My wife is a boy

Membawa pulang wanita



Membawa pulang wanita

0Selama satu minggu ini Bastian jarang bertemu dengan kedua sahabatnya,masalahnya dia mengambil kelas sore, karena pagi hari pemuda tinggi itu harus pergi berkerja.Tak terasa hampir satu bulan Bastian kerja paruh waktu,walau dia sedikit lelah karena waktu istirahatnya jadi berkurang.Meskipun begitu dia tetap semangat jika ada waktu luang ia gunakan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.     
0

Saat jam kuliahnya berakhir Bastian bergegas ke tempat parkir halaman kampus,Ia ingin segera pulang,belakangan ini dia semangat sekali tiap selesai kerja atau selesai kuliah,pemuda itu akan segera buru-buru pulang ke apartemen.Belakangan ini hatinya berbunga-bunga bak taman bunga yang bermekaran.     

Barangkali Bastian sedang kasmaran. Iya betul pemuda galak ini sedang kasmaran total,kalo sebelumnya dia masih tujuh puluh persen sekarang ini penuh seratus persen.Karena apa,apa lagi jika bukan kalimat cinta yang ia dengar beberapa waktu yang lalu.Pintu apartemen menjadi saksi bisu ketika untuk pertama kalinya Radit mengatakan dua kata tapi bisa membuat jantung Bastian seperti rasa mau meledak karena terlampau senang.     

Sejak awal mengenal pria itu Radit memang suka menggombal, mengganggunya, merayunya bahkan menggagahinya tapi baru sekali itu Radit mengucapkan kata cinta.Gimana Bastian gak girang bahagia.Walau dia sendiri tidak membalas kata-kata cinta itu,tapi dalam hati dia membalas,dalam hati Bastian mengatakan "love you too" namun tak ia ucapkan,cukup dalam hati saja,dia terlalu gengsi untuk mengatakannya.     

Selang tiga puluh menit Bastian sudah sampai di area apartemen milik Radit,setelah memarkirkan motornya pemuda galak itu berjalan kearah lift sambil bersenandung ceria,wajahnya tidak lepas dari senyuman.     

Ia membayangkan sebentar lagi ia akan melihat wajah Radit menyambutnya dengan senyum ceria,Namun semua tak seperti yang ia bayangkan,ketika membuka pintu apartemen,senyum Bastian memudar.     

Tak ada sosok Radit menyambutnya,ini sudah lewat jam tujuh malam, apakah pria itu belum pulang.Bastian jadi bertanya-tanya dalam hati.Ia lalu masuk kedalam dengan wajah muram,ia mengira Radit sudah pulang,apa pria itu lembur atau....Bastian buru-buru menepis apa yang melintas dalam benaknya.     

"Baby..."     

Bastian menolehkan wajahnya ke datangnya suara itu.Ada rasa lega saat Bastian melihat Radit keluar dari kamar yang lain,dalam apartemen itu sebenarnya ada dua kamar namun Radit hanya menggunakan kamar tidur utama untuk menjadi kamar tidurnya,sedang kamar kosong yang satunya ia pakai untuk ruang baca miliknya.Radit itu pria cerdas dan kerja keras meskipun suka main-main tapi dia punya hoby membaca juga.     

"Kenapa,kok mukanya kayak tegang gitu?" Radit berjalan mendekati Bastian.Lihatlah hanya mengenakan celana pendek dan kaus longgar saja Radit terlihat keren.     

"Gue kira Lo minggat lagi"     

Radit terpaku sesaat. Lalu kemudian dia tersenyum.     

"Minggat kemana lagi sih,gue gak akan kemana-mana yang .."     

Radit melihat sirat ketakutan dari tatapan mata Bastian. Apa pemuda galak itu takut jika dirinya pergi dan tak pulang semalaman seperti waktu itu.     

Bastian melirik kerah meja makan,belum ada apa-apa di atas meja makan.     

"Baru pulang ya..."tanya Bastian     

"Eeummm...."Radit menganggukan kepala.     

"Belum sempat masakin makan malam buat Lo"     

"Gak apa-apa,kalo Lo capek bikin mie rebus aja" kata Bastian dengan nada pelan,biasanya Bastian akan ketus kalo Radit gak masak untuk dirinya.     

"Gue mau mandi dulu" Bastian melangkah masuk kedalam kamar.     

Radit mengerutkan kening,ia jadi heran dengan perubahan sikap Bastian. Pemuda galak itu belakangan ini jadi aneh, jadi jinak dengan sendirinya. Padahal biasanya Bastian itu galak.Suka marah-marah.     

Selang beberapa menit.     

Drrttttt....drrtttttt...     

Ponsel Radit bergetar.     

"Hallo...." sapa Radit pada penelpon tanpa nama.     

Beberapa detik kemudian wajah Radit berubah,ada guratan rasa khawatir terlukis jelas di wajahnya.Dan sayangnya ekpresi wajah itu Bastian melihatnya,pemuda itu baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar saat Radit mengangkat telepon dari seseorang.     

"Siapa?" tanya Bastian penasaran.     

"Yang..gue keluar sebentar ya,Lo mau makan apa malam ini biar gue belikan bahannya"     

Radit tak menjawab pertanyaan Bastian,pria itu justru balik bertanya soal makanan.     

"Apa saja"     

"Gue keluar dulu ya bentar aja,Lo tunggu gue,nanti gue masakin makan malam buat Lo" Radit mengecup sekilas bibir Bastian lalu bergegas pergi.     

Bastian ingin bertanya pergi kemana,ada apa,siapa yang menelepon tapi sepertinya Radit tak memberinya kesempatan untuk bertanya.     

Radit mengatakan hanya sebentar,tapi ternyata pria itu tak kunjung kembali.Bastian menunggu.     

Waktu terus berjalan jam dinding menunjukan pukul sepuluh malam,Radit menghilang,ponselnya aktif,jika dihubungi tersambung.Namun tidak diangkat.Entah apa yang sedang Radit lakukan di luar sana.     

Bastian kembali khawatir apakah terjadi sesuatu pada keluarganya,hingga membuat wajah Radit panik,khawatir seperti tadi.Bastian berjalan mondar mandir gelisah di ruang tamu,berkali kali ia mencoba menghubungi nomer Radit tapi tak ada jawaban.     

Perut Bastian mulai terasa lapar,dia belum makan malam.Radit berkata untuk menunggunya jadi Bastian menunggu,lagi pula dia mau makan apa,Ahh lain kali dia harus belajar memasak agar bisa membuat makanan untuk dirinya sendiri.     

Bastian mendesah pelan,apa dia harus pesan makanan saja,dia sudah begitu sangat lapar.Tapi jika memesan makanan dia takut tiba-tiba Radit pulang,kan itu akan membuat kecewa radit,jika dia tidak menunggunya.Akhirnya ia urungkan niatnya untuk memesan makanan.     

Bastian menunggu hingga tengah malam,karena rasa lelahnya Bastian tertidur di sofa ruang tamu.Ia meringkuk memeluk tubuhnya sendiri,tidur sambil menahan lapar.     

"Glekk..."     

Bastian terbangun saat dia mendengar suara pintu di buka dari luar.Bastian langsung bangun dan beranjak dari sofa.     

"Dit..kenapa lo...."Bastian tak melanjutkan kalimatnya.     

Ia tertegun memandang lurus kerah pintu.Radit pulang,namun ia tak sendiri.Ada seorang gadis sedang bergelayut pada tubuh Radit,pria itu melingkarkan lengannya pada pinggang gadis yang terlihat tak sadarkan diri,seperti sedang mabuk minuman alkohol.     

"Vanya,,,"lirih Bastian ketika ia mengenali siapa gadis yang ada pada pelukan Radit.     

Radit membawa Vanya masuk.Keadaan gadis itu sangat kacau. Entah berapa gelas minuman yang gadis itu teguk hingga membuatnya mabuk seperti itu.     

"Radit...kamu harus sama aku,kamu harus temani aku.Aku gak punya siapa-siapa lagi"rancau Vanya ketika ia bisa sedikit membuka matanya,Gadis itu meronta berusaha melepaskan diri dari Radit.     

"Van..diam lah" Radit berusaha tetap membuat tubuh Vanya tegak berdiri.     

"Uuekkkkk..." Vanya muntah,dan muntahannya tercecer di lantai dan sebagian mengotori baju Radit dan bajunya sendiri.     

"Ya ampun Van, pakek muntah segala sih"     

Radit tampak kesusahan mengatasi Vanya yang terus bergerak,meronta.     

"Yang.. tolong kamu bersihin ini ya,aku mau urus Vanya dulu"kata Radit sambil berlalu dari hadapan Bastian.     

Jlebb....ada rasa sakit menusuk tepat pada jantung hati Bastain.Selama ini Radit melarangnya walau hanya mencuci beberapa piring,melarangnya melakukan apapun di apartemen ini.Radit bilang " jangan Baby,biar gue aja yang kerjain,Lo duduk manis aja".Namun kali ini Radit tanpa ada rasa ragu memintanya untuk membersihkan bekas muntahan Vanya.     

Bastian pergi kearah ruang sempit dekat dapur untuk mengambil peralatan pel.Sedangkan Radit membawa Vanya masuk kedalam kamarnya.     

Selesai membersihkan lantai Bastian duduk seorang diri di sofa ruang tamu. Dari tempat itu ia bisa melihat kearah pintu kamar Radit yang juga menjadi kamarnya selama dia tinggal bersama Radit.     

Pintu kamar sedikit terbuka,walau begitu entah kenapa Bastian nyalinya menjadi ciut,rasa percaya dirinya entah menghilang kemana.Harusnya ia mendatangi kamar Radit lalu berteriak pada pria itu,memarahi pria itu seperti biasanya.     

Akan tetapi,malam ini bibirnya tak bisa berucap apa-apa,hanya ada kebingungan dalam pikirannya.Kakinya pun terasa berat untuk melangkah ke kamar memastikan apa yang terjadi di kamar itu.     

Sampai Bastian bosan menunggu Radit tak kunjung keluar dari kamar,padahal Bastian berharap Radit keluar dan memberinya penjelasan.     

"Glek.." Suara pintu kamar ditutup rapat.     

Namun bukan di tutup dari luar,melainkan pintu itu ditutup dari dalam.Jantung Bastian kembali serasa di tusuk lagi,disaat ia menunggu Radit keluar dari kamar namun yang ia lihat justru pintu kamar itu ditutup rapat dari dalam.     

Kamar yang menjadi tempatnya dan Radit menyatukan diri,tempat dimana Ia dan Radit meneguk surga dunia.Tempat dimana ia menyerahkan harga dirinya untuk pria itu,mengalahkan egonya demi bisa bersama pria itu,pria yang sekarang ini sedang membawa seorang wanita masuk kedalam kamar yang menjadi tempat peraduan antara dirinya dan Radit.     

Bastian menggit kuat bibirnya sendiri,menahan diri agar tidak menangis.Meski air mata sudah menggenang di pelupuk matanya yang siap berderai membasahi pipinya,namun sekuat yang ia bisa Bastian menahan air mata itu.Sekalipun malam ini untuk kedua kalinya Radit menelantarkan dirinya,mengabaikan dirinya seorang diri di ruang tamu.     

Waktu terus berjalan malam semakin larut,dari tengah malam menjadi dini hari hingga hampir pagi hari,pintu itu tak pernah terbuka,tidak ada sosok Radit keluar dari sana, Bastian lelah tubuhnya menggigil kedinginan.Ia memeluk tubuhnya sendiri menekuk kedua lututnya hingga hampir menyentuh dadanya.Ia terlelap kala waktu hampir pagi.     

xxxx     

Bastian menggeliatkan Badan,ketika sinar matahari terasa menghangatkan tubuhnya,perlahan ia membuka mata,kepalanya terasa pusing dan berat tengkuknya sakit.Tubuhnya terasa pegal pegal.Seluruh badannya serasa sakit semua namun hatinya yang paling sakit.     

Perlahan Bastian bangkit dan mendudukkan tubuhnya,ada selimut di tubuhnya dan juga ada bantal,mungkinkah Radit yang memberikan padanya,tapi kapan bukankah ia terjaga hingga hampir pagi.     

"Yang.."suara Radit dari dapur mengejutkan Bastian.     

Ia menoleh kearah dapur,di sana Radit sedang sibuk menyiapkan makanan,pria itu sudah berpakaian rapih."jam berapa ini" Bastian bertanya dalam hati.Harusnya dia bangun awal untuk pergi kerja.Bastian meraih ponselnya dan melihat jam dari ponselnya,"Ahhhh... udah telat gue"Bastian merutuki dirinya sendiri karena telat bangun.     

"Gue sengaja gak bangunin lo karena lo kelihatan nyenyak banget tidurnya"     

Bastian tak menyahut,malas menanggapi omongan tak masuk akal itu, bagaimana bisa Radit menganggapnya nyenyak tidur.dan lihat saja ekpresi wajahnya seakan ia tak berbuat salah.Atau memang tak merasa apa yang dia lalukan itu menyakiti dirinya.     

bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.