My wife is a boy

Bastian cemburu



Bastian cemburu

0Hembusan semilir angin pagi hari menerpa gorden kamar. Jendela balkon masih dalam keadaan terbuka lebar dan kelopak-kelopak bunga mawar sisa semalam masih bertaburan di setiap susut kamar namun sebagian telah terbang terbawa oleh angin. Nyala api lilin-lilin hias telah padam sejak dari semalam. Dua tubuh polos tanpa sehelai benang masih saling berpelukan meringkuk dalam hangat selimut tebal.     
0

Kilau sinar matahari yang masuk melalui jendela balkon terasa hangat menyapa wajah lelah pemuda ramping berparas manis itu. Algis mulai menggeliatkan tubuhnya, perlahan mata bulatnya mulai terbuka menangkap pemandangan kamar yang brantakan akibat malam panas yang ia lalui bersama pria tampan tercintanya yang sekarang ini sedang memeluk erat tubuh rampingnya.     

Algis memandangi wajah tenang Panji yang masih terlelap tidur. Pemuda manis itu tersenyum, ia membelai lembut pipi Panji. Jarinya menyentuh garis wajah menawan itu, Algis berdecak kagum pada pria pemilik hidung mancung itu. Semua ini baginya seperti mimpi. Ia sama sekali tidak menyangka jika hatinya akan berlabuh bukan pada seorang gadis, melainkan pada Panji,seorang pria gagah.Laki-laki sama seperti dirinya.Algis tidak tau bagaimana setelah ini hidupnya,akan menjadi seperti apa dan mau dibawa kemana arah hubungan ini nantinya.     

Yang ia tau saat ini ia ingin selalu bersama pria ini. Tidak peduli apa yang akan terjadi kedepannya nanti, ia akan melukis hari-harinya dengan kebersamaan mereka berdua sebisa mungkin selagi waktu masih mempersatukan mereka.     

Dengan hati-hati Algis bergerak, melepas pelukan tangan kekar  dan protektif Panji dari tubuhnya. Matanya mengedar ke sekeliling ranjang mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menutupi tubuh polosnya. Algis meraih kemeja putihnya, setelah memakai kembali baju semalam pemuda manis itu bergerak hendak turun dari atas tempat tidur.     

Tapi ia meringis kesakitan, ada rasa nyeri menjalar dari bagian tubuh bawah pinggulnya. Ia sudah mengerti hal ini akan terjadi setelah mereka melewati malam panas penuh gairah. Apalagi Pria yang sedang mendengkur halus itu seperti tidak ingin berhenti jika dirinya tidak mengatakan ia kelelahan.     

Algis mencoba menjejakkan kaki jenjangnya di atas lantai lalu bangkit berdiri, namun kakinya seakan menyerah gemetaran dan ia ambruk tersungkur di lantai saat ia akan melangkahkan kakinya.     

"Brukkk"     

"Auuuuuhhhh...sakitttt" rintih Algis sambil meraba bagian belakangnya.     

"Gis...." Panji terbangun, pria itu terkejut saat melihat Algis jatuh berlutut di lantai.     

"Kamu ngapain sih.." Panji merangkak dari atas kasur untuk mendekati Algis.     

"Mas...ihhh tutupin"     

Panji berhenti merangkak.     

"Apanya yang di tutupin??"     

"Itu..." Algis menunjuk tubuh Panji yang masih polos.     

Panji mendesah, lalu meraih selimut dan melilitkan asal ke pinggangnya. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan menghampiri si manis. Lalu mengangkat tubuh ramping itu kembali ke atas tempat tidur.     

"Bukannya semalam udah liat semuanya ya, lalu kenapa mesti ditutupin lagi" kata Panji sembari membaringkan tubuh mungil kekasihnya.     

"Algis malu liatnya Mas.."     

"Semalam gak malu tuh.."     

"Kalo semalam kan beda Mas, Algis gak sadar"     

"Loh.. hahhaha" Panji tergelak     

"Gak sadar gimana, mendesah keenakan kok gak sadar"      

"Mas Panji stoppp..." Algis tersipu malu saat Panji mengungkit kegiatan panas mereka semalam.     

"Kan aku bener, bedanya lihat semalam sama sekarang itu apa?"     

"Ya beda aja Mas, semalam kan...ahhh kok gak paham sih Mas"     

Algis bingung mencari kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang ia rasakan. Semalam dia benar tidak sadar, bukan berarti dirinya pingsan. Melainkan ia sedang dimabuk gairah jadi entah pergi kemana rasa malu itu.     

Panji tersenyum geli melihat reaksi menggemaskan kekasihnya itu. Pria itu memang senang menggoda Algis, wajah Algis itu sangat menggemaskan jika tersipu malu. Itulah kenapa Panji senang menggodanya. Sekalipun Panji mengerti apa yang dimaksud kan Algis tetap saja dia akan pura-pura bodoh tidak mengerti. Demi bisa melihat rona merah di pipi Algis.     

"Kamu tadi mau ngapain, kenapa bisa jatuh di lantai?" tanya Panji sembari mengecupi mata hidung bibir Algis dengan cepat dan gemas.     

"Mau mandi Mas, badan Algis lengket.Tapi..."     

"Gak bisa jalan ya.." sahut Panji sambil senyum-senyum menggoda.     

"Heummm" Algis menganggukan kepala.     

"Maaf ya, gak sadar aku" Panji menarik bahu Algis membawa dalam pelukan.     

"Nah gak sadar seperti itu yang Algis maksud tadi Mas.."     

"Iya..iya..hehehhe"      

Panji mengangkat tubuh Algis dengan gendongan bridal nya. Lalu berjalan kearah kamar mandi.     

"Aku mandiin ya.."     

"Gak mau"     

"Harus mau!"     

"Gak mau Mas.."     

"Gak ada penolakan Gis, titik!!!"     

"Mas....."     

Panji tak menghiraukan rengekan Algis. Ia tetap membawa tubuh mungil itu ke kamar mandi. Algis tidak bisa menolak lagi, meski sebenarnya dia malu. Dia belum terbiasa tanpa pakaian di hadapan Panji. Namun mau bagaimana lagi, menolak pun percuma. Dan berdua dibawah guyuran air shower itu ternyata tidaklah buruk.     

Maura dan Bastian berjalan beriringan. Kelas mereka baru saja selesai. Sejak Algis mengambil cuti panjang, kemana-mana Maura hanya berdua dengan Bastian. Biasanya bertiga dengan Algis, tapi pemuda manis itu entah sudah berapa lama tidak masuk kuliah. Sejak kecelakaan hari itu kehidupan Algis berubah total. Dia tidak masuk kuliah dan juga tidak tinggal dengan kedua orangtuanya, kemana-mana harus di antar oleh sopir pribadi. Dan semua itu peraturan yang dibuat oleh seorang pria bernama Panji.     

Jika dipikirkan lagi hal itu membuat Maura dan Bastian merasa sebal pada Panji, karna menurut mereka Panji itu sangat  posesif suka mengatur Algis dan mengekang Algis. Membuat mereka tidak bisa bertemu Algis setiap hari. Tapi mereka bisa apa jika orang yang diperlakukan seperti tawanan itu menikmati saja kehidupannya. Justru ia terlihat lebih bahagia sekarang.     

"Ra Lo gak main ke rumah cowok brengsek itu lagi?" tanya Bastian di sela-sela langkah mereka menuju parkiran kampus.     

"Cowok brengsek siapa?"     

"Panji"     

"Ohhhh...Gak lah, Algis aja gak ngundang Gue ngapain juga Gue kesana. Ntar di kira orang minta-minta Gue"     

"Algis baik-baik saja kan Ra. Kalo Gue chat dia selalu bilangnya sih baik-baik aja, tapi aslinya mana kita tau kan"     

"Dah deh, gak usah khawatir Lo Bas. Algis udah dewasa dia tau kok mana yang baik buat dia dan mana yang gak. Dia sekarang udah bahagia, Lo tau itu kan"     

"Awas aja kalo tu cowok brengsek nyakitin Algis"     

"Gue yakin Mas Panji gak akan nyakitin Algis Bas, Lo percaya aja sama pilihan Algis"     

"Dari pada mikirin Algis yang udah ada pawangnya mending Lo liat tuh, laki Lo lagi ngobrol sama cewek"     

Maura menunjuk ke arah Radit yang sedang berdiri di samping mobilnya sedang mengobrol santai dengan seorang gadis cantik.     

"Lha kan itu Vanya, kok dia kenal laki Lo sih"     

"Mana Gue tau, dia kan cowok brengsek sama kayak temennya, jadi wajar kalo dia kenal banyak cewek" jawab Bastian ketus.     

Maura mengulum senyum melihat tingkah sahabatnya itu. Biasanya Bastian akan teriak kesetanan tidak terima jika Maura menggunakan kata ganti "laki Lo" untuk menyebut nama Radit.     

"Udah sana samperin Bass kok keliatannya akrab gitu sih, mana pegang-pegang tangan laki Lo lagi"     

Bastian menatap tajam ke arah dua orang yang terlihat akrab itu, mereka tertawa entah apa yang lucu hingga membuat kedua orang itu tertawa bahagia. Mata Bastian kian menajamkan saat melihat Radit yang sedang membelai rambut panjang Vanya yang merupakan salah satu gadis paling cantik di kampus dan juga putri tunggal dari Rektor kampus.      

"Udah ga usah berlagak malu buruan sana samperin,laki Lo kan spesial datang buat jemput Elo. Jagan sampek Lo berakhir ngenes naik ojek"     

"Brisik Lo.." kesal Bastian sambil melangkah mendekati Radit dan Vanya.     

Maura terkekeh geli.     

"Haaah....sekarang tinggal Gue doang yang jomblo" desah Maura sambil melangkah ke parkiran.     

Bastian berjalan menghampiri kedua orang yang entah bagaimana ceritanya bisa saling kenal, ini pertama kalinya Bastian melihat mereka berdua bertemu di kampus. Atau mungkin saja diluar kampus mereka sudah saling kenal, hanya saja dirinya yang tidak tau. Dasar cabul! Umpatnya dalam hati. Tidak tau pasti kenapa ia merasa kesal melihat mereka tertawa dan terlihat sangat akrab, apa karna ia mengagumi gadis cantik itu. Ya..pria normal mana yang tidak kagum jika melihat kecantikan Vanya.     

"Hai Bas.." sapa Vanya ketika dua bola mata beningnya menangkap sosok Bastian berjalan mendekat ke arahnya.     

"Hai Van.." balas Bastian, dengan setengah tersenyum. Matanya melirik ke arah Radit.     

"Kalian kenal?" tanya Radit.     

"Kenapa? emang Lo aja yang bisa kenal Vanya. Gue kan satu kampus sama dia, apanya yang aneh?!" sahut Bastian ketus.     

"Loh..kalian juga udah kenal ya" kini Vanya yang dibuat heran.     

"Hehhehe... iya, kenal deket banget malah" jawab Radit sesukanya. Vanya mengernyitkan kening mendengar jawaban Radit.     

"Terpaksa kenal Van lebih tepatnya.." kata Bastain menimpali.     

"Kapan balik dari Singapura Van?"     

"Baru dua hari yang lalu dan baru bisa masuk kampus hari ini. Oh ya gimana keadaan Algis dia udah sehat kan, Gue nyesel banget belum bisa jenguk dia"     

"Udah sehat sih harusnya, cuma ada bu..a..ya.. yang bikin dia gak bisa masuk kuliah sampek sekarang" Bastian memberi penekanan pada kata buaya, sambil matanya melirik tajam ke arah Radit.     

"Hehhee..buaya apa sih?" tanya Vanya bingung sambil melihat ke arah dua pria didepannya secara bergantian.     

"Bukan apa-apa, dah lupain aja. Sekarang Lo mau kemana Van?"      

"Gue..mau ikut pulang Radit nih" jawab Vanya cepat.     

"Udah lama kan kamu gak masakin kesukaanku" Vanya tanpa ragu meraih lengan Radit dan bergelayut manja.     

"Tapi di apartement lagi gak ada bahan makanan Van..." Kata Radit, tanpa ada niatan melepas tangan Vanya yang melingkar pada lengannya.     

"Kita belanja dulu"     

"Tapi aku ke sini mau jemput Bastian"     

Bastian mendelik ke arah Radit. Tidak perlu juga kan mengatakan hal itu pada Vanya, rasanya Bastian ingin menghajar pria di depannya itu.     

"Wahh...sedekat itukah kalian berdua, kamu bahkan gak pernah jemput aku di kampus"     

"Jangan dengerin omongan dia Van, kami gak sedekat itu kok" sahut Bastian.     

"Kalo gitu Lo ikut kita aja Bas"     

"Ahh gak usah kalian pergi aja, lagian udah sore. Gue udah pesen ojek kok"     

"Ehh gak apa-apa, ikut aja. Lo dah tau belum Radit jago masak loh.."     

"Ayokk ahh jalan, kita cari bahan makanan di super market deket apartement kamu aja ya Dit" lanjut Vanya bersemangat.     

Gadis itu mendorong tubuh Radit untuk segera masuk ke dalam mobil.Lalu di susul dirinya dan gadis itu langsung duduk di kursi depan. Sedangkan Bastian mau tak mau sendirian duduk di kursi belakang. Dari pada dia berakhir naik ojek seperti yang Maura katakan tadi lebih baik dia ikut serta.     

Agar bisa tau ada hubungan apa antara Radit dan Vanya. Kenapa mereka bisa sedekat itu. Dan sejak kapan pula mereka kenal. Bastian jadi kesal banyak pertanyaan menumpuk di kepalanya. Membuatnya jadi merasa semakin kesal. Bukankah Radit datang ke kampusnya memang untuk menjemput dirinya seperti hari-hari sebelumnya. Lalu kenapa sekarang berakhir seakan dia orang ketiga yang sedang mengganggu sepasang kekasih.     

Menurut Bastian pertanyaan Vanya beberapa menit yang lalu sangat menggelikan, bagaimana mungkin dia tidak tau jika Radit pandai memasak. Apa ia perlu memberi tahu Vanya, dia juga tau tentang itu. Bahkan beberapa hari ini Radit membuat perutnya mulai buncit karna selalu membuatkan makanan kesukaannya. Vanya juga tidak tau kan jika dirinya beberapa kali menginap di apartement Radit. Tidur di ranjangnya, berteriak, dan berbuat apa saja sesuka hatinya. Jadi siapa di sini yang lebih dekat dan  lebih tau Radit. Tanpa Bastian sadari, pemuda yang suka mengikat rambutnya asal itu terus membandingkan dirinya dengan Vanya. Gadis cantik yang dulu pernah ia kagumi kecantikannya.     

Radit berjalan sambil mendorong troly di sisi Vanya, mengikuti langkah gadis itu yang sedang sibuk memilih bahan makanan yang ia di butuhkan ke dalam keranjang belanja. Sesekali Vanya menoleh ke arah Radit dan berbicara dengan Radit entah apa yang gadis itu tanyakan. Yang jelas Bastian sekarang kesal setengah mati. Rasanya dia ingin merobohkan semua rak supermarket yang dilewati Radit dan Vanya.     

Keputusannya untuk ikut dengan mereka ternyata salah besar. Jika ia tau akan berakhir seperti ini lebih baik ia pulang naik ojek saja. Di dadanya mulai muncul rasa panas ingin marah dan ingin menghajar Radit. Hanya karna seorang gadis bagaimana mungkin pria itu bisa mengabaikannya. Apa Radit lupa akan tujuan utamanya datang ke kampusnya untuk apa. Radit bahkan tidak menoleh ke belakang untuk sekedar melihatnya dan berbicara dengannya,juga selama didalam mobil pun Radit juga tidak mengajaknya berbicara. Radit hanya fokus pada Vanya Vanya dan hanya Vanya. Bastian tidak suka!!!.     

Dan semuanya itu belum berakhir, kesabaran Bastian kembali di uji. Ketika mereka sampai di apartemen, kedua orang itu kembali sibuk dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan dirinya. Pemuda itu hanya duduk berdiam diri di sofa seperti orang asing.     

Vanya ikut sibuk membantu Radit di dapur menyiapkan makan malam seperti yang mereka rencanakan. Tidak membantu dalam artian  sebenarnya. Gadis itu lebih terlihat sedang mengganggu dan menggoda Radit. Mirip seorang istri yang sedang menunggui suaminya memasak. Jika mereka berdua mirip pasangan pasutri lalu bagaimana dengan Bastian. Ahh dia seperti seorang anak yang menunggu orangtuanya memanggilnya untuk duduk di meja makan.     

Radit, Vanya dan Bastian duduk bertiga di ruang makan yang juga sekaligus merangkap dengan dapur. Mereka menikmati makan malam bersama, Vanya masih sangat bersemangat. Ia tidak berhenti bercerita, gadis itu terus fokus pada Radit seakan tidak ada orang lain di meja makan itu selain mereka berdua. Lama-lama Bastian tidak tahan dia ingin segera pulang meninggalkan mereka berdua. Harusnya ia tidak ada di tempat ini.     

"Makan ini, kamu suka ini kan" Vanya menambah dua sendok tumis cumi ke piring Radit.     

"Aku udah kenyang Van" jawab Radit dengan nada lembut.     

Bastian berusaha menulikan telinganya. Ia pura-pura tidak mendengar. Dua orang itu pasti sangat dekat, baru kali ini Bastian mendengar Radit menggunakan kata aku kamu pada seseorang, dan itu hanya pada Vanya.     

"Baby..Lo gak makan?"     

Mendengar itu Bastian menghentikan gerakan mengaduk aduk makanan di atas piringnya.     

"Baby?????" Ulang Vanya, gadis itu bingung seketika.     

"Kamu manggil Bastian apa tadi??"     

"Baby.."     

"Apa maksudnya Dit"     

"Aku manggil dia emang begitu"     

"Tapi apa maksudnya Dit"     

"Karna dia baby aku"     

"Radit...!!!"     

"Vanya....kita udah selesai. Hubungan kita udah selesai lama" ucap Radit, masih dengan nada lembut.     

"Enggak...aku gak mau. Bagiku hubungan kita belum berakhir Dit. Aku nyariin kamu kemana-mana. Tapi kamu ngilang gitu aja. Dan hari ini aku seneng banget kamu tiba-tiba ada di kampus aku"     

"Aku udah bilang kan, aku ke kampusmu buat jemput dia"     

Radit menunjuk Bastian dengan dagunya. Vanya menoleh ke arah Bastian.     

"Bas...Lo homo????" Tanya Vanya dengan tatapan sedih dan ingin tau.     

Bastian tercekat, ia tidak segera menjawab lidahnya kaku dan terasa kelu. Dia juga tidak tau harus menjawab apa. Bingung!     

"Dia gak homo Van, Gue yang homo"     

"No!!!! I don't belive you."      

"Tapi itu emang kenyataannya Van"     

"Radit..." Isak tangis Vanya mulai terdengar.     

Radit bangkit berdiri, lalu meraih tubuh Vanya ke dalam pelukannya.     

"Kamu jahat" kata Vanya diiringi Isak tangisnya. Gadis itu memukul-mukul punggung Radit dengan kepalan tangannya.     

"Iya aku jahat. Maafin aku...sekarang kamu pulang, aku antar ya"     

"Gak mau"     

"Nanti Papa kamu nyariin"     

"Biarin"     

"Jagan gitu donk, nanti cantiknya ilang"     

"Cantik juga percuma kamu gak doyan"     

"Emang makanan" kata Radit sambil menahan tawa.     

Setelah mengantar Vanya pulang Radit kembali ke apartementnya. Sebelumnya ia berpesan pada Bastian untuk menunggunya. Dan Radit tersenyum ketika ia membuka pintu, Bastian masih ada di dalam apartementnya. Pemuda itu duduk di sofa sambil menonton tv.     

"Baby..."      

"Minggir" Bastian mendorong tubuh Radit menjauh.     

"Udah selesai urusan Lo? Gue pulang!"     

Bastian meraih tas ranselnya lalu bangkit berdiri.     

"Sayang...jangan pulang dong, Lo gak mau tidur disini?"     

"Ogah Gue gak Sudi!!!"     

"Jangan pulang please... Gue bakal tidur luar kayak biasanya. Tapi please Lo jangan pulang ya"     

"Males! Minggir!!!"     

"Baby..kita perlu bicara"     

"Bicara apa??? Bicara tentang kisah percintaan Lo sama Vanya? Gue gak butuh"     

"Gue dan Vanya udah putus lama"     

"Oh ya...kok Gue liat nya Lo masih sayang dia ya"     

"Putus kan gak harus membenci"     

"Kalo sikap Lo masih seperti itu, gak salah kalo dia berharap terus" tandas Bastian.     

Radit terdiam.     

Bastian melangkah pergi meninggalkan Radit, namun Bastian tidak berjalan ke arah pintu keluar melainkan berjalan ke arah pintu kamar Radit.     

Radit tersenyum lebar ketika menyadari Bastian masuk ke dalam kamarnya.     

"Braakkkk" suara pintu ditutup keras-keras.     

"Kleekkkk"     

Mendengar suara pintu dikunci senyum Radit seketika menghilang. Berganti dengan wajah cemas. Pria itu buru-buru menghampiri pintu kamarnya.     

"Baby....sayang...buka pintunya kok dikunci sih"     

"Jangan ganggu Gue!!!" Teriak Bastian dari dalam kamar.     

"Iya, tapi kasih dulu dong bantal sama selimutnya baby, kayaknya di luar lagi hujan. Kan dingin yaangg"     

"Bodo amat!!! Itu hukuman Lo udah cuekin Gue seharian" teriak Bastian lagi.     

"Astaga baby...ampuunn. Gue pengen tidur di kamar malam ini"     

"Ngimpi aja Lo" sahut Bastian.     

"Sayang.....Baby..."     

Berulang kali Radit memanggil dan memohon. Bastian tetap tidak membukakan pintu. Pemuda itu benar-benar membiarkan Radit semalaman tidur di sofa ruang tamu.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.