My wife is a boy

Pak Prayitno kecewa



Pak Prayitno kecewa

0"PAK SEBENARNYA ALGIS SEDANG HAMIL" kata Panji dalam satu tarikan nafas.     
0

"....."     

Sesaat suasana menjadi hening.     

Lalu terdengar suara gelak tawa Pak Prayitno. Pria paruh baya itu tertawa mendengar kata-kata Panji. Inikah hal yang dari tadi ingin dikatakan oleh anak dari atasannya. Tidak hanya Pak Prayitno, Bu Ambar dan Ajeng pun ikut tertawa geli dengan apa yang baru saja mereka dengar.     

"Kalo gak bisa bercanda gak usah dipaksain" kata Ajeng sambil terkekeh.     

"Hus... Ajeng gak boleh ngomong gitu" tegur Bu Ambar pada anak gadisnya sambil menahan tawa.     

Wanita itu pun sebenarnya ingin tertawa mendengar Panji yang tiba-tiba dengan lantangnya mengatakan jika Algis tengah mengandung. Tapi ia tahan, wanita itu tidak enak hati dengan kedua orang tua Panji.     

Pak Suryadi dan Bu Rina melirik ke arah Panji mereka berdua sangat gemas. Ingin rasanya menjitak kepala Panji. Bagaimana mungkin Panji yang cerdas dan selalu kompeten dalam hal apapun mendadak jadi terlihat bodoh. Harusnya Panji tidak langsung mengatakan jika Algis tengah mengandung tentu saja akan menjadi bahan tertawaan orang tua Algis. Panji seharusnya mengatakan tentang hubungannya dengan Algis terlebih dahulu.     

"Minum tehnya dulu Nak Panji..." Pak Prayitno mengambil teh di atas meja lalu menyesap teh itu dengan nikmat.     

Panji menurut, ia meraih segelas teh diatas meja lalu meneguknya hingga habis. Ia tidak menghiraukan rasa panas membakar lidahnya.     

"Algis benar-benar sedang hamil Pak" ucap Panji setelah meletakkan gelasnya di atas meja.     

"Nak Panji.. Algis itu memang sering di bilang cantik oleh orang-orang yang melihatnya, tapi baru Nak Panji yang bilang kalo Algis hamil. Apa Nak Panji sedang bermain.....apa Bu, yang lagi nge-trend sekarang ini" Pak Prayitno menoleh ke arah istrinya.     

"Nge-prank Pak..."     

"Nah.....itu" Pak Prayitno kembali tergelak.     

"Pak..saya tidak sedang bercanda. Apa yang saya katakan adalah hal serius. Algis benar-benar sedang hamil"     

Tawa Pak Prayitno mereda.     

Pria paruh baya itu memandang ke arah wajah Panji yang serius. Tidak ada kesan bercanda pada raut wajah anak dari bos besarnya itu. Perlahan Pak Prayitno mengalihkan pandanganya ke arah putra kesayanganya, Algis. Pemuda manis itu hanya berdiam diri dan menundukkan kepala.     

Begitu juga dengan kedua orang tua Panji. Pak Prayitno baru menyadari jika bos besarnya itu juga menunjukan wajah serius.     

"Ada apa ini...?? kenapa semua terlihat serius??"     

"Algis hamil Pak.." kata Panji untuk kesekian kalinya.     

"Hamil...." ulang Pak Prayitno dengan raut wajah bingung.     

"Iya pak..Algis hamil"     

Panji meraih map berwarna cokelat yang telah ia persiapkan sebelumnya lalu memberikannya pada Pak Prayitno. Dengan ragu-ragu Pak Prayitno menerima map itu lalu membukanya.     

Pak Prayitno mengerutkan dahi saat membaca dan melihat hasil test rumah sakit dengan atas nama Algis. Tangan pria paruh baya itu mulai gemetar dan detak jantungnya mulai bergumuruh.     

"Pak...." Bu Ambar menarik lengan suaminya pelan. Bu Ambar mulai gelisah dan penasaran saat melihat reaksi suaminya.     

"Bu...." Suara Pak Prayitno bergetar.     

"Kasih tau Ibu Pak" Bu Ambar semakin penasaran.     

"Mana mungkin ini bisa terjadi.." lirih Pak Prayitno.     

Tangan Pak Prayitno bergetar, jantungnya berdetak lebih cepat. Wajah pria yang mulai terlihat ada kerutan di sudut matanya itu terlihat begitu terkejut. Wajahnya yang sumringah tadi sempat menghias menghilang begitu saja. Berganti dengan raut tidak percaya.     

"Pak...kasih tau Ibu..." tangan Bu Ambar kembali mengguncangkan lengan suaminya yang masih tertegun tak percaya.     

Pak Prayitno memberikan semua kertas dan hasil MRI scan dari salah satu rumah sakit ternama kepada istrinya.     

Bu Ambar terperangah dan menutup mulutnya dengan telapak tangan. Matanya mulai berkaca-kaca. Berulang kali Bu Ambar menggelengkan kepalanya ia tidak percaya dengan apa yang dibaca dan dilihatnya.     

"Algis....anak Bapak. Ini gak benar kan?" Pak Prayitno menatap ke arah Algis penuh harap. Berharap putra kesayangannya itu mengatakan semua ini hanyalah gurauan.     

Tapi tidak seperti yang diharapkan Pak Prayitno. Algis mengangkat kepalanya, pemuda itu melihat ke arah kedua orang tuanya dengan buliran air mata yang beruraian di pipinya yang halus.     

Seketika tangis Bu Ambar pecah. Wanita itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menyembunyikan tangisnya dari semua orang yang ada di ruang tamu.     

"Ini gak mungkin. Algis kamu gak mungkin hamil Nak. Kamu laki-laki. Semua hasil test ini pasti salah" Pak Prayitno berharap semuanya salah.     

Algis sama sekali tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya bisa menangis terisak. Melihat ibunya yang menangis membuatnya semakin berurai air mata.     

"Tapi bagaimana Algis bisa hamil. Saya yang mengandung dan melahirkan Algis. Saya yakin Algis laki-laki." Bu Ambar menyeka air matanya dengan satu telapak tangannya dan pandangannya tertuju pada Panji.     

"Algis mengidap PMDS atau Persistent Mullerian Duck Sindrom Bu"     

"Apa itu????" Tanya Pak Prayitno dan Bu Ambar hampir bersaman.     

Lalu kemudian Panji menjelaskan tentang kondisi Algis alasan mengapa pemuda manis itu bisa hamil. Panji menjelaskan serinci mungkin seperti apa yang disampaikan oleh dokter Sabrina seminggu yang lalu.     

Kedua orang tua Algis mendengarkan penjelasan Panji dengan seksama mencoba mencerna setiap kata yang disampaikan Panji. Mereka berdua tidak memungkiri jika Algis anak mereka memang terlihat cantik dari sejak lahir bahkan wajahnya sama persis dengan kakaknya meskipun mereka bukanlah saudara kembar. Tapi mereka tidak pernah menyangka jika Algis memiliki rahim dan bisa mengandung seperti selayaknya seorang wanita pada umumnya.     

Sejauh ini tidak ada yang aneh dengan Algis, dia tumbuh sangat sehat dari kecil dan jarang sekali sakit. Masa remaja hingga beranjak dewasa tidak ada yang terlihat aneh dengan pemuda manis itu. Dia laki-laki. Yakin!Algis itu laki-laki.     

"Pak Prayitno, Bu Ambar. Awalnya saya pun juga kaget saat pertama kali mendengar kabar ini. Tapi kita tetap harus bisa menerima kenyataan ini. Kasihan Algis. Ini juga berat untuk Algis terima" akhirnya Bu Rina bersuara.     

Bu Rina sudah tak tahan lagi untuk berdiam diri. Apalagi melihat calon mantu kesayangannya menangis terus. Baiklah Bu Rina mulai menyatakan dan menganggap Algis sebagai calon menantunya.     

Pak Prayitno mendesah pasrah, ingin tidak percaya namun semuanya nyata. Apa yang dikatakan Bu Rina adalah benar. Sebagai orang tua ia dan istrinya harus bisa menerima ini semua, Jika mereka bersikeras tidak bisa menerima lalu bagaimana dengan Algis putra mereka. Bukankah disini anak kesayangan mereka lah yang lebih sedih dan tidak menerima keadaannya. Algis yang juga tengah mengandung perutnya akan membesar setiap harinya, bagaimana Algis akan menjalani kehidupannya sehari-hari setelah ini. Ada yang lebih mengganjal dari tentang kehamilan Algis, sesuatu yang mengganggu pikiran Pak Prayitno.     

"Tapi tunggu dulu..." Kata Pak Prayitno dengan raut wajahnya seperti sedang berpikir keras.     

Semua mata memandang ke arah Pak Prayitno, menunggu apa yang ingin Pak Prayitno katakan setelah ini.     

"Dengan semua bukti test rumah sakit dan mendengar penjelasan Nak Panji. Baiklah Algis benar-benar hamil dan akan ada calon bayi di dalam perutnya. Tapi...." Pak Prayitno diam sejenak untuk menjeda kalimatnya.     

"Tapi...bagaimana Algis bisa hamil???????"     

Panji menelan ludah. Ia baru sadar dirinya belum menjelaskan bahwa dia dan Algis menjalin sebuah hubungan.     

"Siapa yang menghamili Algis????"     

Pertanyaan Pak Prayitno menohok Panji dan kedua orang tuanya.     

Baiklah Algis dia karuniai kelebihan. Dia seorang laki-laki tapi memiliki rahim seperti seorang wanita. Namun sama halnya dengan wanita lainnya. Algis tidak akan hamil jika tidak ada yang menghamilinya bukan. Tidak mungkin kan Algis seperti Dewi Kunti dalam cerita pewayangan yang dikaruniai mantra yang dapat digunakan untuk memanggil para dewa dan memiliki anak dari para dewa itu.     

"Pak Suryadi..." Merasa namanya disebut Pak Suryadi sedikit berjingkat kaget.     

"I-iyaa Pak..." Jawab Pak Suryadi gugup.     

"Selama ini Algis tinggal di rumah Bapak. Siapa orang yang menghamili anak saya?" tanya Pak Prayitno dengan penuh penekanan.     

"Bu-bukan saya" reflek Pak Suryadi menggoyang kan kedua tangan nya di depan dadanya.     

"Papa..." Bu Rina memukul tangan suaminya kesal.     

"Saya tau itu Pak. Tentu saja bukan Bapak" Pak Prayitno mulai frustasi.     

"Algis...." kali ini pandangan sang kepala rumah tangga itu beralih ke anak kesayangannya.     

Algis tak menjawab, pemuda manis itu hanya menundukkan kepalanya sambil menggit bibirnya.      

"Kok gak jawab Algis. Jawab Bapak siapa ayah dari janin yang kamu kandung?!"     

"Saya Pak!" Jawa Panji tegas.     

Pak Prayitno seketika itu langsung menoleh ke arah Panji.     

"Nak Panji??!" Untuk kali ini hanya Pak Prayitno yang terkejut.     

Bu Ambar tidak menunjukkan reaksi apapun. Wanita itu hanya mendesah pelan sambil memandang perihatin ke arah anaknya.     

"Kok bisa hamil sama Nak Panji?"     

"Karena Algis melakukannya dengan saya"     

"Melakukan apa??"     

"Ya melakukan hubungan suami istri Pak!. Kebetulan saja Algis punya rahim itulah kenapa Algis bisa hamil" kata Ajeng menjawab pertanyaan orang tuanya yang masih dalam kebingungan.     

Panji melirik tajam ke arah gadis bersurai panjang yang hampir saja menjadi istrinya itu. Siapa yang menyuruh gadis itu menyela pembicaraannya dengan calon Bapak Mertua. Apa dia pikir Panji tidak bisa mengatakannya sendiri.     

Ajeng tidak peduli dengan lirikan Panji.masa bodo!!. Salah siapa juga bertele-tele.     

"Maksudnya Nak Panji dan Algis....."     

"Saya mencintai Algis Pak. Sayalah Ayah dari janin yang Algis kandung. Dan saya akan bertanggung Jawab penuh atas kesalahan saya. Saya akan menjaga dan melindungi Algis selama raga saya masih bernafas" ucap Panji dengan penuh keyakinan.     

Pak Prayitno menarik nafas panjang lalu membuang nafas gusar. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Pria itu masih terkejut dan bingung. Masih belum percaya dengan semua yang terjadi hari ini. Tiba-tiba saja keluarga bos besarnya datang berkunjung ke rumahnya lalu memberitahukan jika putra tersayangnya tengah mengandung, dan yang membuatnya mengandung adalah anak dari bos besarnya itu.     

Jika Algis adalah perempuan seperti Ajeng mungkin Pak Prayitno tak terlalu tertekan dan bingung seperti ini. Masalahnya Algis anaknya adalah laki-laki dan Panji adalah laki-laki. Sejak kapan mereka menjalin sebuah hubungan hingga berujung dengan kehamilan Algis.     

"Pak Suryadi,Bu Rina. Apakah Anda berdua tahu tentang hubungan Panji dan Algis selama ini?" tanya Pak Prayitno seraya melihat ke arah Pak Suryadi beserta istrinya.     

"Mereka tidak pernah mengatakan pada saya Pak..." jawab Pak Suryadi.     

"Saya bertanya apakah Bapak dan Ibu tau?"     

Pak Suryadi diam sejenak.     

"Iya..saya tau.."     

Pak Prayitno mendesah berat.     

"Kalo Bapak dan Ibu tau lalu kenapa membiarkan hubungan mereka. Anak Bapak laki-laki begitu pula dengan anak saya. Jika hal ini terjadi pada Ajeng, saya bisa mengerti tapi ini terjadi pada Algis"     

Pak Suryadi tidak bisa menjawab. Apa yang disampaikan Pak Prayitno adalah benar. Ini semua adalah kesalahannya sebagai orang tua. Ia dengan sengaja membiarkan Panji dan Algis menjalin sebuah hubungan. Bukannya menjauhkan mereka ia justru memberi peluang mereka berdua untuk semakin dalam menjalin hubungan. Pria paruh baya itu mengerti dengan kekecewaan Pak Prayitno.     

"Maafkan saya Pak. Ini salah saya. Saya tidak bisa menjaga Algis dengan baik" kata Pak Suryadi dengan wajah bersalah.     

"Bapak. Ini bukan salah orang tua Mas Panji. Ini semua murni kesalahan Algis Pak. Algis sangat mencintai Mas Panji.." kata Algis dengan pelan     

"Kita saling mencintai Algis" ralat Panji.     

"Jadi selama ini Nak Panji menahan Algis itu karena hubungan kalian ini?"     

"Ya Pak. Karena saya ingin selalu berada dekat dengan Algis. Saya sangat mencintai Algis. Saya tidak bisa jika harus jauh dari Algis"     

"Tapi Algis laki-laki Nak Panji. Hubungan laki-laki dengan laki-laki itu tidak mungkin!"     

"Kenapa tidak mungkin Pak. Saya tulus mencintai Algis bukan dilihat dari jenis kelaminnya. Saya mencintai kepribadian Algis. Saya tidak peduli Algis perempuan atau laki-laki!.     

"Tapi saya peduli Nak Panji!!" Sahut Pak Prayitno cepat.     

Panji terdiam. Bibirnya terkatup rapat.     

"Pak...sabar..." Bu Ambar menenangkan suaminya.     

"Bu..Algis berhubungan dengan laki-laki, Algis hamil. Bagaimana Algis mau menjalani hidupnya setelah ini"     

"Tapi Panji adalah pilihan Algis Pak!"     

"Maksud Ibu apa??! Ibu akan membiarkan anak kita jadi cemoohan orang?!!"     

"Untuk itulah Pak. Kita harus berada disisi Algis untuk melindungi dia Pak"     

Pak Prayitno bengong, memandang tak percaya ke arah istrinya.     

"Ibu setuju dengan hubungan mereka??"     

"Asal Algis bahagia Pak"     

"Ini gak benar Bu. Sebagai orang tua kita harus menunjukan hal yang benar dan yang salah pada anak"     

"Tapi Algis sudah terlanjur hamil. Apa yang akan kita lakukan kalo tidak merestui mereka"     

Pak Prayitno kembali mendesah frustasi.     

"Kita hentikan pembicaraan ini sampai di sini dulu. Saya butuh waktu untuk memikirkan semua ini" kata Pak Prayitno akhirnya.      

"Saya permisi dulu Pak Suryadi...Bu Rina.."     

Pamit Pak Prayitno dengan wajah kecewa.     

Tak ada yang menghentikan langkah pria paruh baya itu untuk meninggalkan ruang tamu. Meninggalkan semua orang yang duduk diam termangu.     

"Maafkan sikap suami saya Pak." ucap Bu Ambar pada Pak Suryadi.     

"Tidak apa-apa Bu. Jika saya diposisi Pak Prayitno, saya mungkin malah sudah menghajar Panji" jawab Pak Suryadi sembari melirik ke arah Panji.     

"Kalo begitu kami juga permisi dulu, maaf karna sudah membuat keluarga Ibu jadi seperti ini"     

"Tidak Pak. Jangan merasa bersalah begitu. Algis sudah dewasa dan semua terjadi atas kemauannya" ucap Bu Ambar sambil mengulas senyum ramah.     

"Papa..Algis ikut kita pulang kan??"     

Yang ditanya hanya terdiam. Bingung juga setelah masalah menjadi seperti ini, apakah Pak Prayitno akan mengijinkan Algis untuk tinggal di rumah mereka lagi.     

"Mas Panji pulang tanpa Algis ya...Algis mau di sini dulu"      

"Tapi Gis..." Panji keberatan dengan keputusan Algis.     

"Beri waktu Algis untuk bicara sama Bapak Mas.."     

Dengan berat hati Panji menganggukkan kepalanya.     

"Bu Ambar... Saya titip Algis dan calon cucu saya ya" kata Bu Rina sambil mendekati Bu Ambar.     

"Mama.. Bu Ambar itu Ibunya Algis. Kok jadi Mama yang titip Algis sih.." Pak Suryadi mulai pusing dengan tingkah istrinya yang terkandang kekanak-kanakan.     

" Iyaaa Bu.. Saya pasti akan menjaga Algis dan cucu kita" kata Bu Ambar dengan senyum di bibirnya.     

Bu Rina berbinar bahagia ketika Bu Ambar menyebut kata cucu kita. Itu artinya Bu Ambar benar-benar bisa menerima kehamilan Algis.     

"Sayang...Mama pulang dulu ya. Inget kata dokter makan makanan yang sehat, gak boleh stres gak boleh capek. O`ke!"     

Algis mengangguk sambil mengulas senyum.     

"Besok aku kesini" kata Panji dengan wajah sedih.     

"Besok Mas kerja"     

"Aku bisa libur lagi"     

"Gak boleh gitu"     

"Jaga diri baik baik ya...." Panji mendaratkan kecupan ringan dikening Algis.     

Dia bahkan lupa jika masih ada Bu Ambar dan Ajeng di sekitar mereka.     

Bersambung....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.