My wife is a boy

Bayi sandra



Bayi sandra

0Panji dan Algis duduk berdampingan di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar berhadapan dengan seorang wanita paruh baya,di belakang wanita itu ada seorang wanita lagi yang lebih muda berdiri di sampingnya.     
0

Mereka berdua adalah ibu pengurus panti asuhan dan asistennya.     

"Jadi Bapak yang bernama bapak Mahendra Panji Winata?"     

"Iya saya Panji,seperti yang saya sampaikan tadi,saya datang kesini untuk menjemput bayi yang di titipkan di sini atas nama Edo"     

Ibu kepala panti asuhan itu tersenyum lalu mengangguk mengerti.     

"Iya.. beberapa hari yang lalu mas Edo datang kemari dan mengatakan orang tua dari bayi yang ia titipkan enam bulan yang lalu di sini akan datang untuk menjemput"     

"Ini surat dan berkas yang Edo berikan pada saya,mungkin saja ibu ingin bukti kalau saya memang orang tuanya" kata Panji dengan wajah tenang sambil menyodorkan satu map ke arah ibu panti asuhan.     

Ibu panti asuhan membuka map itu sebentar.     

"Sesuai dengan pesan mas Edo kalo bapak datang kemari saya harus memberikan bayi itu pada bapak. Saya senang jika orang tuanya datang kemari dan menjemputnya" kata si ibu panti asuhan dengan ramah.     

"Jadi...bisa kami lihat bayi itu" kali ini Algis ikut bicara. Dari tadi ia gelisah ingin segera melihat bayinya,tepatnya adalah bayi Panji dan Sandra. Ahh namun bagi Algis tak ada bedanya. Baginya bayi itu sama seperti Virendra dan Vishaka.     

"Sar….Ambil bayi itu ya.." perintah ibu panti asuhan kepada asistennya.     

"Iya Bu.." wanita yang lebih muda itu lalu meninggalkan ruangan.     

"Kami belum memberi nama bayi itu pak Panji,kata mas Edo orang tuanya yang akan memberi nama"kata Bu panti asuhan memberi tahu.     

"Tidak apa-apa,kami akan memberikan nama untuknya nanti" jawab Panji tetap dengan wajah tenang.     

Tidak lama setelah itu datang asisten panti asuhan dengan menggendong seorang bayi laki-laki yang tampan.     

Melihat bayi itu Algis langsung bangkit berdiri,mengulurkan kedua tangannya ke arah bayi tampan itu.Si bayi tersenyum imut lalu menyambut kedua tangan Algis. Bayi itu mau di gendong Algis padahal mereka baru sekali bertemu.     

"Dia memang mudah ikut sama siapa saja,makanya di sukai semua orang di sini,apa lagi anak-anak panti, sangat sayang sama dia" kata ibu panti asuhan sambil tersenyum.     

"Dia sehat sekali Bu…" kata Algis dengan wajah bahagia.     

"Iya dia sehat juga pintar sekali"     

Algis menimang bayi itu dengan senyum bahagia. Namun tidak dengan Panji. Pria itu tampak biasa saja ia melihat kearah bayi itu hanya sekilas.     

Setelah semua urusan dokumen selesai Panji dan Algis berpamitan pada ibu panti asuhan dan asistennya. Mereka berdua keluar dari ruangan dan berjalan ke arah perkiraan mobil.     

"Hai... Papa..kok diam aja sih..lihat sini dong" kata Algis sambil menggoyangkan tangan mungil bayi laki-laki dalam gendongannya ke arah Panji.     

Yang diajak bicara hanya menoleh sekilas.Ia lalu membukakan pintu mobil untuk Algis.     

"Papa sombong banget ya..di sapa gak mau jawab" kata Algis lagi.Panji masih diam.     

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah di dalam mobil hanya ada suara Algis yang mengajak si bayi berbicara.Mereka berdua terlihat akrab satu sama lain seakan bayi itu sudah sering bersama Algis.     

Hingga sampai rumah pun Panji masih tidak mau bicara,wajahnya terlihat tegang dan serius.     

"Mbak Nur...titip si dedek bentar ya… ajak main sama Virendra dan Vishaka" kata Algis sambil memberikan bayi laki laki yang tampan itu pada Nur.     

"Iya Den…" Nur mengambil alih bayi itu lalu membawa bayi itu bergabung dengan Virendra dan Vishaka di ruang bermain.     

Algis menyusul Panji yang lebih dulu masuk ke kamarnya.     

Di dalam kamar Panji berdiri menghadap ke luar jendela.     

Algis masuk kedalam kamar dan menghampiri Panji.     

"Ada apa mas?kok sepertinya gak suka kita jemput bayi itu" tanya Algis sambil melihat kerah suaminya.     

"Apa yang harus aku katakan sama keluarga kita tentang bayi itu Gis"     

"Apa yang mas Panji bingungkan,bayi itu anak kita kan"     

"Apa akan sesederhana itu?mereka pasti bertanya asal usul bayi itu"     

"Asal usulnya jelas mas dia anak mas Panji dan Sandra"     

"Aku tidak pernah mengharapkan bayi itu"     

"Awalnya Algis juga tidak mengharapkan memiliki Virendra dan Vishaka mas.Algis tahu mas tidak menyukai bayi itu karena dia anak dari wanita yang mas benci,tapi mas Panji... biar bagaimanapun bayi itu darah daging mas Panji,dan Algis terima itu. Dia sama seperti Virendra dan Vishaka dia anak kita mas,kita harus merawatnya"     

"Apa kamu gak sakit hati tiap melihat bayi itu Gis,apa kamu gak akan teringat perbuatan Sandra sama kamu tiap lihat bayi itu??"     

"Algis mencintai mas Panji,sangat mas...Algis mencintai semua yang ada dalam diri mas Panji.Lalu kenapa Algis harus membenci bayi itu.Bayi itu gak bersalah mas... percayalah Algis bahagia bisa memiliki anak satu lagi"     

Panji terdiam,ia menatap ke dalam dua bola mata bulat milik Algis.Tak ada duka di sana,yang ada hanya tatapan memohon pengertian.Yah..Algis berharap Panji bisa menerima bayi malang itu.     

Bayi itu adalah anak Panji,itu adalah kenyataan yang tak bisa diubah.     

"Tapi aku tetap tidak bisa mengatakan bayi itu anak ku dan Sandra"     

"Kenapa mas?"     

"Mama gak akan terima Gis,aku juga tidak akan sanggup jujur sama Bapak dan ibu,aku takut mereka mengambil mu dari ku"     

"Mas Panji…..Bapak ibu gak akan pernah punya pikiran seperti itu mas.Apa kita akan bilang bayi itu anak adopsi? Anak adopsi dari mana kalo wajahnya saja mirip sama mas Panji,bahkan Virendra dan Vishaka gak semirip itu sama mas Panji"     

Panji menarik nafas pelan.     

Algis mendekatkan tubuhnya pada Panji, lalu memeluk pinggang pria itu.     

"Jangan takut,Algis sama mas Panji,kita akan lalui semuanya sama sama"     

Panji membalas pelukan Algis.Semoga saja setelah melewati semua ini ia dan Algis bisa kembali hidup dengan tenang.     

xxxxx     

"Apa?????!!!!!!" Kejut Bu Rina setelah mendengar Panji memberitahu tentang bayi yang ia jemput dari panti asuhan.     

"Dia anak kamu di luar nikah Ji???"tanya Bu Rina memastikan setengah berteriak.     

"Mama…. Virendra dan Vishaka juga anak di luar nikah" Algis mengingatkan ibu mertuanya jika lupa.Kalau kata Bastian tak hanya hamil di luar nikah,tapi juga di luar nalar.     

"Iya mama juga tahu Gis tapi cucu mama gak begini kasusnya"     

"Bayi itu juga cucu Mama" jawab Algis kembali mengingatkan.     

"Tapi bayi itu dari wanita yang gak jelas asal usulnya,mama gak bisa terima ini Ji" Bu Rina menoleh ke arah Panji     

"Mama harus terima,Panji akan merawatnya" tegas Panji.     

"Terserah" jawab Bu Rina tak kalah tegas.     

"Kalo kamu mau rawat bayi itu silahkan,tapi bagi Mama hanya Virendra dan Vishaka cucu Mama"     

"Tapi bayi itu anak Panji juga Ma…"     

"Kalo besok datang lagi wanita mengatakan kamu harus jemput bayi mu di panti asuhan,apa kamu akan pergi juga gitu!? Wanita mana,siapa keluarganya kamu gak kasih tau Mama.Emangnya kamu asal tanam benih sama wanita yang gak jelas gitu?!" Panji memang tidak menceritakan hal yang sebenarnya.     

Wanita paruh baya itu langsung bangkit berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruang tengah.     

Panji dan Algis terdiam,begitu juga dengan Pak Suryadi. Pria paruh baya itu yang biasanya selalu mengingatkan sikap istrinya, kali ini memilih diam.     

"Pa…." Panggil Panji. Ia berharap papanya mau mengatakan sesuatu.     

"Sikap Mama itu manusiawi Ji..papa harap kalian berdua tidak tersinggung dengan kata-kata Mama kalian"     

"Sekalipun kalian sudah berumah tangga dan kalian berhak menentukan semua keputusan dalam rumah tangga kalian,tapi ada kalanya,kalian harus ceritakan terlebih dahulu pada orang tua"     

Suasana kembali hening.     

"Beri Mama waktu Ji...sekarang kalian bedua pulang saja dulu"     

Kata Pak Suryadi memberi saran.     

Panji dan Algis akhirnya memilih mendengarkan kata-kata Papanya untuk kembali pulang kerumah mereka.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.