana Wangsa duduk di dalam mobilnya di parkiran bawah tanah, menelepon Rosiana, dan langsung bertanya, "Ada di mana Sean Yuwono dan Wapresdir Yandra kalian?"     

Rosiana menjawab, "Mereka baru saja turun ke parkiran mobil bawah tanah. Nona Wangsa mencari mereka untuk…"      

Tanpa menunggu Rosiana selesai berbicara, Giana langsung menutup telepon. Kemudian, dia keluar dari mobil dan melihat sekeliling. Benar saja, dia langsung melihat seorang pria dan wanita berbicara dengan penuh tawa sambil berjalan menuju Porsche Panamera berwarna merah.     

Mereka adalah Sean Yuwono dan Chintia Yandra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.