My wife is a boy

Pergi



Pergi

Bastian mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menembus malam,rasa dingin menusuk hingga tulang tak mampu mendinginkan dadanya yang terbakar rasa marah dan kecewa.Hatinya begitu terasa sakit bagai di tusuk sembilu.Air mata yang ia tahan supaya tak jatuh akhirnya tak mampu ia bendung lagi.Untuk pertama kalinya Bastian menitikkan air mata karena rasa kecewa dengan seseorang.     

Siapapun pasti pernah menangis,entah itu saat dewasa atau saat masih anak-anak.Begitupun dengan Bastian dia juga dulu menangis saat masih kecil.Namun menangis karena urusan cinta ini untuk pertama kalinya buat Bastian.     

Bastian semakin menambah kecepatan laju motornya,semakin menjauh dari apartemen Radit.Dia tak tahu harus pergi kemana di tengah malam begini,yang penting pergi menjauh dari pria itu.Ia tak mau melihat pria itu.Pria yang mengacaukan hidupnya membuatnya terbang tinggi ke langit,lalu dalam sekejap menghempaskannya.     

Harusnya Radit tidak pernah hadir dalam hidupnya harusnya pria itu tidak masuk dan menjadi penghuni hatinya.Ternyata dirinya hanya sebagai lampiasan,Radit tak pernah benar-benar serius mencintainya.     

Terbayang wajah Radit yang diam membisu tanpa mau mengatakan apa pun membiarkannya pergi tanpa ada usaha mencegahnya.Ternyata dia tak ada artinya untuk Radit,dia tak lebih penting dari gadis itu.     

Dulu ia pernah mempunyai kekasih,lalu putus,meninggalkan dan juga di tinggalkan namun tak seperti ini rasa sakitnya.Kenapa sekarang lebih menyakitkan.     

xxxx     

"Dit..."panggil Vanya dari arah kamar.     

"Kok bangun?"tanya Radit,bersikap biasa seakan barusan dia tidak habis berdebat dengan Bastian.     

Vanya berjalan mendekati Radit.     

"Kamu ngilang.."     

Radit tersenyum ,menyembunyikan kesedihannya.     

"Aku hanya keluar bicara pada Bastian sebentar"     

"Dia kemana sekarang?"     

"Ada telepon dari temannya,mungkin mau menginap di rumah temannya"     

"Tengah malam begini?"     

Radit mengangguk.     

Pria itu tahu Vanya sedang pura-pura bertanya kemana Bastian. Padahal Vanya melihat pertengkarannya dengan Bastian tadi. Gadis itu berdiri tak jauh dari ruang tamu ketika ia sedang berdebat dengan Bastian. Bagaimana Radit bisa tahu,karena Radit melihat Bayangan tubuh Vanya di belakangnya dari cermin berbentuk persegi panjang yang di tempel pada dinding ruang tamu apartemennya.     

Itu kenapa Radit tak bisa menjawab apa pun yang Bastian tanyakan padanya,karena Radit tahu Vanya berdiri di belakangnya.     

"Duduklah sini" Radit mengajak Vanya untuk duduk diatas sofa.     

"Bagaimana perasaan mu apa lebih baik sekarang?"     

Vanya duduk di sisi Radit.     

"Asal ada kamu aku akan baik-baik aja" jawab Vanya.     

Radit mendesah pelan.     

"Vanya...jangan seperti ini,aku akan menemanimu tapi hanya sampai kamu tidak seperti ini lagi,sampai kamu bisa menerima kenyataan yang terjadi dan kembali menjadi Vanya yang cantik dan cerdas" ucap Radit dengan nada bicara yang lembut dan menenangkan.     

"Apa kita gak bisa sama sama seperti dulu lagi,gak bisa kah kamu milih aku"     

Vanya mulai menangis.     

"Aku butuh kamu.."kata Vanya lagi.     

"Aku tahu"     

"Lalu kenapa kita tidak bisa seperti ini selamanya"     

"Karena hubungan antara kita sudah berakhir"     

"Apa kamu gak sayang aku?"     

"Sayang Van.." ini sungguhan Radit memang menyayangi Vanya.     

"Jadi kenapa kita gak bisa sama sama selamanya"     

Radit terdiam. Dua orang di waktu yang sama memberikan pertanyaan yang membuatnya bingung harus menjawab apa,bukannya Radit tak punya jawaban namun situasinya membuatnya sulit untuk menjawab. Ketika Bastian bertanya siapa dia untuk dirinya tentu saja Bastian adalah cintanya,tapi bagaimana dia bisa menjawab begitu jika ada seseorang di belakangnya yang pasti akan terluka.     

Dia menyayangi Vanya,gadis ini seusia seperti adiknya yang sudah lama tidak ia temui,cantik,cerdas dan sedikit manja selalu tergantung padanya. Jika melihat Vanya dia seperti melihat adiknya.Itu kenapa Radit selalu tak tega jika melihat Vanya bersedih.     

Dulu Radit sempat menghilang,menjauh dari Vanya karena dia tidak mau Vanya menjadi salah satu korban one night stand yang sering ia lakukan.Namun takdir justru mempertemukan mereka lagi. Namun di saat ia sudah mulai terpikat pada sosok pemuda galak bernama Bastian.     

Dan sekarang Vanya bertanya seperti itu,ingin sekali pria itu menjawab karena hatinya telah penuh oleh nama Bastian.Namun dia tak tega,kalo Vanya terluka bagaimana,kalo Vanya semakin terpuruk dan melakukan hal-hal bodoh bagaimana.Saat ini kondisi Vanya sedang tak baik-baik saja.     

Keluarga Vanya hancur,ibunya berselingkuh,lalu di ceraikan oleh ayahnya.Orang tua yang di anggapnya sempurna ternyata hanya luarnya saja.Vanya tidak bisa menerima kenyataan ibunya selingkuh.dia tidak tahan melihat ayahnya mulai sering membawa wanita asing pulang kerumah.Akhirnya Vanya melarikan diri dengan melampiaskan ke alkohol.     

"Radit....."panggil Vanya,Radit tak menyahut. Pria itu melamun.     

Ia melihat kearah Vanya namun pikirannya entah melayang kemana.     

Vanya memajukan tubuhnya untuk mendekat kearah Radit ia lalu mencium bibir Radit. Si empunya bibir terkesiap,tersadar dari lamunan.     

"Vanya....apa yang kamu lakukan"     

"Ngelamun terus"     

Radit sedikt menjauhkan tubuhnya.     

"Sudah malam,tidurlah"     

"Temani aku"     

"Bukan gadis kecil lagi kenapa harus di temani terus"     

"Kan aku sudah bilang aku sering mimpi buruk sejak mama papa bercerai"     

Radit mengelus rambut panjang Vanya.     

"Jangan begini terus kamu harus bangkit,harus jadi gadis yang kuat"     

"Apa karena kamu tidak ingin bersama ku lebih lama lagi"     

Radit mendesah pelan.     

"Sudahlah jangan mikirin yang gak gak,ayo aku temani tidur"     

Radit menggiring Vanya seperti anak kecil ke kamarnya,menemani gadis itu hingga tertidur pulas.Hanya begitu tak terjadi sesuatu yang lain.Malam malam sebelumnya pun seperti itu Radit hanya menemani vanya,sebelum tidur vanya meminta pintu di tutup rapat,dia takut jika ada hantu yang mengganggunya seperti dalam mimpi.     

Radit berulang kali menghubungi ponsel Bastian namun panggilan tak terjawab,berulang kali mengirim pesan namun Bastian tidak membalas.Radit jadi merasa bersalah hatinya pun sangat sedih.Terbayang dalam benaknya wajah terluka Bastian,tatapan kecewa pemuda galak itu.     

xxx     

Karena sudah malam dan tak tahu harus kemana akhirnya Bastian memilih kembali ke rumah orang tuanya.Tengah malam dia mengetuk pintu rumah orang tuanya.Untung saja ibunya cepat membukakan pintu.Kalo tidak Bastian pasti sudah membeku karena kedinginan.     

"Kamu kenapa sih kok pulang kerumah malam malam gini,bertengkar sama teman sekamar mu ya, di usir ya,mama udah feeling dia pasti gak tahan lama tinggal sama kamu" omel ibu Bastian sambil menutup pintu setelah Bastian masuk rumah.     

"Mama ini anaknya pulang bukannya di tanyain kabar malah ngomel ngomel" kesal Bastian.     

"Ya habisnya tiba tiba pulang tengah malam gini,kamu bertengkar sama teman mu yang ganteng itu?"     

Bastian memutar bola mata malas,ibunya selalu seperti itu gak bisa lihat anak muda cakep dikit.     

"Gak ganteng dia jelek" ketus Bastian     

"Ahhh gak tuh,waktu kesini izin ngajak kamu tinggal bareng dia,mukanya cakep kaya artis"     

"Udahhh ahhh,Mama kenapa jadi bahas orang itu"     

"Tuh kan pasti berantem nih.."     

Ibu Bastian,melotot saat melihat tangan Bastian berdarah.     

"Nah kan benar...kamu adu jotos sama teman mu itu,ya ampun Bastian...."     

Bastian menarik pergelangan tangannya dari cengkraman ibunya.     

"Ini jatuh dari motor bukan adu jotos" elak Bastian.     

"Bohong kamu tuh..." ibu Bastian tak percaya.     

"Dah lah aku ngantuk,mau tidur" Bastian berlalu pergi dari hadapan ibunya.     

"Diobatin dulu sebelum tidur lukanya Bas"     

"iya..." teriak Bastian dari dalam kamarnya.     

Bastian membaringkan tubuhnya terlentang diatas tempat tidurnya.     

Akhirnya dia kembali menempati kamarnya.Terasa asing dan hampa padahal ini adalah kamarnya sendiri.Bastian merogoh ponselnya dari saku celana. lalu ia mengecek panggilan telepon dan pesan masuk berjibun hanya dari satu orang.     

"Yang Lo di mana,pulang yang..."     

"Baby angkat telepon gue"     

"Gue minta maaf yang"     

"Yang..."     

Dan masih banyak lagi pesan dari Radit.     

Bastian melempar ponselnya menjauh darinya. Sengaja agar dia tidak tergiur untuk membalas pesan singkat dari Radit. Ingat sedang marah. Kali ini jangan mudah luluh.     

Walau hati sudah mulai Rindu.     

xxxx     

"Bang....bangun!!!!! " suara teriakan nyaring mengejutkan Bastian,pemuda itu berjingkat kaget dan langsung bangun dari tidurnya.     

"Semi..!!!! berisik banget sih"kesal Bastian.     

Gadis remaja berseragam putih biru itu tertawa puas melihat kakaknya terkejut mendengar teriakannya.     

"Makanya bangun,Mama suruh gue buat bangunin Lo bang"     

"Udah deh sana gak usah gangguin, bilang mama gue masih ngantuk"Bastian kembali tidur,memeluk gulingnya.     

Gadis remaja,berkepang dua itu justru menarik kaki Bastian hingga ke lantai.     

"Samanta!!!" Bastian mengeram kesal.     

"Bangun bang ada papa,dipanggil papa Abang tuh"     

Mendengar adiknya menyebut kata Papa,Bastian dengan malas bangun dari tidur dan duduk diatas kasur.     

"Papa di rumah?"     

"Iya lah dari kemarin lusa,lo sih gak pernah pulang ke rumah"     

"Ya udah sana keluar,bentar lagi gue turun"     

"Eh bang,temen lo yang pernah lo bawa kesini itu gak lo ajakin main sini lagi sih bang" yang dimaksud adalah Radit.     

"Ngapain kesini?"     

"Ya main aja lah,gue pengen kenalan lebih lanjut"     

"Dasar centil lo,sekolah yang bener bukannya lirik lirik cowok,lagian dia tua buat lo"     

"Sapa bilang dia itu bukan tua tapi dewasa,dan gue tuh suka sama yang lebih dewasa"     

Bastian berdecih.     

"Dasar kecentilan bukanya sekolah yang bener.Sana brangkat sekolah"usir Bastian     

"Bang bagi nomer hp nya dong bang"     

"Brisik keluar gak lo"Bastian memukuli adik perempuannya dengan bantal.     

"Gue kasih nomer cewek cakep sebagai gantinya bang lo pasti demen,sexy montok juga bang,gue kasih nama IG nya deh.."     

"Ogah..gue gak butuh sono keluar" kali ini Bastian mendorong tubuh adiknya keluar dari kamarnya.     

Dalam keluarganya Bastian adalah anak sulung,dia punya seorang adik perempuan yang masih berusia remaja,kelas sembilan.Sedangkan Mamanya adalah seorang ibu rumah tangga biasa.Menurut Bastian ibunya itu bawel mirip seperti adik perempuannya.     

Bastian paling segan pada Papanya,papanya itu jarang di rumah karena pekerjaan membuat papanya sering pergi keluar kota.Itu kenapa jika Papanya di rumah Bastian dan adiknya akan mengurangi kegiatan mereka di luar rumah,karena hanya di saat papanya pulang seperti itulah mereka bisa berkumpul.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.