My wife is a boy

Melihat rumah baru



Melihat rumah baru

0Tidak ada percakapan antara Bastian dan Reza atasannya. Mereka berdua sama sama diam membisu.Bastian memilih memandang kearah luar jendela kaca mobil.Entahlah hatinya benar-benar campur aduk antara kesal dengan situasi sekarang ini.     
0

"Pak.. terimakasih ya atas bantuannya,maaf udah repotin pak Reza" kata Bastian memecah kesunyian.     

"Its oke,jadi..pria tadi itu pacar kamu?" tanya Reza,melihat sekilas kearah Bastian.     

Bastian tak segera menjawab.Tidak tahu mau menjawab apa,dia takut jika menjawab iya akan membuat Reza tidak nyaman. Mau menjawab bukan,tapi Reza melihat semuanya,tidak mungkin Reza tidak paham hubungan antara dia dan Radit.     

"Feel free aja Bas,aku gak masalah dengan itu. Mau orang punya pacar laki-laki atau perempuan sama saja bagi ku. Mencintai seseorang itu gak memalukan,yang memalukan itu jika tidak bisa mencintai seseorang" Kata Reza, tatapannya tetap fokus pada jalan.     

"Jadi sekarang kita mau kemana?"     

"Antar aku pulang ke rumah pak"     

Reza mengangguk mengerti.     

"Jagan terlalu di pikirkan,jika dia mencintaimu,dia pasti akan menjemput mu" kata Reza berusaha menenangkan Bastian.     

"Iyaa Pak, terimakasih banyak.Maaf aku tidak masuk kerja lagi hari ini"     

"Gak apa-apa,kalo maksa kerja,udah telat banget.Restoran udah buka.Gak enak sama yang lain kalo kamu datang terlalu telat"     

Bastian tersenyum tipis. Wajah pemuda itu masih muram.     

Bastian sebenarnya tidak menyangka jika atasannya itu mau membantunya,mengantar dirinya pergi ke apartemen Radit untuk mengambil barang-barang miliknya.Awalnya Bastian kebingungan mau minta bantuan siapa,untuk menjalankan tips dari adiknya kemarin.     

Lalu terlintas dibenaknya untuk menghubungi atasannya itu. Awalnya hanya coba-coba karena kata teman-teman kerjanya,Reza itu jika di restoran sangat tegas tapi jika di luar restoran sikapnya seperti teman. Tak jarang karyawannya meminta bantuan pada Reza jika terdesak.     

"Ehmmm kenapa pak Reza tadi bilang kalo aku mau tinggal di rumah bapak?"     

Reza tersenyum.     

"Aku hanya membaca situsi aja Bas,kayaknya pacar kamu itu lagi bingung sama hatinya sendiri. Orang seperti itu harus di buka mata hatinya dengan cara seperti itu"     

"Cara seperti itu gimana pak?"     

"Ya seperti tadi,membuatnya cemburu"     

Bastian terdiam,apakah Radit tadi benar cemburu atau hanya tidak suka mainannya di ambil orang lain.     

Bastian mendesah pelan. Ia kembali menatap ke luar jendela.     

Tadi itu ketika melihat Radit sebenarnya dia sangat ingin memeluk pria itu. Dia Rindu.Namun apa daya Bastian tidak mau menunjukkan pada Radit jika dia sangat merindukannya.     

Apa lagi di sana ada Vanya,kalo saja Vanya itu laki-laki seperti dirinya,Bastian pasti akan menghajarnya.Tapi Vanya itu cewek cantik sangat layak menjadi kekasih Radit.     

Pikiran Bastian melayang kemana-mana, memikirkan apakah mereka tidur satu kamar,apa Radit menyentuh gadis itu,apa Radit setiap hari memasak untuk gadis itu.Ahhh sakit rasanya membayangkan itu semua.     

xxxxx     

Mobil sedan hitam milik Panji masuk ke pelataran rumah mewah dengan desain modern.Panji membawa Algis ke rumah yang ia pilih sebagai tempat tinggal setelah mereka menikah bulan depan nanti.     

Panji memarkirkan mobil di halaman rumah. Algis lalu melepas sabuk pengamannya lalu kemudian keluar dari mobil.Pemandangan halaman yang di dominasi tanaman hijau menyambutnya.Terlihat asri dan sejuk di tambah ada kolam ikan yang tidak terlalu besar.     

Rumah itu terdiri dari dua lantai,tidak terlalu besar seperti rumah orang tua Panji.     

"Ayo masuk" ajak Panji,seraya menggandeng tangan Algis.     

Panji membuka pintu,mereka berdua melangkah masuk.     

"Rumahnya bagus..tapi apa gak terlalu besar mas?"     

"Kita akan punya anak kalo rumahnya kecil anak kita gak bisa bermain dalam rumah nanti"     

Panji dan Algis berjalan kerah belakang. Di bagian belakang rumah ada kolam renang.Untuk masuk ke area kolam renang mereka harus melewati pintu kaca.     

Puas melihat lihat bagian lantai bawah,Panji dan Algis naik ke lantai atas untuk melihat kamar utama dan kamar anak.Melihat kamar anak mata Algis membulat terpana. Pasalnya ruangan itu sudah di desain sedemikan rupa hingga terlihat imut,lucu.Algis tidak menyangka jika Panji bisa mencari rumah yang segala sesuatunya sudah di siapkan dengan sempurna.     

"Mas ini rumahnya udah di beli?"     

"Sudah. Kenapa? gak suka? kalo gak suka kita bisa beli yang lain"     

Algis memukul lengan Panji pelan.     

"Suka lah mas,bagus gini.Lagian udah di bayar masa iya gak kita tempati"     

"Ya gak masalah kalo kamu gak suka Gis.." jawab Paji enteng.     

Apalah artinya beli satu rumah buat Algis.     

"Jangan gitu dong kan boros namanya"     

"Aku kerja keras buat kamu dan anak kita"     

"Algis tau.." Algis memeluk pinggang Panji.     

"Mau lihat kamar kita?"     

"Boleh"     

Mereka kemudian pindah melihat ke ruang lainya.     

Kamar utama. Calon kamar mereka berdua.Kamarnya sangat luas dengan tempat tidur ukuran king size.Ada jendela balkon menghadap kearah kolam renang.     

"Gimana suka?"     

Algis tersenyum.     

"Suka banget,mas Panji beneran yang milih sendiri rumah ini?"     

"Iyaa..masa iya aku suruh Bi Inah buat milih ini rumah" Canda Panji.     

"Iss...Mas Panji nih" Algis mencubit perut Panji.     

Mereka berdua tertawa.     

Panji memeluk pinggang Algis dari belakang, menyandarkan dagunya pada bahu kekasihnya.     

"Sebentar lagi kita akan tinggal di sini,memulai kehidupan kita yang baru,hidup bahagia dengan anak anak kita"kata Panji sambil menciumi ceruk leher Algis.     

"Anak-anak? mas mau punya berapa anak?"     

"Dua cukup" jawab Panji.     

"Katanya mau sebelas"     

"Mana mungkin aku biarin kamu menderita dengan melahirkan sebelas anak Algis.mau berapa kali dokter menyobek perut mu ini"     

"Kalo Algis wanita pasti bisa ya mas"     

"Kamu ngomong apa sih" Panji sama sekali tidak suka mendengar Algis bicara seperti itu.     

"Jagan bicara seperti itu lagi lain kali Gis, aku gak suka"     

"Iyaa maaf.."     

Tiba-tiba Panji mengangkat tubuh ramping Algis,membuat pemuda manis itu terkejut.     

"Mau apa mas..."     

Panji tak menjawab,pria itu langsung membaringkan tubuh ramping Algis ke atas tempat tidur.     

"Mas mau apa?" tanya Algis sedikit cemas.     

Belajar dari pengalaman Panji kan suka tidak kenal waktu.     

"Inget ya mas,ini di rumah baru yang....."     

"Kenapa memangnya,ini rumah sudah aku beli sudah aku bayar,sudah menjadi milik ku jadi aku bebas melakukan apa saja di sini kan"potong Panji.     

"Iyaa tapi kan..."     

Panji membungkam mulut Algis dengan ciuman. Cara paling tepat membungkam bibir Algis untuk berhenti protes adalah dengan mencium bibir mungil itu. Melumat dengan lembut.Menyecap rasa manis yang memabukkan.     

"Mas...."     

Algis menghentikan gerakan tangan Panji yang bergerak kebawah siap membuka kancing celananya.     

"Mas... Panji jangan di sini"     

"Kenapa Gis..."     

"Algis gak nyaman Mas..."     

"Tapi aku ingin menyentuh mu sekarang"     

"Kita pulang dulu kalo gitu.."     

"Hah..pulang kerumah?"     

Algis menganggukan kepala.     

"Di rumah ada Mama Papa dan Nio semua ada dirumah,kamu pasti..."     

Panji tak melanjutkan kalimatnya.     

"Makanya jangan suka minta itu di waktu yang tidak tepat Mas..."     

"Tapi Gis.."     

Algis mendorong tubuh besar Panji.     

"Kita pulang yuk..." Ajak Algis sembari berdiri dan merapihkan bajunya.     

"Gis...."panggil Panji dengan tatapan memohon.     

Panji mengira bisa memakan Algis siang hari di rumah baru mereka. Tapi ternyata apa yang dia rencanakan gagal total.     

xxxx     

Bu Rina duduk seorang diri di halaman belakang,wanita paruh baya itu melamun. Wajahnya tampak muram.     

Melihat istrinya bermuram durja pak Suryadi mendekati istrinya.     

"Ada apa Ma..?"pak Suryadi duduk di sebelah istrinya.     

"Sedih..." jawab Bu Rina tanpa menoleh kearah suaminya.     

"Sedih kenapa lagi?"     

Bu Rina menoleh kearah suaminya.     

"Sebentar lagi, Panji dan Algis akan pindah dari rumah kita pa..apa papa gak merasa sedih?"     

Pak Suryadi menarik nafas panjang.     

"Kenapa harus sedih Ma... mereka itu tidak kemana-mana,hanya pindah kerumah mereka sendiri"     

"Iyaa tapi kan rumah kita jadi sepi pa, mama udah siapain kamar buat calon cucu Mama, ehh tapi malah mau pindah"     

"Ma....biarkan mereka belajar mandiri,terutama Panji.Selama ini dia hidup sesuka hatinya. Kalo dia ada pikiran untuk mandiri itu kan bagus. Apa lagi buat Algis,Mama juga harus memikirkan perasaan dia,mungkin saja ada kala nya Algis ingin mengundang kakaknya,orang tuanya untuk mengunjunginya dan menginap. Jika Algis tetap di sini, keluarganya tidak akan nyaman jika ingin menginap"jelas Pak Suryadi panjang lebar.     

"Lagian untuk kamar bayi mereka kan pasti akan sering main kemari,jadi tetap saja itu akan jadi kamar cucu kita nanti" imbuh sang kepala rumah tangga.     

Bu Rina menghela nafas pelan.     

"Sebenarnya Mama tahu akan hal itu Pa,tapi Mama masih berharap saja mereka gak pergi kemana mana tinggal di sini aja sama kita"     

Pak Suryadi tersenyum, mengangkat sedikit keatas kacamatanya.     

"Papa tau perasaan Mama,tapi seperti yang Papa bilang biarkan mereka belajar mandiri terutama Panji biarkan dia belajar bertanggung jawab"     

"Mereka akan punya anak bayi pa,apa gak kerepotan nanti, perempuan saja repot kalo punya anak bayi apa lagi Algis"     

"Kok Mama ngomong gitu,meragukan kemampuan Algis"     

"Ya gak gitu maksud Mama,Ahhh papa ini gak ngerti maksud Mama"     

Bu Rina jadi cemberut mrengut.     

"Sudah lah gak usah terlalu mama pikirkan tentang mereka mau pindah"     

Pak Suryadi membelai rambut isterinya.     

"Kita akan sering mengunjungi mereka nanti"     

"Iyaa pa,mama juga gak mau jadi orang tua yang egois dengan melarang mereka mandiri"     

Pak Suryadi tersenyum lembut.     

"Nahh itu tahu..."     

Bu Rina menyandarkan tubuhnya pada suaminya tercintanya.     

Pak Suryadi sangat memahami kegelisahan istrinya itu. Mereka hanya memiliki satu anak,hanya Panji seorang.Wajar saja jika istrinya tidak rela jika Panji meninggalkan rumah besar ini.     

Apalagi istrinya sangat menyayangi Algis,dan sangat antusias dengan kehamilan pemuda manis itu.Wanita itu hanya ingin merawat Algis dan calon bayinya,menebus dulu istrinya itu sendirian saat mengurus Panji disaat dia juga harus berkarir.Semua karena pengalaman mereka yang serba sendiri. Mungkin karena itu istrinya tidak rela jika Panji dan Algis akan kerepotan seperti mereka dulu.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.