My wife is a boy

Meyakinkan Bapak



Meyakinkan Bapak

0Algis melangkahkan kakinya memasuki kamar miliknya yang sudah lama ia tinggalkan. Pemuda manis itu duduk di atas kasur single bed miliknya. Tangannya yang mungil membelai pelan seprai berwarna biru muda yang terlihat cerah. Meskipun lama tidak ia tempati kamar ini masih terlihat rapi. Itu Pasti karena ibu yang selalu datang ke kamar ini dan membersihkannya setiap hari.     
0

Ibunya akan selalu begitu, sangat peduli dan menyayangi anak-anaknya. Tapi apa yang didapati oleh ibu yang penuh kasih sayang itu. Justru kekecewaan. Ya.. Ibu pasti kecewa. Ia pasti terluka karna dirinya. Algis mendesah pelan.     

"Krekkkkk...." Suara pintu di dorong dari luar.     

Nampak sosok Bu Ambar dari balik pintu. Algis tersenyum ketika melihat kedatangan ibunya.     

"Kamar Algis gak berubah.." ucap Algis saat Bu Ambar ikut duduk dipinggir tempat tidur.     

"Gak ada yang nempatin. Hanya Bapak sesekali tidur sini kalo lagi kangen sama kamu"     

Algis terpaku diam. Ada rasa bersalah menelusup hatinya.     

"Maafin Algis ya Bu.."     

"Maaf karena apa??"     

"Udah kecewakan Bapak dan Ibu"     

Bu Ambar tersenyum, membelai surai hitam anak kesayangannya.     

"Ibu gak pernah merasa kamu kecewakan Algis,Ibu selalu bangga sama anak manis ibu ini"     

Algis memeluk pinggang Ibunya. Pemuda manis itu bergelayut manja. Sudah lama rasanya ia tidak memeluk ibunya seperti ini.     

"Gimana calon cucu Ibu..apa sehat?"     

"Baru satu bulan Bu. Algis sering mual-mual"     

"Wajar...nanti kalo sudah masuk usia empat bulan akan hilang mual-mualnya"     

"Bu...." panggil Algis lirih     

"Hmmmm....."     

"Apa Ibu benar-benar gak marah sama Algis?"     

"Untuk apa marah?"     

"Algis mencintai Mas Panji... Karena Algis kak Ajeng gak jadi menikah sama Mas Panji"     

"Kok kamu ada pikiran begitu. Ajeng tidak jadi menikah dengan Panji itu bukan karena kamu, itu karena mereka tidak saling mencintai satu sama lain. Itu kenapa mereka memutuskan untuk batal menikah"     

"Tapi tetap saja Bu. Algis pasti buat malu Ibu"     

"Kenapa ibu malu? Anak Ibu gak berbuat hal kriminal. Kamu jangan mikirin yang aneh-aneh. Kamu harus bahagia terus biar yang di dalam perut tumbuh sehat"     

"Kalo ada apa-apa sama kamu, Ibu Rina akan menuntut ibu"     

Algis tertawa kecil. Sikap Bu Rina yang sudah dianggapnya seperti Mamanya sendiri itu terkadang mirip Panji. Berlebihan dan over protective kalo sudah menyangkut tentang dirinya.     

"Ibu seneng banget kedua orang tua Panji sayang banget sama kamu Gis"     

"Iya Bu. Algis sudah dianggap kayak anak sendiri sama mereka. Mama Papa sayang banget sama Algis"     

"Kelihatan kok Nak. Apa lagi Panji. Kata Bapakmu kalo dikantor Panji itu galak, tegas dan gak banyak omong tapi kalo sama kamu sayang banget ya"     

Algis tersenyum menanggapi omongan Ibunya.     

"Kalo laki-laki, cucu Ibu pasti ganteng kayak Papanya"     

"Papa yang mana?"      

"Ya Panji lah. Kok Papa yang mana?"     

"Trus ibu mau sebut Algis ini ibunya"     

Algis menjauhkan tubuhnya dari Bu Ambar. Ia mencebikkan bibirnya tanda tak suka.     

"Ehh!. Papanya dua ya.... Hehhehe"     

" Biar gimana pun Algis laki-laki Bu. Algis gak mau diperlakukan kayak perempuan"     

Algis cemberut imut.     

"Iyaaa...iyaaa.... Algis Papanya juga"     

Algis kembali memeluk pinggang Ibunya.     

"Kak Ajeng kemana Bu..."     

"Dia udah pergi. Tadi dia bilang ada pemotretan mendadak"     

"Kak Ajeng ngejar karir banget"     

"Biarkan. Kalian punya kebahagian masing-masing. Kalo Ajeng bahagia dengan karirnya Ibu juga bahagia. Begitu juga dengan kamu. Jika kamu bahagia sama Panji Ibu juga bahagia"     

Algis semakin mengeratkan pelukannya pada sang Ibu. Tanpa mereka berdua sadari ada seseorang di luar pintu yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka berdua.     

Dari balik pintu ruang tamu datang Ajeng. Gadis itu baru pulang dari pemotretan hingga hampir jam makan malam. Di kedua tangannya penuh dengan beberapa paper bag, di satu tangannya membawa paper bag yang isinya pakaian baru miliknya sedangkan tangan yang lainnya membawa satu bingkisan plastik berisi makanan pesanan Algis. Sebelum Ajeng pulang, Algis menelpon dirinya dan merengek minta dibelikan beberapa jenis makanan. Dan hal itu membuat Ajeng harus mengantri lama karena makanan yang diminta Algis tidak mudah didapatkan.     

"Gis!! Ini pesanan kamu..." teriak Ajeng memanggil Algis.     

Selang berapa detik Algis keluar dari kamarnya di lantai dua, dan langsung menghampiri Ajeng.     

"Algis... hati-hati kalo turun. Nanti kamu jatuh" kata Bu Ambar mengingatkan.     

Bu Ambar sedang sibuk menata hidangan makan malam di atas meja makan.     

"Dapat gak kak???"     

"Nih rujak cingur, es krim, kentang goreng. Aku sampek antri lama buat tu rujak"     

Ajeng mengulurkan tiga bungkus plastik ke arah adik satu-satunya.     

Algis menerima bungkusan itu dengan mata berbinar. Dan segera ia menuju kulkas untuk menyimpan es krim yang di belikan kakaknya. Kalo di rumah Panji dia tidak akan bisa makan sembarangan, apalagi sejak dia hamil Panji dan Mama selalu mengawasi apa saja yang ia makan.     

"Bu...kayaknya Algis jangan lama-lama di rumah" kata Ajeng sambil duduk di kursi ruang makan.     

tangannya menuangkan air minum dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas.     

"Kenapa gak boleh lama-lama?" tanya Bu Ambar.      

"Repotin Bu. Ini baru sehari udah ngerjain Ajeng, apalagi sampai besok-besok. Entah minta apa lagi dia"     

"Trus Algis harus kemana?" tanya Algis sambil membuka bungkusan rujak cingur yang dari tadi sore inginkan.     

"Sana....pulang ke rumah suamimu"     

"Ajeng! Gak boleh ngusir adikmu begitu"     

"Habis Panji yang bikin dia hamil, Ajeng yang kesusahan Bu"     

"Baru juga sekali dimintain tolong kak"     

"Karena kamu baru sehari disini"     

Bu Ambar hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ajeng yang selalu harus menang jika berdebat dengan adiknya.     

Perdebatan singkat itu mendadak berhenti ketika Pak Prayitno datang ke meja makan. Pria itu duduk di kursi yang biasa ia duduki sambil mengambil piring yang sudah disiapkan di atas meja.     

"Bapak mau ini...." dengan ragu-ragu Algis menawarkan rujak cingur yang belum ia makan.     

"Buat kamu saja. Kalo Bapak makan nanti cucu Bapak ileran" jawab Pak Prayitno sambil menuangkan nasi ke atas piringnya.     

Mendengar itu Algis tersenyum bahagia campur haru. Dengan Bapaknya menjawab seperti itu artinya Bapaknya kemungkinan sudah tidak marah lagi.     

"Bisa bagi dua kok Pak. Algis juga gak akan habis ini"     

Algis menarik kursinya untuk lebih dekat dengan Pak Prayitno. Lalu menuangkan sebagian rujak itu di piring yang kosong.     

"Bapak makan ya.." lalu Algis menyuapkan satu sendok rujak cingur itu ke mulutnya sendiri.     

"Setelah makan kamu telpon Nak Panji. Bilang kamu hanya beberapa hari saja disini. Kalo tidak begitu besok orang satu kantor bisa jadi korbannya"     

Algis terpaku diam. Mulut mungilnya yang masih mengunyah rujak melongo.     

"Bapak udah gak marah lagi?" Tanya Algis ragu.     

"Kapan Bapak marah sama kamu Algis.. Bapak hanya belum bisa percaya kalo kamu dan Nak Panji bisa saling jatuh cinta. Apalagi kamu sampai hamil"     

"Maafkan Algis Pak"     

"Sudah jangan meminta maaf terus. Benar apa yang dikatakan Ibumu. Kamu dan Panji sudah dewasa, kalian pasti sudah memikirkan kesulitan apa yang akan kalian hadapi kedepannya nanti. Bapak hanya gak mau kamu terluka nantinya Algis.."     

Algis meraih tangan Pak Prayitno lalu menggegam jemari pria yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga saat ini.     

"Sesulit apapun nanti hidup Algis, Algis akan bisa melaluinya. Karena disisi Algis ada Mas Panji. Bapak percaya sama Algis dan Mas Panji kami akan bahagia Pak.."     

"Anak Bapak sudah dewasa sekarang..." Pak Prayitno mengusap kepala Algis dengan sayang.     

"Udah dewasa lah. Kan udah bisa bikin dedek bayik" celetuk Ajeng.     

"Kak Ajeng..." Algis mencebikkan bibir kesal     

"Sudah... Buruan makan Gis. Ajeng berhenti gangguin adekmu" kata Bu Ambar memperingatkan anak perempuannya.     

Keluarga itu pun memulai acara makan malam mereka dengan damai diselingi obrolan ringan antara mereka.     

Bu Ambar tersenyum bahagia. Ia tahu suaminya tidak akan betah berlama-lama berdiam diri karena pada dasarnya sifat suaminya tak jauh beda dengan Algis. Pemaaf dan rela mengorbankan perasaannya sendiri asal melihat orang yang disayanginya bahagia. Terlebih lagi Bu Ambar juga tau suaminya sangat menyayangi Algis. Dia tidak akan tega menjadi penghalang antara Panji dan Algis. Kebahagian anak-anaknya adalah yang utama.     

xxxx     

Masih di waktu yang sama namun ditempat yang berbeda. Tiga orang duduk bersama di ruang makan. Di atas meja sudah tersaji lengkap macam-macam hidangan makan malam. Namun hanya satu orang yang terlihat menyantap makanannya. Sedangkan kedua orang lainnya sedang bermuram durja. Tak lain adalah Panji dan Bu Rina. Kedua orang itu sama sekali tidak terlihat menyentuh makanannya.     

Mereka berdua hanya duduk diam termangu, tidak mempunyai selera makan. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka. Pak Suryadi tak mau ambil pusing dengan sikap keduanya, pria itu tetap menikmati makan malamnya. Biarkan saja ibu dan anak itu meratapi kesedihan mereka. Makan lebih enak daripada harus meratapi keadaan yang sebenarnya bisa disikapi dengan dewasa. Tapi tidak dengan anak dan ibu itu. Mereka berdua seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya.     

"Pa... Mama udah kangen sama Algis Pa.." rengek Bu Rina untuk yang kesekian kali.     

Sang suami tak menyahut, masih asik menyuapkan tumis udang ke mulutnya.     

"Papa..." teriak Bu Rina yang merasa diabaikan.     

"Apa sih Ma..."     

"Papa kok diam aja sih.. Cari cara dong, biar Algis pulang ke rumah kita lagi"     

"Algis itu pulang ke rumah orang tuanya,kita gak bisa bawa Algis tanpa izin orang tuanya Ma..."     

"Algis udah makan belum ya... Kalo dia makan sembarangan gimana Pa.."     

"Astaga Mama... Bu Ambar itu sudah pengalaman dua anak. Gak usah khawatir masalah itu, sekarang mendingan Mama makan. Perut laper bikin ngelantur Ma.."     

Bu Rina cemberut tak Puas dengan jawaban suaminya.     

Sama seperti Bu Rina, sebenarnya Panji juga merasa gelisah tak tenang. Baru sehari tidak melihat Algis rumahnya terasa hampa dan sepi. Dia RINDU. sangat RINDU. Namun Panji tak seperti Bu Rina. Ia lebih memilih diam sambil berpikir mencari cara bagaimana agar Algis bisa ia bawa kembali ke rumahnya.     

Panji merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya yang nyaman dan besar.Kamarnya mendadak jadi terasa sepi.Malam ini dia akan tidur sendirian,tidak ada kekasihnya yang manis itu disisinya.Terasa hampa,sunyi tidak ada seseorang yang bisa ia peluk.Tidak ada sesorang yang bergelayut manja.Ini baru sehari berpisah dengan Algis rasanya sudah merana merindu apa lagi kalo harus berpisah lebih dari sehari.Tak sangggup.Panji tak akan sanggup.     

Ia terus berpikir mencari cara untuk meluluhkan Kan hati orang tua Algis.Harus segera menjemput kekasih tercintanya itu.Tidur tanpa Algis disisinya itu serasa raga tanpa nyawa.     

Ditengah-tengah kegelisahan hatinya,Panji di kejutkankan panggilan Vidio di ponselnya yang menampilkan nama Algis di layar ponsel.Dengan cepat Panji menekan jawab panggilan.     

Layar ponsel Panji menampilkan wajah manis Algis dengan senyuman bahagia menghias bibirnya yang ranum.     

"Mas Panji..." sapa Algis terlihat ceria di layar ponsel Panji.     

"Kapan pulang???" tanya Panji langsung tanpa basa basi.     

Algis terkekeh geli.     

"Pulang kemana Mas... Algis kan lagi di rumah Bapak dan ibu"     

"Ke rumah kita"     

"Itu rumah Mama dan Papa kan..."     

"Kalo begitu besok aku akan beli rumah buat kita"     

Algis makin terkekeh.Orang kaya raya mudah sekali bicara .Beli rumah seakan seperti mau beli kerupuk saja.     

"Kamu bahagia banget jauh dari ku"     

"Apa Mas sedih???"     

"Aku kangen Algis..."     

"Algis hanya beberapa hari disini Mas,Bapak dan Ibu masih kangen"     

Mendengar kata Bapak,Panji terdiam. Wajahnya berubah muram. Melihat perubahan Wajah Panji,Algis mengulas senyum ia tahu Panji pasti memikirkan sikap orang tua nya saat mendengar hubungan mereka berdua.     

"Mas....jangan sedih gitu muka nya,nanti anak kita ikut sedih loh..."     

Panji seketika tersenyum mendengar kata anak.     

"Jemput Algis besok lusa Mas..."     

"Jangan lusa,besok aja"     

"Lusa Mas..."     

"Gak bisa!! besok aku jemput"     

"Izin sama Bapak kalo gitu"     

" Pasti"     

Panji ingin bertanya bagaimana dengan sikap Pak Prayitno tapi ia urungkan niatnya.Rasanya tidak pantas membahas orang tua Algis lewat telepon.     

Jika di kantor Pak Prayitno memang bawahannya,sikap nya selalu patuh pada Panji dan pekerjaan nya selalu baik.Tapi jika di rumah Pak Prayitno adalah orang tua Algis yang harus ia hormati dan harus bisa mengembil hatinya.Supaya bisa menyerahkan Algis untuk hidup bersamanya.     

"Mas udah makan??"     

"Sudah...." jawab Panji berdusta.Dia bahakan tak menyentuh sedikitpun makan malamnya.     

"Kalo gitu...istirahat sekarang,jangan keluar malam ya Mas..."     

"Udah dulu ya Mas..."     

"Gis..."     

"Iya Mas..."     

"Mimpi indah...."     

Algis tersenyum.     

"Mas juga.. mimpi indah.."     

Kata Algis sebelum dia mengakhiri sambungan vidiocall nya.     

Dan ternyata Panji tidak lah bermimpi indah. jangankan mimpi indah dia baru bisa tertidur jam tiga dini hari.     

Bersambung..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.