My wife is a boy

Tanda-tanda



Tanda-tanda

0Waktu terus berjalan,hari terus berganti.Tak terasa bulan ini adalah bulan dimana Algis akan menghadapi kelahiran anak-anaknya.Ada rasa bahagia,gugup bercampur menjadi satu.     
0

Bahagia dia akan segera melihat putra putrinya,gugup karena sebentar lagi dia akan berada di meja operasi. Sekalipun ini bukan kali pertama Algis berhadapan dengan ruang operasi, dulu saat dia kecelakaan dan tulang rusuknya patah dia juga berada di ruang operasi.Namun kali ini berbeda,ada dua nyawa yang harus ia perjuangkan.     

"Gis udah siap belum.." teriak Panji dari luar kamar.     

Panji akan segera pergi keluar kota,ada pekerjaan yang menuntutnya untuk datang langsung ke tempat itu.Jadi hari ini Panji akan menitipkan Algis pada kedua orang tuanya sekitar satu minggu kedepan.     

Tak lama Algis keluar dari kamarnya,pemuda manis itu berjalan pelan menghampiri Panji. Jalannya sangat lamban,satu tangannya memegang pinggangnya bagian belakang,seraya menyanggah tubuhnya sendiri dengan tangannya.     

Maklum perut Algis makin besar kandungan memasuki usia sembilan bulan.     

"Gak apa-apa kan aku tinggal keluar kota seminggu" Panji menuntun Algis menuruni anak tangga.     

"Gak apa-apa lah mas,kan Algis di rumah Mama"     

"Hati-hati selama aku gak ada, jaga kesehatan.Kalo jalan pelan pelan aja"pesan Panji,pria itu khawatir meninggalkan Algis dalam keadaan sedang hamil tua begini.     

Algis tersenyum.     

"Lagian Algis udah gak bisa jalan cepet cepet mas"     

Biasanya Panji pergi jika menginap hanya untuk semalam atau dua malam. Tapi ini mengharuskan dia pergi untuk satu minggu. Untuk melihat langsung pembangunan hotel baru lagi,di salah satu kota besar.Bisnis Panji di perhotelan semakin berkembang pesat. Pak Suryadi itu sudah jenius tapi Panji dua kali lipat jenius dalam urusan bisnisnya.     

xxx     

Panji keluar dari mobil,ia lalu berjalan memutar ke samping,untuk membukakan pintu mobil untuk Algis.Algis keluar dari mobil,pemuda manis itu lalu melangkah berjalan menuju teras rumah mertuanya.     

Panji membuka pintu bagasi mobil untuk mengambil tas berisi beberapa setel pakaian Algis.     

"Ting tong..." Algis menekan tombol pintu.     

Tak lama kemudian keluar Bi Inah dari balik pintu ruang tamu.     

"Mama ada Bi..?" Tanya Algis,siapa tahu saja mertuanya itu sudah pergi. terkadang seperti itu sibuk sana sini.     

"Ada Den...lagi sarapan sama tuan"     

"Bantu Mas Panji bawain tas Algis masuk ke dalam ya Bi..Algis minta tolong" pemuda manis itu mengusap tangan Bi Inah lembut     

"Ahhh den Algis ini,kan udah tugas Bibi..jangan gitu ngomongnya"     

Algis tersenyum manis lalu melangkah masuk untuk menemui Bu Rina dan Pak Suryadi.Di ikuti Panji yang berjalan di belakangnya.     

"Ehhhh Algis udah dateng,udah sarapan belum Gis?"     

"Belum Ma..gak sempat,mas Panji harus cepat berangkat ke bandara"     

"Kalo gitu duduk sini" Bu Rina menggeser kursi untuk Algis duduk.     

"Kamu gak makan dulu Ji.."     

Panji melirik arlojinya.     

"Gak ma,udah mepet waktunya"     

Panji mendekati Algis lalu mengusap kepala pemuda manis itu.     

"Jaga diri ya..aku pergi dulu. Nanti kalo udah Sampek aku vc"     

Algis mengangguk.     

Lalu Panji berjongkok,menghadap kearah perut Algis.     

"Kalian berdua gak boleh susahin Papa kalian ya,harus baik baik Sampek Papa pulang" ucap Panji lalu mengecup perut bulat Algis.     

"Aku berangkat ya Gis.." Panji mengecup sekilas bibir ranum pemuda manis itu.     

Tak peduli di sekitarnya ada kedua orangtuanya,ada Bi Inah yang sok sibuk mondar mandir padahal hanya membawa masuk satu tas milik Algis. Bi Inah kan ingin liat kemesraan anak majikannya itu. Gemas. lama lama Bi Inah ketularan si Nur.     

Setelah berpamitan Panji pergi meninggalkan rumah orangtuanya untuk segera pergi ke bandara.Algis mengantar Panji hingga pintu depan ia berdiri sambil melambaikan tangannya melihat suaminya pergi naik taxi.     

Satu Minggu sebenarnya sangat lama bagi Algis,dia pasti akan susah tidur jika tak ada Panji di sisinya.Apa lagi nanti jika perutnya mulai terasa gatal biasanya Panji yang akan mengusap untuk meringankan rasa gatal yang sering melanda ketika malam tiba.     

Entahlah sejak mereka menikah dan memiliki rumah sendiri,Algis merasa asing jika harus menginap di rumah mertuanya atau di rumah orangtuanya sekalipun.     

Rasanya lebih nyaman di rumah sendiri,lebih merasa aman jika berada dekat dengan pria kesayangannya itu.     

Tapi Algis gak boleh manja,dia harus mandiri gak boleh tergantung terus pada Panji, suaminya itu super sibuk,mengurus bisnis keluarga yang semua telah dilimpahkan pada Panji.     

Algis harus sabar,menjaga diri dan calon bayinya selama Panji sedang dalam perjalanan bisnisnya toh pria itu mencari nafkah,kerja keras untuknya dan anak anaknya kelak. Kata Panji dia harus membangun kerajaan bisnisnya agar bisa membungkam semua mulut orang yang akan merendahkan anak-anaknya hanya karena mereka memiliki orang tua yang tak seperti pada umumnya.     

xxx     

Algis merasa gelisah malam ini,gak bisa tidur hingga tengah malam. Badannya rasanya gerah panas padahal AC dalam kamar sudah ia setel pada suhu paling rendah.Namun ia tetap merasa gerah.     

Algis bolak balik merubah posisi tidurnya dari miring kiri lalu miring kanan dan terlentang. Hanya tengkurap yang gak bisa,tentu saja sedang hamil besar mana bisa tidur tengkurap.     

Karena gak tahan menahan gerah,Algis beringsut dari tempat tidur lalu berjalan ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi pemuda manis itu melepas pakaian yang ia kenakan.Menyisakan celana piyamanya.Algis membuka lemari kecil bawah wastafel lalu mengambil handuk kecil warna putih.     

Algis membasahi handuk kecil itu lalu memerasnya sampai tak ada air yang menetes lagi.Lalu kemudian Algis mengelap tubuhnya sendiri dengan handuk kecil itu. Berharap bisa mengurangi rasa gerahnya.     

"Pengen mandi..."gumam Algis.     

"Awwww....." Algis meringis saat di rasa perutnya mengencang lebih kencang dari yang biasa ia rasakan,bahkan dari kulit luarnya Algis melihat tonjolan kecil di bagain perutnya,jika di raba rasanya lancip.Mungkin itu siku bayinya yang menggeliat memberi tanda pada Algis gak mau di ajak mandi malam malam. Dingin.     

Algis mengusap usap perutnya yang bulat dan besar.     

"Iyaaa... Papa gak akan mandi malam gini. Kalian takut dingin ya.." kata Algis mengajak bicara dua calon bayinya.     

Algis berjalan pelan keluar kamar mandi,ia kenakan kembali pakaiannya.Lumayan sudah gak terlalu gerah.Perlahan ia kembali naik keatas tempat tidur.     

"Papa jadi gak bisa tidur, kalian mau dengerin musik gak?"     

Algis meraih headphone dari laci nakas dekat tempat tidur.Lalu menyambungkan headphone itu ke ponselnya.Algis menggulir layar ponselnya mencari musik klasik untuk bayi dalam kandungan.     

Musik mulai berputar.     

Sebelum menempelkan headphone itu ke perutnya Algis memastikan volume ia setel tidak terlalu keras supaya tak mengejutkan dua calon bayinya.     

Ketika headphone mulai di tempelkan diatas perut Algis. Tak lama bayi dalam perut Algis merespon, mereka bergerak menendang nendang lincah seakan memberi tahunya untuk jangan merasa kesepian karena ada mereka yang menemani.     

Algis tersenyum bahagia campur haru merasakan kedua calon bayinya merespon aktif musik klasik yang Algis perdengarkan untuk mereka.     

xxxx     

"Bi Inah...Algis belum bangun ya.."tanya Bu Rina. Sampai dia dan suaminya selesai makan pagi Algis belum juga keluar dari kamarnya.     

"Belum kelihatan keluar dari kamar den Algis ,Nyonya.." jawab Bi Inah sembari membereskan meja makan.     

"Coba Mama cek keatas Ma.." kata Pak Suryadi memberi saran. Sang kepala rumah itu sedang melihat acara tv di ruang tengah.     

Bu Rina bergegas naik ke lantai atas untuk melihat Algis di kamarnya.     

"Algis...." panggil Bu Rina sambil mengetuk pintu saat sudah berada di depan pintu kamar Algis.     

"Algis...."panggil Bu Rina lagi.     

"Mama....." jawab Algis setengah merintih kesakitan.     

Mendengar itu Bu Rina menarik kenop pintu,lalu membuka pintu lebar-lebar.Wanita paruh baya itu terkejut sekali saat melihat Algis menggeliat kesakitan diatas tempat tidur sambil memegangi perutnya.     

"Algis kamu kenapa??" Bu Rina panik melihat wajah menantunya pucat.     

"Maa... sakit perut Algis" Algis meronta gelisah menahan perutnya sakit tak tertahan.     

Algis meraih apa saja di sekitarnya untuk bisa ia remas,melampiaskan rasa sakit teramat di perut hingga tembus pinggang belakang.     

"Apa kamu mau melahirkan,tapi...tapi.. bukanya jadwal operasinya masih dua Minggu lagi,kok udah kontraksi"     

Algis tak menyahut,gak ada tenaga buat memberi jawaban.Perutnya sakit sekali.     

"Mama sakit ma...." kali ini Algis meraih baju Bu Rina hingga membuat tubuh wanita paruh baya itu tertarik kearah Algis.     

"Aduhhhh....aduhhhhh...."Bu Rina berusaha melepaskan diri. Tapi cengkraman tangan menantunya ini sangat kuat apa lagi kuku-kuku runcinganya menusuk melukai kulit leher Bu Rina.     

"Astaga Panji anak itu kenapa biarin kuku istrinya kayak nenek sihir gini" gerutu Bu Rina. Masih di tarik Algis.     

"Papa.... Papa....!!!! " teriak Bu Rina     

Mendengar teriakan Bu Rina tak lama kemudian Pak Suryadi datang ke kamar Algis.     

"Ada apa Ma..."     

"Pa Algis kayaknya mau melahirkan, rumah sakit Pa, telpon dokter Aldi cepat pa" perintah Bu Rina.     

"Pa...suruh pak Tori siapkan mobilnya pa..buruan pa..." lanjut Bu Rina.     

Pak Suryadi bahkan belum menemukan nomer kontak dokter Aldi.     

"Satu satu ma...papa aja gak ada nomer dokter Aldi"     

"Papa ini, pakek ponsel Mama dong teleponnya"     

"Ponsel Mama di mana??" pak Suryadi bingung.Ikut panik.     

"Ini..ini.. di saku Mama" Bu Rina menunjuk saku bajunya dengan matanya. Ya karena Bu Rina sibuk menahan Algis yang terus menarik kerah bajunya membuatnya terasa tercekik.     

Setelah menghubungi dokter Aldi,pak Suryadi mengangkat tubuh Algis,keluar dari kamar, di halaman depan pak Tori sudah siap siaga dengan mobilnya.     

Dalam perjalanan kerumah sakit,Algis gelisah,berkeringat dingin,wajahnya pucat.Perutnya semakin terasa sakit,sampai membuatnya menangis.     

"Sabar Algis sebentar lagi kita sampai rumah sakit" Bu Rina mengusap usap perut Algis berahrap bisa mengurangi rasa sakit Algis.     

"Ma... telepon mas Panji ma.." kata Algis lirih.     

Ahhh Bu Rina lupa belum menghubungi Panji.     

"Pa...hubungi Panji pa"     

Pak Suryadi yang duduk di kursi depan,segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Panji.     

Bersambung....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.