My wife is a boy

Empat tahun kemudian(End)



Empat tahun kemudian(End)

04 tahun kemudian     
0

Pagi hari adalah waktu paling sibuk, paling rusuh selama empat tahun belakangan ini. Algis menghabiskan semua waktunya full untuk mengasuh ketiga anaknya. Virendra, Vishaka dan Mahesa. Anak ketiga Algis diberi nama Mahesa Nararya Winata, bayi yang dulu ia jemput dari panti asuhan kini sudah berusia empat tahun. Usia yang sama dengan si kembar, dan ia beri nama Mahesa.     

Mahesa tumbuh jadi anak yang tampan, meski masih berusia empat tahun namun garis wajahnya sudah menunjukan ketampanan yang diwarisi dari Panji. Mahesa sangat mirip dengan Panji dari hidung, mata, bibir hingga warna kulitnya sama seperti Panji, bisa dikatakan Mahesa adalah fotocopy dari Panji.     

Berbeda dengan si kembar Virendra dan Vishaka mereka berdua berwajah mirip identik bedanya hanya Virendra laki-laki dan Vishaka perempuan. Selebihnya mereka memiliki kemiripan wajah hampir seratus persen.     

Jika Mahesa sangat mirip dengan Panji, tidak dengan si kembar. Virendra dan Vishaka mereka memiliki wajah perpaduan antara Panji dan Algis. Mereka mempunyai kulit halus putih seperti Algis, hidung mancung seperti Panji, Alis yang tebal seperti Panji. Namun mereka mewarisi bentuk mata bulat dan bibir mungil seperti Algis.     

Si kembar sangat menggemaskan, bukan turunan campuran namun dua anak itu seolah anak dari orang tua campuran. Itu kenapa banyak yang menyayangi dua anak kembar itu tingkah polah dan wajah mereka berdua sangat menggemaskan.     

"Vishaka..ayo cepat kemari jangan larian begitu" kata Algis sambil memunguti handuk dan pakaian anak-anaknya yang berserakan di lantai.     

"Mbak..kalo Virendra udah siap bawa turun ke bawah ya..ajak sarapan duluan bareng papanya" kata Algis pada pengasuh anak-anaknya.     

Hingga ketiga anaknya berusia empat tahun Algis tidak pernah ganti pengasuh dan tidak menambah pengasuh lagi. Cukup satu pengasuh saja untuk membantunya mengasuh ketiga anaknya.     

"Baik mas Algis.." si pengasuh lalu menuntun Virendra yang sudah siap ke lantai bawah untuk sarapan bersama Panji dan Mahesa yang sudah lebih dulu duduk menunggu Algis dan Vishaka.     

"Vishaka..sini sayang ayah harus sisir rambutmu dulu"     

"Gak mau aku mau nonton tv dulu" tolak vishaka sambil berlari meraih remote tv dan duduk didepan tv besar di kamarnya.     

"Pagi ini gak ada jadwal nonton tv pagi hari Vishaka"     

"Kenapa ayah…" Vishaka jadi cemberut.     

"Kita harus kerumah eyang kan, papa sudah nunggu"     

"Tapi hari ini gak sekolah aku mau nonton kartun aku ayah" Vishaka mencebikkan bibir mungilnya, ia tidak suka jika acara nonton di hari libur harus terganggu.     

Algis mengangkat tubuh Vishaka untuk bergeser. lalu ia duduk tepat di sebelah Vishaka.     

"Ayah tau, tapi anak ayah bisa nonton besok lagi kan. Hari ini kita akan ke rumah eyang. Mau ketemu eyang gak??"     

"Mau….Eyang selalu kasih hadiah"     

"Uhhhhh maunya hadiah terus" Algis mencubit pelan ujung hidung putrinya itu.     

Ia lalu mulai menyisir rambut putrinya dan mengikat kepang dua rambut Vishaka yang hitam legam dan agak panjang.     

"Taraaaa….gadis ayah udah cantik" kata Algis ketika selesai mengepang rambut putrinya.     

"Am i prettier than my aunty??" Yang dimaksud Vishaka adalah Ajeng.     

"Tentu saja.. you are prettier than her"     

Algis mencubit pipi putrinya gemas. Vishaka masih kecil tapi dia selalu ingin terlihat cantik seperti tantenya. Mungkin itu hasil dari pengaruh Ajeng yang selalu menanamkan pada diri Vishaka untuk selalu tampil cantik.     

"Ayah can i ask you something?" Vishaka menenggelamkan wajahnya pada dada Algis dan melingkarkan tangan kecilnya ke pinggang Algis.     

"Sure..you can ask me anything"     

"Can I call you mommy?" Tanya Vishaka pelan.     

Algis terdiam sesaat.     

"Why…??"     

"Semua teman ku punya mommy, aku mau juga punya mommy" kata Vishaka dengan wajah polos dan penuh harap. Berharap ayahnya bisa dipanggil mommy.     

"Vishaka..dengar ayah…" Algis menegakkan tubuh kecil putrinya. Mereka kini saling berhadapan satu sama lain.     

"Virendra, Vishaka dan Mahesa kalian bertiga itu berbeda. kalian bertiga itu istimewa. Even though the three of you don't have mommy, but you have two daddy's" Algis menunjukkan dua jari ke arah Vishaka.     

Entah Vishaka akan mengerti atau tidak dengan yang ia katakan. Namun Algis tetap harus memberi pengertian pada gadis kecilnya yang mulai menyadari kenapa dirinya tidak punya seorang ibu.     

"Papa dan ayah…" sahut Vishaka     

"Betul….Papa dan ayah, jadi tidak apa-apa kan kalo tidak punya mommy, tapi Vishaka punya Papa dan ayah" bujuk Algis, mudah mudahan putrinya ini tidak bersikeras ingin memanggilnya mommy.     

"Horeee...i don't have mommy but i have two Daddy" girang Vishaka dengan polosnya.     

Algis tersenyum lembut lalu mendekap tubuh putrinya dengan sayang. Rasa bersalah menjalari hatinya. Ia dan Panji berusaha memberikan yang terbaik untuk ketiga anaknya,namun tetap saja ada rongga yang tak mampu ia tutupi sebesar apapun usahanya untuk menutup rongga tersebut. Fakta kebenaran jika anak-anaknya berbeda.     

xxxx     

Eyang..Kakung... Eyang Putri…." Teriak Virendra dan Vishaka hampir bersamaan. Kedua anak kembar itu berlarian ke arah pak Suryadi dan Bu Rina yang sedang berada di halaman belakang.     

Sudah jadi rutinitas Algis dan Panji setiap akhir pekan minggu pertama dan kedua jadwal mereka berkunjung ke rumah orang tua Panji. Dan minggu ketiga dan keempat berkunjung ke rumah orang tua Algis.     

Meski sudah dijadwalkan seperti itu, tetap saja ada kalanya mereka sering melanggar aturan. Salah satunya Bu Rina kadang tidak sabar menunggu giliran, wanita itu akan datang ke rumah Algis untuk menjemput cucunya.     

Tidak hanya Bu Rina, sahabat-sahabat Algis akan meneror Algis jika mereka tidak kebagian jatah bertemu dengan ketiga anaknya. Ngomong-ngomong tentang sahabat Algis, sekarang mereka sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Mereka sudah menyelesaikan kuliah mereka. Tidak seperti Algis, kuliahnya berhenti di tengah jalan karena dia fokus mengurus ketiga anaknya.     

Bastian tetap awet pacaran dengan Radit. Hubungan mereka seperti biasa sering bertengkar lalu berbaikan. Namun hingga sejauh ini belum ada kabar mereka akan menikah seperti Panji dan Algis. Jangankan menikah jujur pada orang tua Bastian saja mereka belum melakukan.     

Sedangkan Maura, gadis itu masih jomblo sedang menunggu seseorang yang jauh di sana. Gadis itu mengubur dalam-dalam perasaan pada sahabat baiknya si Bastian. Tak semua hal harus diungkapkan demi kebaikan bersama.     

Walau begitu Maura dan Bastian sedang bekerja sama untuk membangun sebuah galeri impian mereka. Dalam hal ini Algis ikut andil. Yah..dia yang paling sultan diantara mereka bertiga. Uang Algis dari suaminya sangat berguna untuk     

membangun galeri impian mereka.     

"Eyang putri.. " teriak Vishaka, kaki kecilnya berlari berhambur ke arah Bu Rina lalu memeluk wanita paruh baya itu.     

"Wahhh cucu eyang sudah datang" Bu Rina mengulurkan kedua tangannya untuk menangkap tubuh kecil Vishaka.     

"Hadiahnya mana eyang..?" Todong vishaka. Begitu bertemu eyangnya langsung minta hadiah.     

"Aku juga mau..robot baru eyang kakung" sahut Virendra sambil bergelayut manja di pelukan pak Suryadi.     

"Ohhhh tenang aja eyang sudah beli robot terbaru"     

Anak anak Algis meski usia masih empat tahun namun mereka sudah lancar berbicara. Kecerdasan mereka seolah diatas rata-rata.     

Jika Virendra dan Vishaka kompak langsung berlari ke arah pak Suryadi dan Bu Rina, tidak dengan Mahesa. Anak laki-laki tampan berumur empat tahun itu hanya diam berdiri di samping Algis.     

"Sapa eyang kakung dan eyang putri sayang.."kata Algis pada Mahesa.     

Mahesa menggeleng.     

Algis duduk berjongkok mensejajarkan tingginya agar sama dengan putranya.     

"Gak boleh begitu, Mahesa harus menyapa eyang sayang.." Algis mengusap rambutk putranya dengan sayang.     

"Eyang gak suka aku ayah.." kata Mahesa dengan tatapan tenang. Tidak terlihat sedih tidak marah. Datar.     

Algis melirik sekilas ke arah Panji yang berdiri tenang di sampingnya. Panji justru memalingkan wajahnya pura-pura tidak mendengar.     

"Itu gak benar, eyang sayang sama Mahesa"     

"Eyang sayang Virendra dan Vishaka aja. They don't like me even Papa also don't like me, only you love me"     

Algis memejamkan matanya sesaat. Menikmati hatinya yang seakan ditusuk dengan ujung pedang yang tajam untuk kedua kalinya. Tadi Vishaka memberinya pertanyaan yang membuatnya merasa bersalah merasa kurang sempurna menjadi orang tua. Sekarang Mahesa.     

Sebisa mungkin dia berusaha menjadi orang tua yang baik namun lagi ia menemukan rongga yang lebih besar lagi. Kenyataan yang lebih pahit.     

Mahesa anak berusia empat tahun namun sudah bisa merasakan jika dirinya dibedakan.     

Hingga detik ini Bu Rina tidak benar-benar bisa menerima Mahesa. Bagi wanita paruh baya itu cucunya hanya Virendra dan Vishaka. Ia tidak melarang Panji dan Algis membesarkan Mahesa namun ia tetap pada keputusan awal. Cucunya hanya Virendra dan Vishaka.     

Algis tidak bisa memaksa keputusan Bu Rina meski dia merasa sakit jika melihat Mahesa dibedakan. Rasa sayangnya pada Mahesa sama besarnya seperti rasa sayangnya pada Virendra dan Vishaka.     

"Mahesa...gak boleh ngomong seperti itu, gak baik sayang...semua orang sayang Mahesa,eyang dan Papa sayang sama Mahesa. Iya kan Papa.." Algis mendongak melihat ke arah Panji, berharap pria kesayangannya itu bisa menolongnya.     

"Hmmm" hanya seperti itu respon dari Panji.     

"Tuh kan..Papa sayang kok sama Mahesa. Sana sapa eyang Kakung dan eyang putri" bujuk Algis.     

Mahesa tersenyum ke arah Algis lalu menangkup wajah Algis dengan kedua tangannya yang mungil.     

Mahesa memberi kecupan pada bibir Algis.     

"I love you ayah"     

"I love you too" balas Algis seraya tersenyum bahagia.     

Kemudian Mahesa berlari menyusul Virendra dan Vishaka untuk menyapa Pak Suryadi dan Bu Rina seperti yang Algis minta.     

Hari itu mereka menghabiskan waktu hingga sore hari di rumah orang tua Panji. Jika berkunjung ke rumah orang tua Panji, Mahesa akan lebih banyak mengikuti Algis kemana saja daripada bergabung dengan dua saudaranya yang bermanja ria dengan eyang mereka.     

Berbeda jika berkunjung ke rumah orang tua Algis. Di rumah orang tua Algis Mahesa bisa tersenyum senang dia akan bermain dengan Virendra dan kedua orang tua Algis. Kedua orang tua Algis tidak mempersalahkan kehadiran Mahesa. Meski mereka tidak tahu pasti dari wanita mana Mahesa lahir. Yang mereka tahu Mahesa adalah anak Panji dan Algis.     

Begitupun dengan Ajeng dia juga menyayangi ketiga anak adiknya.Tapi dia paling terobsesi pada Vishaka. Cita-citanya adalah mendidik Vishaka menjadi super model melebihi dirinya. Oh ya Ajeng masih betah sendiri, dia masih sibuk dengan karirnya hubungannya dengan Yudha masih jalan di tempat.     

xxxx     

Algis menarik selimut lalu menutupi tubuh kecil Mahesa yang sudah terlelap tidur. Ia lalu mengecup kening putranya itu. Hal yang sama ia lakukan pada Virendra dan Vishaka. Mereka bertiga tidur satu kamar yang besar dengan tempat tidur masing-masing berjejer. Algis mematikan lampu lalu menutup pelan pintu kamar anak-anaknya. Lalu ia pergi ke kamarnya sendiri. Menyusul Panji yang lebih dulu masuk ke dalam kamar. Pria itu tidur miring memeluk guling.     

"Mas...udah tidur…" Algis berbisik di telinga Panji.     

Panji yang baru saja akan terlelap tidur, kaget dengan suara Algis di telinganya.     

"Anak-anak udah tidur?" Tanya Panji sambil menegakkan tubuhnya bersandar pada sandaran tempat tidur.     

"Kita perlu bicara Mas…" kata Algis sambil menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya.     

"Ada apa Gis…?" Panji membelai sayang rambut hitam Algis.     

"Anak-anak kita sudah mulai besar, mereka mulai bisa menyadari jika ada yang beda sama mereka"     

"Maksudmu tentang Mahesa pagi tadi?"     

"Iya itu salah satunya, Algis bisa mengerti kalo Mama belum bisa menerima Mahesa.Tapi apa Mas Panji masih sulit menerima Mahesa juga Mas"     

"Kita sudah pernah membicarakan ini kan Gis... aku tidak membenci Mahesa biar bagaimana pun dia anakku juga, tapi aku selalu ingat wanita itu kalau lihat Mahesa Gis, ingat wanita itu hampir mencelakai mu. Aku benci wanita itu Gis, sangat benci. Beri aku waktu...aku bukan kamu yang berhati baik yang bisa memaafkan segalanya"     

Algis terdiam. Panji tidak akan bisa menerima Mahesa sepenuh hati jika pria itu masih menyimpan kebencian pada Sandra wanita yang melahirkan Mahesa.     

"Mas…."     

"Hmmm…"     

"Mas tahu gak apa yang Vishaka minta pagi tadi?"     

"Apa??"     

"Dia ingin panggil Algis mommy mas.."     

"Hah...kok bisa??"     

"Kan Algis sudah bilang mas..anak kita mulai mengerti, mereka pasti bertanya-tanya kenapa mereka gak punya mommy"     

"Seiring dengan waktu dan bertambah usia mereka pasti akan mengerti Gis, kita akan memberi mereka pengertian pelan pelan. Kamu jangan kuatir" kata Panji menenangkan Algis.     

"Atau aku carikan mommy untuk mereka boleh??" Kata Panji seraya menoleh ke arah Algis.     

"Maksudnya???" Algis mengerutkan kening tak mengerti.     

"Mommy baru buat mereka..biar punya mommy"     

"Mas mau poligami????? " Algis melotot tak percaya,pria kesayangannya ada pikiran seperti itu.     

"Kalau dikasih izin sama kamu"     

Algis langsung memukul-mukul dada Panji berulang kali.     

"Kok mas gitu sih...enak saja mau cari istri lagi"     

"Eh….eh….kan kamu suami Gis, bukan istri aku belum punya istri kan…" Panji semakin menggoda Algis.     

"Aaahhhhhh Mas Panji kenapa gitu. Gak boleh Mas…"     

Ahhhh Panji rindu rengekan manja Algis seperti ini. Pemuda manis yang kini berubah menjadi pria dewasa yang merangkap menjadi ibu untuk anak-anaknya.     

Panji meraih tubuh Algis membawa tubuh ramping itu kedalam pelukannya.     

"Hahaha….aku bercanda.. Gis, mana mungkin aku sanggup membagi cintaku sama orang lain. Hidupku sudah sangat bahagia karena kamu dan anak-anak kita. Aku tidak kurang apapun sekarang" Panji menciumi perpotongan leher Algis.     

Aroma tubuh Algis yang manis dan semerbak harum selalu membuat Panji mabuk kepayang tak pernah bosan. Di matanya Algis selalu indah.     

"Jangan bicara gitu lagi Mas...Algis takut beneran"     

"Gak sayang…." Panji memeluk tubuh Algis semakin erat.     

Inilah kisah perjalanan kisah cinta Panji dan Algis. Dari awal mereka bertemu dan kini hidup bahagia bersama anak-anak mereka.     

Ini bukanlah akhir cerita cinta mereka. Cinta mereka tetap ada tumbuh, berkembang hingga mereka menua bersama.     

End     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.