My wife is a boy

Ingin mandiri



Ingin mandiri

0"Gis...kapan jadwal periksa lagi" tanya Bu Rina kala mereka sekeluarga minus Nio,sedang makan malam bersama.     
0

"Masih beberapa hari lagi Ma.."jawab Algis seraya menyuapkan nasi ke mulut mungilnya.     

"Kamu harus konsultasi sama dokter Aldi Ji,tentang kehamilan Algis, kira-kira kondisi Algis bisa naik pesawat lumayan lama gak,bulan depan kalian udah harus terbang ke Australia kan.Segala sesuatunya udah kamu siapkan kan Ji?"     

"Hmmmm..." jawab Panji seadanya.     

"Mama ini ngomong serius Ji"     

"Apa yang di butuhkan sudah Panji siapkan semua Ma"     

"Nah gitu jawab yang bener,kamu kalo di ajak ngomong Mama jawabnya ogah ogahan"     

Sudah jadi kebiasaan keluarga Pak Suryadi,saat di meja makan adalah waktunya berkumpul dengan semua anggota keluarga,karena hanya di waktu itulah mereka berkumpul setelah seharian sibuk dengan aktifitas masing-masing.     

"Nanti di sana kalian tinggal di rumah Tante Mella, sebenarnya Mama pengen ikut tapi gimana Papa bulan depan juga harus chek kesehatannya di Singapura"     

"Lebih baik Mama temenin Papa aja" kata Panji,lebih baik ibunya itu tidak ikut dengannya. Jika ikut hanya akan merepotkan dengan sikapnya yang suka ngatur.     

"Mama temani Panji gak apa-apa,ada Deni yang bisa temani Papa" sahut Pak Suryadi,Deni adalah asisten setia pak Suryadi.     

"Panji dan Algis udah dewasa,di sana juga ada Om Pras dan Tante Mella, Mama ikut Papa saja"     

"Papa gak apa-apa sendiri, Deni pasti bisa urus semuanya"     

Dua pria Bapak dan Anak itu tanpa sadar,ternyata saling lempar.Pak Suryadi berharap istrinya tidak ikut jadwal rutin periksa kesehatannya di Singapura,soalnya Bu Rina itu suka kalap belanja.Membeli banyak barang yang sebenarnya tidak penting.Bukannya fokus cek kesehatan,Pak Suryadi justru sibuk menemani istrinya berburu barang-barang mahal kesukaannya.     

Begitupun dengan Panji,dia juga tak pernah akur dengan ibunya, sifat ibunya yang suka protes dan ngatur itu membuat Panji malas. Lagi pula dia ingin pergi berdua saja dengan Algis menikah di Australia sekaligus menikmati liburan di negara itu.     

"Kalian berdua kenapa sih???? gak suka ya kalo Mama ikut sama salah satu dari kalian?" kata Bu Rina dengan wajah dongkol.     

"Enggakkkkkkk " jawab Pak Suryadi dan Panji hampir bersamaan.     

Bu Rina tersinggung,dikira dia tidak mengerti kalo dua orang pria dalam hidupnya itu sedang berlomba menolaknya secara halus.     

"Mama...."     

Bu Rina menolehkan kepala kearah Algis.     

"Algis pergi berdua saja sama Mas Panji,dan Papa di temani Pak Deni.Kan mama katanya mau adakan pesta kalo Algis pulang dari Australia,jadi Mama di rumah saja siapkan untuk acara pesta itu,ya kan Ma.."     

Pandangan mata Bu Rina seketika melembut.     

"Emang cuma kamu di sini yang mengerti Mama" ucap wanita paruh baya itu sembari melirik sebal kearah suami dan anak semata wayangnya.     

Pak Suryadi dan Panji diam-diam merasa lega. Algis memang paling bisa mengambil hati calon mertuanya itu.     

Acara makan malam mereka sudah selesai namun mereka bertiga masih betah duduk di ruang makan untuk membahas sesuatu yang bagi Panji sangatlah penting.     

"Apa harus begitu Ji..." tanya Bu Rina dengan wajah tak suka.     

"Itu keputusan Panji, Mama harus setuju" jawab Panji tegas.     

"Pa....Apa perlu mereka beli rumah sendiri,sedangkan rumah kita sebesar ini"Bu Rina menoleh kearah suaminya,meminta dukungan.     

"Kalo itu keinginan mereka berdua kita gak bisa memaksakan mereka tinggal di sini untuk seterusnya Ma"     

"Tapi Pa..Algis itu sedang hamil dan akan melahirkan akan mengurus bayi" seperti pengalamannya dulu Bu Rina hidup sendiri jauh dari orang tua membuatnya kerepotan mengurus bayi pasca melahirkan.Apa lagi Algis yang notabenenya adalah seorang laki-laki.     

"Apa kamu udah pikiran matang-matang Ji, kedepannya kalian berdua itu akan repot kok malah mau menjauh dari orang tua, memangnya apa yang kurang dengan kalian tinggal di sini terus,toh semua akan jadi milik kalian berdua pada akhirnya"     

Apa yang di katakan Bu Rina adalah benar, Panji adalah anak tunggal,pewaris tunggal keluarga Suryadi semua milik Pak Suryadi akan menjadi miliknya,dan juga rumah orang tuanya sangat besar sekalipun dia memiliki lima anak, rumah orang tuanya akan tetap bisa menampung.     

Namun lebih dari itu ada hal yang membuat Panji untuk memilih memiliki rumah sendiri.Kebebasan.     

Bukan berarti dia merasa tertekan hidup dengan orang tuanya.Setelah menikah Panji tidak bisa hanya memikirkan kenyamanan dirinya saja,namun dia juga harus memikirkan Algis.     

Algis memang tak pernah meminta atau membahas hal ini sebelumnya,namun di lihat dari saat Panji mengutarakan akan membeli rumah sendiri Algis terlihat langsung menyetujui, meskipun pemuda manis itu masih memikirkan izin dari orang tua Panji.Namun dari situ Panji mengerti Algis butuh privasi,.     

Mungkin dalam hati dia ingin punya rumah sendiri hanya ada dirinya dan Panji serta anak mereka. Memiliki rumah sesuai dengan keinginannya,mendesain ruangan sesuka hatinya.Bisa mengundang keluarga dan teman-temannya tanpa sungkan pada orang tua Panji.     

"Ma... Semua sudah Panji pikirkan,Panji tau gak mudah mengurus anak sendiri, tapi Panji ingin mandiri bersama Algis"     

"Tapi Ji..."     

"Kita masih berada di dalam satu kota Ma,kapan saja Mama bisa berkunjung,begitu juga dengan Panji dan Algis kapan saja bisa datang kemari" jelas Panji berusaha untuk meyakinkan ibunya.     

Algis hanya diam tidak berani ikut bicara,ia merasa tak enak hati pada calon mertuanya itu.     

Bu Rina menarik nafas panjang,lalu menghembusnya secara perlahan,wanita yang masih terlihat cantik itu hanya bisa menerima pasrah keputusan Panji.Walau sejujurnya dia tidak ingin Panji dan Algis meninggalkan rumahnya.     

Dia selama ini sudah membayangkan rumahnya akan dipenuhi oleh anak anak kecil yang berlarian dan berteriak di sekitar rumahnya yang besar ini.Dia juga membayangkan akan membantu Algis mengasuh cucunya.     

Namun apa boleh buat. Kalo pun bersikeras tidak mengizinkan mereka percuma saja,dia tidak akan bisa menghentikan jika Panji sudah memutuskan.     

"Mama berharap kalian tetap tinggal di sini,tapi Mama bisa apa kalo kalian memilih keluar dari rumah ini" kata Bu Rina dengan wajah sedih.     

"Sudahlah Ma, seperti yang Panji katakan,mereka masih tinggal satu kota dengan kita, Mama bisa kapan saja mengunjungi mereka"kata Pak Suryadi menasehati istrinya.     

"Algis pasti akan sering berkunjung kesini Ma.." kali ini Algis bersuara,lama lama pemuda manis itu tak tega melihat wajah sedih wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.     

"Iya Gis, hanya saja Mama pasti kesepian kalo gak ada kalian"     

Algis makin kasihan melihat wajah sedih Bu Rina.Tentu saja Bu Rina akan kesepian Panji adalah anak satu-satunya.     

"Apa kalian akan pindah setelah pulang dari Australia?" tanya Pak Suryadi,pria itu menoleh kearah Panji.     

"Rencananya begitu, Panji sudah ada pilihan rumahnya"     

Mendengar itu hati Bu Rina makin sedih,artinya tak lama lagi rumah besarnya ini menjadi terasa sepi.     

"Mama mau ke kamar dulu"pamit Bu Rina tiba-tiba.     

Wanita itu kemudian bangkit berdiri dan melangkah masuk kedalam kamarnya.     

"Sudah kalian gak usah pikirkan Mama, kalian fokus saja dengan apa yang perlu kalian persiapkan untuk pernikahan kalian di Australia, tentang Mama biar Papa yang mengurusnya" ucap Pak Suryadi sebelum pria itu juga meninggalkan ruang makan.     

xxxx     

"Mas...apa baiknya kita pikirkan ulang aja,jangan buru-buru pindah,kasihan Mama" Algis naik keatas tempat tidur,menyusul Panji yang lebih dulu duduk di atas tempat tidur,meluruskan kaki dan menyadarkan punggung kokohnya pada sandaran tempat tidur.     

"Kenapa? Mama akan baik-baik aja Gis" ujar Panji,tanpa menoleh kearah Algis,pria itu sibuk dengan ponsel pintarnya.     

"Tapi Algis kasihan sama Mama mas,kalo kita rumah sendiri Mama pasti kesepian,Mas Panji kan anak tunggal,Nio gak selamanya di sini"     

"Hanya untuk sementara Mama kesepian"     

Algis mengerutkan kening,tidak paham dengan maksud calon suaminya.     

"Sementara gimana Mas?"     

Panji meletakkan ponselnya di sisi tubuhnya,ia lalu memalingkan wajahnya kearah Algis.     

"Iya sementara aja,kita bikin anak sebanyak-banyaknya,terus kirim sini minta Mama asuh mereka.Bereskan..."     

Panji senyum nakal sambil menaikkan satu alisnya keatas.     

"Ihhhh....Mas Panji..." Algis mencubit pelan pinggang Panji.     

"Aduhhh sakit Gis.."     

"Apa Algis ini pabrik anak,di suruh produksi terus menerus"Algis cemberut imut.     

"Hahhaa..." Panji tergelak lalu memeluk Algis.     

Jangan harap orang lain bisa melihat Panji tertawa seperti itu. Hanya di depan Algis Panji bisa seperti itu. Jika depan orang lain senyumnya mahal,tatapan mata dingin. angkuh.Jika bicara kata-katanya selalu tajam.     

Namun jika didepan Algis Panji berubah sembilan puluh derajat,dia menjadi hangat,penyayang dan sangat melindungi.Dia seperti punya kepribadian ganda.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.