My wife is a boy

Semakin cinta



Semakin cinta

0"Jgrekk..." suara Bastian membuka pintu apartement, pemuda itu baru saja pulang kerja paruh waktu wajahnya tampak lelah.     
0

Ia melepas sepatunya, matanya melihat sepatu Radit yang dipakai pria itu kemarin sudah ada berjejer rapi di atas rak sepatu. Artinya pria itu sudah pulang.     

Bastian bergegas masuk.     

"Baby....."     

Suara Radit menyambut ceria,pria itu memakai apron dan memegang spatula di tangannya, wajahnya tersenyum senang seperti sedang tidak membuat kesalahan sama sekali.     

Bastian melengos, tidak menyahut sapaan Radit. Pemuda itu berjalan melewati dapur menuju kamar.Radit melepas apron-nya lalu mematikan kompor kemudian ia berjalan menyusul bastian ke kamar mereka.     

"Sayang... Apa lo marah?" Radit memeluk tubuh Bastian dari belakang.     

Namun yang di peluk masih diam tak bergeming, menyibukkan diri melepas bajunya.     

"Maafin gue yang.." kata Radit pelan masih memeluk tubuh Bastian.     

Bastian melepas pelukan Radit. Pemuda bertubuh tinggi dan berkulit putih itu berdiri tegap menghadap ke arah Radit dengan wajah kesal.     

"Maaf lo bilang?! Gue di sini khawatirin Lo semalaman, dan Lo ternyata lagi enak-enak sama cewek. Sekarang lo bilang dengan mudah kata maaf? Apa Lo gak bisa hubungin gue buat kasih tau kalo lo lagi chek-in sama cewek. Minimal gue tau dan gue gak perlu khawatir" kata Bastian dengan tatapan marah bercampur kecewa.     

Radit kembali mencoba memeluk Bastian namun pemuda itu menjauh gak sudi dipeluk Radit.     

"Baby, dengerin gue dulu gue gak chek-in. Gue gak pulang semalam karena ada alasannya, tapi bukan karena gue chek-in sama Vanya dan juga HP gue kebetulan mati" Radit mulai menjelaskan.     

"Tapi tetap saja Lo semaleman bareng dia kan. sampai lo gak ganti baju, sampai lo hari ini gak kerja. kenapa juga Lo pulang? gak sekalian aja Lo nginep lagi sama dia!"     

"Dengar dulu yang...Gue ngerti gue salah. Tapi semua gak kayak yang lo pikirin kok"     

"Trus apa?????!!!!!!!!" Bastian mulai kesal kenapa Radit tak langsung menjelaskan apa yang dia lakukan semalam kenapa bisa bersama Vanya hingga pagi.     

"Vanya lagi ada masalah dan dia butuh gue yang..."     

"Hah...." Bastian memiringkan kepala, bengong tak percaya.     

"Dia lagi ada masalah dan dia butuh lo?" ulang Bastian masih dengan ekpresi wajah tak percaya. Sesederhana itukah? Bastian justru makin kesal.     

"Udah deh gak usah lo jelasin apa-apa, gue males juga dengernya. Sekarang yang penting lo masih hidup dan udah pulang. Minggir gue mau mandi dan berangkat kuliah" Bastian mendorong kasar tubuh Radit.     

Radit mencegah Bastian pergi, dengan cepat pria itu menarik tangan Bastian.     

"lepasin gue. Gue harus berangkat kuliah"     

"Gue tahu yang.. Tapi lo jangan kaya gini"     

"Gini kenapa? Lo kalo ngomong yang jelas. Jangan berbelit-belit"     

"Lo masih marah kan?"     

"Lo pikir aja sendiri kalo lo jadi gue kira-kira lo bakal marah apa gak?. Cuma gue bisa apa. Lo gak pulang dengan alasan Vanya butuh lo dan dari sini gue tahu betapa berharganya dia buat lo, trus gue bisa apa?"     

Radit terdiam. Tak ada tanda-tanda ingin menyangkal.     

Bastian melepaskan tangan Radit dari pergelangan tangannya, ia melangkah ke kamar mandi, Kali ini Radit tidak menghentikan langkahnya.     

Di dalam kamar mandi Bastian langsung menyalakan shower. Dinginnya guyuran air mengalir membasahi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pemuda itu sungguh tak habis pikir, Radit tidak pulang semalaman karena Vanya ada masalah dan butuh dirinya. Masalah hidup yang seperti apa hingga harus ada Radit yang menemani dan membatunya.     

Bukankah hubungan mereka sudah berakhir dan bukankah Vanya hanya akan mengambil Radit jika ia tak menjaga pria itu dengan baik sedangkan dia sudah berada disini menjaga pria itu dengan baik tetapi masih saja ada celah untuk mencoba menjebak Radit.     

Dan apa yang sebenarnya Radit lakukan, kenapa pria itu terlihat tak benar-benar bisa mengabaikan gadis cantik itu, Bastian melihat bagaimana cara Radit memperlakukan Vanya, dia sepeti sedang memanjakan gadis itu seperti adik kesayanganya. Bukankah jika seperti itu hanya akan membuat gadis itu semakin sulit melepaskannya. Lalu apa gunanya ia berada diantara mereka berdua.     

"Dasar homo palsu!!!!" umpat Bastian tertahan.     

Bastian beranggapan jika Radit yang mengaku lebih menyukai pria itu tak perlu lagi menyukai perempuan kan?. Kalo dia masih suka perempuan artinya Radit homo palsu kan?, Ahhh!!! Bastian bingung dia saja jika ditanya tertarik pada laki-laki atau perempuan tentu saja dia akan menjawab tertarik pada perempuan.     

Bastian melanjutkan acara mandinya masih dengan mendumal. Selesai mandi ia kembali ke kamar untuk berganti baju menemukan Radit yang sudah tak ada di kamar, pria itu kembali berkutat di dapur. Aroma wangi masakan menguar tercium hingga sampai kamar.     

Membuat perut Bastian berisik protes minta diisi, kasian juga perut Bastian karena makan malam diisi dengan mi rebus saja, sarapan dengan satu lembar roti tawar, dan belum sempat makan siang. Sebenaranya Bastian sangat lapar.     

Bastian keluar dari kamar setelah dia siap, ia berjalan mendekati dapur untuk mengambil minum. Tapi matanya melirik meja makan dan melihat masakan Radit sudah terhidang disana perut Bastian makin terasa lapar.     

"Yang.. makan dulu yuuk" kata Radit sambil menyiapkan piring diatas meja makan.     

Bastian pura-pura diam tak menyahuti. Gengsi. Lagi ngambek.     

"Sini makan dulu yuk" bujuk Radit lagi.     

Karena sudah dua kali ditawari tidak baik menolak. Bastian duduk lalu siap untuk makan siang. Sudah dari semalam dia tidak makan nasi, perutnya makin tak sabar dan berbunyi berisik kruk..kruk...tanda minta segera untuk diisi.     

Bastian segera mengisi piring di depannya dengan nasi dan beberapa lauk, Radit masakan makanan kesukaan Bastian sambel goreng ampela dan kentang, selain itu juga ada tumis buncis dan telur gulung ala korea.     

Bastian mulai menyuapkan satu sendok nasi dan lauk kedalam mulutnya, "Ya lord.... enak banget masakan Radit" kata Bastian dalam hati. Mulutnya sibuk mengunyah sambil menikmati betapa lezatnya masakan pria di depannya ini.     

Bastian melirik jam tangannya, ternyata masih ada banyak waktu sebelum berangkat kuliah dia masih ingin menambah porsi makannya. Jurus menebalkan muka. Tanpa malu Bastian menambahkan nasi serta mengambil tumis buncis dan telur gulung dan gak lupa juga sambel goreng ampela dan kentangnya, sayang kan kalo gak dihabiskan udah susah payah dimasakkan.     

Piring Bastian kembali penuh oleh nasi dan lauk. Pemuda itu kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ia terlihat sangat menikmati makanan yang ia makan.     

"Pelan-pelan yang.. jangan buru-buru"     

Bastian tak mendengarkan omongan Radit. Gak tahu jika Bastian gak makan nasi dari semalam.     

"Uhuk..uhuk..." Bastian terbatuk-batuk karena terlalu cepat makan.     

"Tuh..kan, gak mau pelan–pelan sih" Radit buru-buru berdiri dan memberikan air minum pada Bastian.     

Bastian meraih segelas air minum yang disodorkan oleh Radit.     

"Masih lama kan jam masuk kuliahnya?" Radit mengusap pelan punggung Bastian.     

"Gue..." Bastian diam sejenak berpikir apa dia harus memberitahu Radit bahwa dari semalam dia gak makan nasi karena pria ini tidak pulang.     

"Lo kenapa yang..."     

Bastian tak kunjung menjawab. Radit hanya bisa menghela nafasnya pelan, kalo sudah ngambek selalu gengsi buat ngomong. Radit lalu berjalan ke arah rak dapur mencari sebuah kotak nasi dan menggunakan kotak nasi itu Radit menyiapkan bekal nasi untuk Bastian.     

"Ini bawa ya yang.."     

Bastian melirik ke arah kotak nasi yang disiapkan untuknya.     

"Buat apa itu, emang gue anak paud?" padahal dalam hati dia senang setengah mati disiapkan bekal seperti itu, bisa dia makan nanti di kantin kampus kan.     

"Ya buat bekal lo, Baby.."     

"Apa lo berencana mau pergi dan dan gak pulang semalaman lagi biar gue bisa makan malam dengan kenyang. Gitu?!"     

"Apa lo gak makan waktu gue gak pulang semalem Baby?"     

"Lo pikir gue makan apa. Di kulkas gak ada apa-apa yang bisa gue makan, semua mentah emang gue bisa masak? Lo tau kan kalo gue lagi di apartement gak pernah makan makanan selain masakan lo. Lain kali kalo mau minggat masakin gue yang banyak dulu biar gue gak kelaparan" kata Bastian panjang lebar akhirnya dia bisa mengatakan apa yang mengganjal dalam hatinya.     

Radit mengulum senyum.     

Tangannya mengelus rambut Bastian yang makin panjang lalu membungkukkan badannya kemudian mengecup ringan bibir tipis Bastian.     

"sorry..." ucap Radit sambil mentap penuh cinta ke arah dalam mata Bastian.     

Kalo sudah diperlakukan seperti itu wajah marah yang tadi berubah dengan wajah merona.     

"Gue gak akan tinggalin lo sendirian lagi dan gak bakal telantarin lo lagi"     

"Janji?"     

Radit menganggukkan kepala sambil tersenyum menawan.     

Jika sudah seperti itu gak jadi ngambek, gak marah lagi. Udah luluh, lupa kalo masih ada nama Vanya yang bisa saja akan menyulut api pertengkaran lagi antara mereka. Namun yang terpenting untuk hari ini mereka sudah kembali berbaikan lagi.     

"Gue berangkat dulu.." Bastian berdiri sambil mengayunkan tas ranselnya ke bahunya.     

Radit mengambil kotak nasi yang sudah ia siapkan di atas meja, lalu memasukan kotak nasi itu ke dalam tas Bastian.     

"Nanti gue diketawain, kayak anak paud" protes Bastian     

"Ajak makan bareng kalo ada yang ketawain lo, biar mereka tahu gimana rasanya ini makanan"     

"Janganlah. Enak aja.."     

Radit mengusak pucuk kepala Bastian gemas.     

"Gue berangkat ya.."     

"Gue anter ya yang.."     

"Kan gue dah bilang gue gak mau lagi di antar jemput. Gue udah ada motor kan"     

"Kan mumpung gue gak kerja"     

"Gak usah di rumah aja, baju setrikaan banyak" kata Bastian sambil berjalan ke depan pintu untuk memakai sepatunya.     

"Bayar orang aja nanti"     

"sayang duitnya. Lo aja yang setrika mumpung Elo gak kerja hari ini sekalian nungguin gue pulang disambi setrika sampe malam kan mayan gak jenuh" kata Bastian asal. Masa iya Radit disuruh setrika baju dari siang hingga malam, memang berapa banyak baju mereka berdua yang harus disetrika.     

"Tega banget sih yang..."     

"Ya itu hukuman buat Elo karena udah bikin gue kelaparan" Bastian bangkit berdiri dan membuka pintu apartemen.     

"Gue jalan. Bye..." pamit Bastian.     

"Yang..." panggil Radit     

"Apalagi sih. Mau bawain gue botol minum sekalian?" sindir Bastian     

Radit melangkah mendekatinya lalu menarik tengkuknya untuk mendekatkan wajah mereka. Radit mencium bibir Bastian dan melumat bibir itu beberapa detik. Membuat bibir tipis Bastian jadi basah.     

"Main cium aja, kalo dilihat orang gimana?" Bastian sok protes padahal dia suka. Dikira Radit tidak bisa melihat rona merah di pipinya.     

"Love you.."     

Bastian terdiam ia tercengang mendengar Radit mengatakan kata itu dengan senyuman mempesona milik pria di depannya. Pasalnya ini untuk pertama kalinya Radit mengatakan kata itu selama mereka tinggal bersama.     

Radit hanya senyum-senyum girang setengah mati.     

Kalo saja dia tidak ada kelas sore, mungkin siang ini Ia memilih tidak masuk kuliah.     

Rasanya sayang sekali jika harus meninggalkan pria yang sedang tersenyum padanya itu.     

Bersambung....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.