My wife is a boy

Setelah malam panas



Setelah malam panas

0Hari sudah pagi, dua orang pria masih tertidur pulas diatas tempat tidur meskipun jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Barangkali mereka berdua sedang kelelahan setelah melewati malam panas semalam. Keduanya bergulung dalam selimut tebal saling memeluk satu sama lain. Si pemuda berambut sedikit panjang mulai ada pergerakan, ia menggeliatkan badan. Perlahan kedua matanya mulai terbuka, mengedar melihat kesekeliling kamar yang berantakan. Sinar matahari menerobos masuk menembus kaca jendela balkon. Mereka berdua rupanya semalam lupa menutup gorden kamar.     
0

Bastian mendongakkan wajah ke atas untuk melihat wajah pria yang memeluk tubuhnya erat. "hehh....." desah Bastian pelan. Ternyata apa yang terjadi semalam bukanlah mimpi. Ia benar-benar bercinta dengan Radit. Apakah pemuda itu merasa menyesal? jawabannya adalah tidak. Tidak ada rasa sesal di hati Bastian, justru dihatinya sekarang ada rasa memiliki Radit seutuhnya.     

Bastian ingin menggerakkan badannya namun rasa nyeri menjalar di seluruh tubuhnya terutama bagian pinggul ke bawah. "Sialan Radit" umpat Bastian dalam hati. Entah berapa kali putaran yang mereka lakukan semalam. Radit benar-benar seperti maniak sex, tenaganya tak ada habisnya. Berkali-kali orgasme tidak menyurutkan semangatnya untuk terus menggagahi Bastian hingga membuat pemuda itu hampir pingsan karena kelelahan.     

"Dit...." Bastian mengguncang bahu Radit pelan.     

"Hmmm..." sahut Radit masih memejamkan mata     

"Bangun, lo gak kerja?" tanya Bastian, masih dalam pelukan Radit.     

"Lo gak kuliah?" Radit balik bertanya     

"Gimana gue mau berangkat kuliah kalo gerak aja gue kerasa nyeri"     

"Kalo gitu, gue ngapain kerja, kalo istri gue gak bisa jalan setelah semalam layanin gue" kata Radit sambil tersenyum dan semakin merapatkan pelukannya pada Bastian.     

"Bukkk"     

"Aduh.." Radit mengaduh kesakitan sambil memegangi dadanya.     

"Kok ditonjok sih" protes Radit.     

"Makanya jangan asal"     

"Kan bener Lo istri gue yang.."     

"Istri dari mana, semalam yang Lo liat bentuknya apa kayak perempuan??!!" Dengus Bastian.     

Radit tertawa pelan.     

"Bentuknya gak lebih besar dari punya gue" jawaban Radit membuat Bastian ingin melemparnya keluar dari jendela balkon.     

"Minggir Lo.."     

"Gak mau.. masih pengen peluk Lo gini"     

Bastian kali ini tidak bisa berkutik, mau langsung bangkit berdiri, bagian pinggul kebawah miliknya terasa sangat nyeri.     

"Gimana?? apa setelah ini Lo masih ragu sama perasaan Lo ke gue?? apa masih pengen ciuman lagi sama Maura" tanya Radit sambil menatap lekat kearah Bastian.     

Bastian terdiam, tiba-tiba kedua pipinya merona merah jambu.     

"Jangan bahas ciuman itu lagi"     

"Dan jangan Lo ulangi lagi. Lo milik gue. Bibir ini milik gue" Radit mengusap bibir Bastian yang sedikit membengkak akibat ciuman ganas yang ia berikan semalam, dengan ibu jarinya.     

"Sekalian aja Lo bikin hak paten kepemilikan"     

"Kalo Lo siap dan mau gue bisa legalin secara hukum"     

Bastian tertegun. Apakah pria di hadapannya ini sedang melamarnya.     

"Lo ngomong apa sih..serius banget" kata Bastian, pemuda itu tidak berani melihat kearah mata Radit.     

Radit tersenyum mengerti.     

"Santai baby... gue gak akan maksa Lo, kita gak akan buru-buru kok. Kita jalani aja apa adanya dulu sambil Lo nyesuain diri. Gue tau semua ini masih asing buat Lo. Yang penting Lo sekarang nyaman sama gue" ucap Radit, sembari menyisir rambut Bastain yang acak-acakan dengan jari-jarinya.     

Diam-diam Bastian bersyukur dalam hati. Tanpa bicara ternyata Radit bisa memahami dirinya. Sekalipun sekarang ia tidak bingung lagi dengan perasaannya namun bukan berarti dia siap untuk seperti yang Radit katakan. Dia masih muda masih kuliah, perjalanan hidupnya masih panjang, dia tidak tau apa yang akan terjadi di kedepannya nanti.     

Jatuh cinta boleh saja namun logika harus tetap jalan. Bastian tidak akan cinta buta dia tetap memikirkan baik dan buruknya. Dia di dunia ini tidak hidup sendiri dia punya keluarga. Ahhh panjang jika dipikirkan. Benar kata Radit jalani saja dulu lihat sejauh mana dan sekuat apa hubungan mereka berdua.     

Jangan dikira Bastian tidak tau tentang hubungan sesama jenis diluar sana, meski tidak semua tapi banyak dari mereka yang hanya menjalin hubungan untuk bersenang-senang. Just for fun. Begitu mereka menyebutnya. Sekalipun tidaklah semua dari mereka seperti itu. Ada banyak juga yang menjalin hubungan karena mereka sungguh saling mencintai dan ingin berjuang untuk terus bersama.     

Di tempat mereka tinggal ini hubungan seperti itu tidak bisa di terima dan tidak akan pernah diterima. Jangan menggerutu tentang itu karena setiap negara punya aturan sendiri. Oleh sebab itu mereka yang ingin bisa terus bersama harus berusaha dan dan berjuang untuk meningkatkan taraf hidup mereka menjadikan mereka orang yang berkualitas dan mapan secara finansial, supaya apa? supaya mereka bisa memperjuangkan cinta dan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Dan itu bisa di lakukan hanya di negara yang bisa menerima mereka.     

Polemik kehidupan pasangan laki-laki dan laki-laki tak hanya sampai di situ. Ada juga yang keduanya saling mencintai berjanji akan terus bersama namun di ujung cerita mereka tetap berpisah karena salah satu dari mereka menikah dengan seorang gadis untuk memenuhi tuntutan keluarga. Mau tak mau perpisahan yang menyakitkan terjadi. Kalo kata Maura itu MENGKHIANATI. Padahal tak ada yang salah dengan itu, bukankah memang seharusnya begitu, menikah dengan seorang gadis lalu memiliki banyak anak dan hidup bahagia.     

Tapi tunggu dulu, seorang gadis?? menikah?? punya anak??? tiba-tiba bayangan wajah Vanya melintas dalam benak Bastian. Hatinya terasa nyeri ketika ia membayangkan hal itu akan terjadi padanya. Bagaimana jika Radit yang akan pergi meninggalkannya, menikah dengan seorang gadis lalu punya anak. "Gak mau...gak mau.." tanpa sadar Bastian menggelengkan kepalanya lalu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Radit.     

"Ada apa, lagi mikirin apa?" tanya Radit saat merasakan Bastian erat memeluk tubuhnya.     

"Dit...."     

"Hmmm...."     

"Kok Lo gak pernah tanya kenapa gue tinggal di apartemen Lo"     

"karena gue gak terlalu pengen tau apa alasan Lo tinggal bareng gue disini"     

"Tapi kalo Lo mau kasih tau, gue mau denger" sambung Radit.     

"Bilang kenapa Lo mau tinggal di sini?" Radit mengangkat wajah Bastian dengan memegang dagu pemuda itu. untuk mendongak ke arahnya.     

"Gue takut" jawab Bastian pelan.     

"Takut?? takut apa?" Radit mengerutkan dahi.     

Radit bingung.     

"Gue takut sama Vanya"     

"Hah?? takut sama Vanya" Radit tidak mengerti dengan arah bicara Bastian.     

"Dia bilang kalo gue gak jaga elo, dia bakal ambil elo dari gue"     

Radit terkekeh geli.     

"Jadi Lo takut karena Vanya ngancam Lo gitu, Lo takut kehilangan gue??"     

"Jangan ge-er Lo"     

"Lah ini buktinya.."     

"Dah lah.. Males gue ngomong sama Lo. Bangun sana Lo.. Gue laper" Bastian merenggangkan tubuhnya, dari pelukan Radit.     

"Tunggu.." cegah Radit.     

"Apa lagi??" tanya Bastian dengan nada malas.     

"Lo gak pengen main sekali lagi" tanya Radit sambil mengangkat-angkat-angkat satu alisnya.     

Bastian mendelik.     

"Dasar mesum, cabul, maniak sex!!! Apa Lo masih punya stok sperma hah????!!!!!!" umpat Bastian menggelegar di seluruh ruang kamar.     

Ia lalu dengan susah payah mendorong Radit dengan kakinya hingga pria itu jatuh ke lantai.     

"Cepat Lo mandi dan buatin gue sarapan!!!" perintah Bastian.     

"Iya.. Iyaaa galak banget sih" Radit bangkit berdiri sambil memegangi bokongnya yang sakit karna bertemu dengan lantai yang keras.     

xxxxx     

Selesai mandi dengan air hangat yang Radit siapkan membuat Bastian merasa lebih baik. Meski masih terasa nyeri di bagian belakangnya. Apalagi jika untuk berjalan. Namun karena merasa laki-laki dan tak ingin dipandang lemah, Bastian berusaha semampunya untuk terlihat baik-baik saja.     

Bastian keluar dari kamar ketika ia mencium aroma masakan Radit dari dapur. "krukkkkk" bunyi suara keroncongan dari perut Bastian. Pemuda itu bergegas menghampiri Radit yang sedang sibuk membuat nasi goreng dan ceplok telor kesukaannya.     

Seperti seorang anak kecil Bastian duduk manis di kursi yang biasa ia duduki. Matanya bergerak mengikuti pergerakan tubuh Radit. Sesekali ia menguap. Dia masih mengantuk. Tapi perutnya protes minta diisi. Setelah makan Bastian berencana akan tidur istirahat sepanjang hari.     

"Habisin. Jusnya juga diminum" kata Radit sembari meletakkan segelas jus apel dan sepiring nasi goreng dengan ceplok telor setengah matang diatasnya ke depan Bastian.     

Tanpa mengucapkan terima kasih pemuda itu langsung melahapnya. Bastian makan nasi goreng itu dengan nikmat. "masakan Radit paling enak sedunia" batin Bastian.     

"Pelan-pelan makanya, nanti kesedak" ucap Radit mengingatkan. Ia juga menikmati nasi goreng miliknya.     

"Laper..." sahut Bastian sambil menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.     

"Habis ini gue mau balik kamar dan tidur lagi. Lo jangan ganggu gue"     

"Jam dua siang Lo bangunin gue" lanjut Bastian.     

Radit mengernyitkan kening.     

"Lo mau kerja??"     

"Enggak.."     

"Terus..."     

"Ya gue mau makan lagi, nanti siang gue pengen Lo masakin sambel kentang dan empela ayam" kata Bastian dengan santainya.     

"As you wish My Lord" jawab Radit sambil menggelengkan kepala pelan.     

"Habis ini Lo mau ada acara apa?" tanya Bastian. Ia sudah selesai makan dan sekarang sedang meminum jus apelnya.     

"Gak kemana-mana, nemenin Lo aja"     

"Gue mau tidur gak usah Lo temenin, pintunya bakal gue kunci dari dalam"     

"Kok gitu sih yang.."     

"Lo pikir gue bego, nemenin apaan. Yang ada Lo bakal gangguin gue"     

"Gak lah.. Prasangka buruk aja. Jangan di kunci. Demen banget kunci kamar"     

Bastian tak menyahut lagi, pemuda itu lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah tempat pencucian piring untuk meletakkan piring dan gelas kotornya. Hanya ia letakkan tanpa ada upaya untuk mencuci. Sudah kebiasaan, Lagi pula Radit kerap melarangnya untuk mencuci piring. Selain rawan ia pecahkan, piring yang Bastian cuci sering masih ada sabun yang tertinggal atau kurang bersih dan Radit tidak suka hal itu.     

Sejak itu Bastian memlilih tidak melakukan apapun di apartemen ini. Yang dia lakukan hanyalah beristirahat dan untuk Radit lebih baik begitu dari pada Bastian membuat kekacauan di apartemennya. Makanya Radit sempat terheran heran saat tahu Bastian bekerja paruh waktu di salah satu restoran yang cukup ramai.     

Klinggg.....     

Suara pesan masuk dari dalam ponsel Radit.     

Radit membuka pesan itu.     

"Kamu di mana? Aku butuh kamu"     

Sebuah pesan singkat dengan nama pengirim Vanya. Radit mendesah pelan ketika membaca isi pesan singkat dari Vanya.     

Bersambung....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.