My wife is a boy

Wangi yang berbeda



Wangi yang berbeda

0Setelah kejadian hari itu, sikap Panji mulai melunak tidak terlalu melarang Algis melakukan ini dan itu. Namun tetap saja Panji belum bisa mengijinkan Algis kembali kuliah, bukan karna rasa cemburunya pada Bastian. Namun ada sesuatu hal yang lebih serius. Jika Algis kembali kuliah artinya kesehatan pemuda manis itu di nyatakan sehat total, dan bisa kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa.     
0

Itu artinya Panji tidak punya alasan lagi untuk menahan Algis berlama-lama di rumahnya. Artinya Algis harus kembali lagi ke rumah orangtuanya. Dan Panji tidak mau hal itu terjadi. Ia ingin Algis tetap bersamanya, di sisinya. Menghabiskan waktu bersamanya, Namun bagaimana caranya??.     

Jika Algis adalah seorang gadis tentu tak sulit bagi Panji, tak perlu buang waktu untuk menjadikan Algis miliknya secara sah.Tapi Algis adalah seorang pria sama seperti dirinya. Tidak banyak orang yang bisa menerima hubungan seperti mereka. Tetapi Panji tak ambil pusing akan cemooh orang, hinaan orang padanya yang akan ia terima nanti jika semua orang tau Panji memilih Algis sebagai tambatan hatinya.     

Yang Panji pikirkan saat Ini tentang restu, restu dari kedua orangtua Algis. Bagaimana caranya memberi tahu orangtua Algis bahwa dirinya mencintai putra mereka dan ingin menghabiskan hidup bersama putra mereka. Bisakah mereka menerimanya??. Apalagi sifat Algis yang sangat penurut dan menghormati keputusan apapun yang diambil kedua orangtuanya, mereka tidak akan bisa menjalani hidup dengan tenang dan bahagia jika mereka tidak mengantongi restu kedua orangtuanya.     

"Heehh...." Panji mendesah,lalu meneguk segelas minuman berakohol yang diracikkan oleh bartender di depannya.     

Radit sahabatnya, duduk di sampingnya.sama seperti Panji, pria itu duduk menghadap counter bar menyesapi dengan nikmat minuman yang sama seperti sahabatnya.     

"Kalo Gue jadi Elo, gasspolll Ji..apapun yang terjadi"     

"Kalo mereka gak terima, dan misahin Gue sama Algis gimana?"     

"Sejak kapan sih..Lo jadi pesimis gini, dicoba juga belum."     

"Masalahnya ini orangtua Algis Dit, Lo tau kan Algis kaya gimana. Kalo sampai orangtuanya gak bisa terima, Algis pasti ninggalin Gue"     

"Maka dari itu Lo harus bisa menangin hati orangtuanya. Buktiin ke mereka kalo cuma Elo yang bisa bahagiain anaknya. Dan Lo jangan prasangka buruk sama kakak ipar deh Ji, biar kata badan kecil gitu tapi dia punya hati yang luas. Dia pasti gak semudah itu nyerah buat memperjuangkan orang yang dia sayang " tutur Radit.     

Panji menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. Apa yang dikatakan Radit itu benar. Harusnya dia yakin pada Algis kenapa harus meragukan keteguhan hati pemuda manis itu. Ia harus yakin, dirinya dan Algis bisa mendapatkan restu orangtua Algis.     

"Satu lagi Ji..Lo lain kali jangan main hajar orang donk"     

Kali ini wajah Radit berubah kesal. Dia gak lupa sama kejadian kemarin malam, sahabatnya itu memukuli Bastian pemuda galak yang yang mengusik ketentraman hatinya belakangan ini.     

"Kenapa?? Lo mau balas dendam karna Gue mukulin mainan baru Lo" kata Panji cuek.     

"Dia bukan mainan Ji..kali ini Gue serius"     

Panji melirik tajam ke arah Radit, memastikan ia tidak salah dengar dan juga memastikan kesungguhan omongan sahabatnya.     

"Whatever.. serah Lo yang penting mainan Lo jangan deketin milik Gue" kata Panji datar,sambil meneguk minuman lagi.     

"By the way..sejauh mana Elo sama kakak ipar? Udah bobol belum hehhe"     

"Bukan urusan Lo"     

"Kalo ada yang mau ditanyain, tanya Gue aja..bagian kaya ini Gue lebih paham"     

"Gak usah urusin Gue, urus bocah Lo itu. Bukanya dia kayak macan"     

"Hahahhaha...." Gelak tawa Radit.     

"Udah mulai jinak kok....hahah"     

Radit kembali tertawa, bagaimana Radit tidak sesenang itu mengatakan jika Bastian mulai jinak. Malam itu Bastian tidak pulang Dia menginap di rumah Radit, pemuda itu mengatakan pada orangtuanya sedang ada tugas kuliah yang mengharuskan ia menginap. Sekarang pun Bastian sedang menghabiskan waktu di apartemen Radit karna ia tidak masuk kuliah.     

Algis membaringkan tubuhnya di atas sofa panjang di ruang tengah. Ia berbaring miring sambil menonton acara tv. Ia tidak benar-benar menikmati acara tv, karna dia sedang menunggu Panji pulang kerja. Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam tapi Panji belum juga pulang.     

Algis merasa sangat kesepian, Mama Papa belum juga kembali dari perjalanan bisnis sekaligus berlibur di Tokyo,entah kenapa sekarang orangtua Panji betah di luar negri. Meskipun Mama Panji kerap menghubunginya via Video Call untuk bertanya kabar, tapi Algis lebih senang jika wanita itu di rumah. Setidaknya Algis punya teman bicara.     

Beberapa hari ini Algis merasa ada perubahan dari sikap Panji. Pria kesayanganya sering pulang telat, kadang Panji pulang hingga larut malam dan Algis sudah tertidur pulas. Seperti malam ini, Panji lagi-lagi terlambat pulang, Algis mulai gelisah. Berulang kali ia menoleh ke arah pintu tapi belum ada tanda-tanda kepulangan Panji. Di ruang tengah hanya ada dirinya, para pelayan sudah beristirahat semua. Awalnya Nur menawarkan diri untuk menemani Algis. Namun Algis menolak dia tidak tega mengganggu jam istirahat Nur.     

Tak lama pintu ruang tamu terbuka. Panji masuk ke dalam rumah dan ia hendak berjalan kearah tangga, namun kakinya berhenti melangkah ketika melihat tubuh ramping Algis tertidur di sofa sembari memeluk bantal sofa. Panji tersenyum lalu mendekati tubuh ramping itu. Ia berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan wajah Algis yang terlelap tidur. Tangan Panji mengelus perlahan rambut Algis lalu mengecup kening Algis dengan lembut. Lalu perlahan bibirnya turun mencium kedua mata Algis yang terpejam rapat, terus turun dan mendarat pada bibir mungil Algis.     

Harum aroma tubuh Algis membuat Panji terdiam sejenak. Darahnya berdesir. Ia menghirup dalam-dalam wangi tubuh si manis. Seingatnya ia menggunakan sabun dan shampo yang sama dengannya, namun entah kenapa wangi tubuh Algis terasa manis seperti candu yang selalu membuatnya susah payah menekan hasratnya.     

Perlahan Panji menyelipkan kedua lengan kekarnya pada tubuh ramping yang berbaring di sofa, lalu dengan hati-hati membawa tubuh itu dalam gedongan bridalnya. Panji lalu melangkah menapaki satu demi satu anak tangga menuju kamarnya. Ia lakukan sehati-hati mungkin agar tidak membangunkan si manis.     

Sesampainya di dalam kamar Panji membaringkan Algis di atas tempat tidur. Baru saja Panji akan menarik lengannya, mata bulat dengan bulu mata yang panjang itu sayup-sayup terbuka.     

"Kok bangun...kaget ya??tanya Panji pelan.     

"Mas Panji udah pulang??" Algis balik bertanya, dengan suara serak.     

"Lain kali jangan nungguin di luar, tidur di kamar aja" Panji mengusap lembut surai hitam itu.     

Algis menatap lekat ke arah Panji. Pria itu masih memakai kemeja yang sama jas kerja yang sama seperti tadi pagi, tapi Algis melihat ada yang berbeda. Algis mencium wangi yang tidak ia kenal. Bukan wangi parfum melainkan seperti wangi sabun atau shampo. Pemuda manis itu juga melihat rambut Panji yang belum sepenuhnya kering.     

Di dalam hati banyak pertanyaan yang membuat Algis merasa tak nyaman, apakah Mas Panji baru saja mandi. Tapi mandi dimana?? kenapa?? bukankah biasanya sepulang kerja baru dia akan membersihkan diri. Lalu kenapa beberapa hari ini pria kesayangannya itu tampak tidak seperti biasanya. Ada rasa tak nyaman merayapi hati Algis, ia merasa Panji melakukan sesuatu di luar sana.     

"Ada apa?kok ngelihatin aku gitu"     

"Gak apa-apa Mas...Mas sibuk banget ya pulangnya kok malam terus"     

"Iya, sibuk cari uang yang banyak buat kamu" kata Panji sambil mencubit mesra ujung hidung Algis.     

"Gombal banget sih Mas.." jawab Algis sambil berusaha menjauhkan tangan Panji.     

"Mas mandi dulu sana"     

"Gak usah, aku ganti baju aja" kata Panji sambil melangkah ke arah lemari baju.     

Senyum di bibir Algis memudar, ucapan Panji semakin menguatkan apa yang sedang ia pikirkan. Selagi Panji berganti Pakaian Algis meraih ponselnya yang di letakkan di nakas meja dekat tempat tidur.     

Algis : Ra.... beberapa hari kok Mas Panji pulang kerja malam terus, dan selalu udah mandi, bau shampo Ra..     

Maura : Ya gitu deh... laki-laki, kalo gak dapat jatah di rumah ya cari diluar Gis wkkkkkk     

Algis : Besok Algis mau ketemu sama Maura, bisa kan Maura ke sini pulang kuliah     

Maura : Siap...apa sih yang ga buat bayik Gue yang paling gemoy, hehehe     

Algis menutup ponselnya lalu meletakkan ponselnya kembali ke nakas meja. Besok dia harus bertemu dengan Maura, menceritakan perubahan Panji beberapa hari ini yang membuatnya gelisah.     

Sore itu pulang kuliah Maura benar-benar datang berkunjung ke rumah Panji. Gadis itu berdecak kagum melihat rumah besar yang menurutnya bak istana, dibandingkan dengan rumah orangtuanya yang tidak ada setengahnya. Rumah milik keluarga Panji memiliki halaman yang sangat luas ada taman dan air mancur di sekitar halaman depan.     

Ketika masuk ke dalam rumah Maura dibuat kembali terkagum dengan desain ruang tamu, kursi sofa panjang yang pasti sangat mahal harganya serta warna cat dinding yang didominasi warna silver dan gold. Menambah kesan classic, anggun dan pastinya mewah menandakan sang pemilik rumah memiliki selera yang tinggi.     

"Gis, Lo beneran jadi nyonya sekarang di rumah ini" kata Maura dengan nada penuh decak kagum, matanya masih sibuk mengamati semua sudut ruangan.     

"Ini rumah keluarga Mas Panji Ra.."     

"Ya sama aja lah, kan Lo menantu di rumah ini Gis"     

Algis hanya menggelengkan kepala dan tersenyum menanggapi kata-kata sahabatnya. Lalu ia mengajak Maura ke halaman belakang rumah, di halaman belakang juga ada taman bunga serta teras dengan tempat duduk sofa untuk bersantai di pagi atau sore hari.     

"Duduk sini Ra.."     

"Enak bener hidup Lo Gis, pantes Lo betah di sini, Punya laki kaya raya rumah gede kayak istana" kata Maura sambil mendaratkan bokongnya di sofa.     

"Algis tinggal di sini hanya untuk sementara Ra, kalo Dokter bilang Algis udah sehat total Algis bakal pulang ke rumah Bapak Ibu"     

"Lo mah udah sehat kali Gis, bilang aja Lo masih betah di sini ye kan"     

"Enggak gitu Ra" Algis masih mengelak.     

Tidak bisa dipungkiri Algis memang betah tinggal di rumah Panji. Selagi bersama Panji ia akan selalu merasa betah dimana pun itu. Jadi apa yang di katakan Maura tidak sepenuhnya salah.     

"Bastaian gimana Ra??"     

"Oh..tadi sih udah Gue ajakin buat ikut kesini ketemu Lo, tapi dia gak bisa ikut. Pas kita mau jalan ada yang jemput dia"     

"Siapa??? "tanya Algis ingin tau.     

"Radit temennya Mas Panji, kayaknya mereka deket deh sekarang dia kayak Elo gitu, diantar jemput gitu kuliahnya"     

"Yang jemput Bastian Mas Radit?"     

"Iyalah sapa lagi"     

"Eh...udah ahh bahas tu anak, sekarang crita sama Gue masalah yang Lo tanyain ke Gue semalam"     

Algis tidak langsung menjawab, ada pelayan yang datang membawakan minuman dan beberapa cemilan makanan.     

"Gimana Gis??"tanya Maura lagi setelah pelayan meninggalkan mereka berdua.     

"Ya begitu Ra, Mas Panji tuh aneh banget belakangan ini. Sering pulang telat. Trus kalo pulang dia sudah mandi Ra, dia mandi di mana ya Ra?"     

Maura tersenyum geli mendengar penuturan sahabatnya itu.     

"Lo kayak istri yang lagi mencium gelagat gak baik suami ya Gis"     

"Mas Panji gak mungkin begitu kan Ra"     

"Ya mana Gue tau, kan Lo yang tau Dia lebih paham Dia. Lagian Gis dia cowok ganteng terus kaya jelas banyak lah cewek cowok yang deketin dia. Siapa yang gak mau sama dia Gis?"     

"Kok Maura ngomongnya gitu.." Algis mencebikkan bibir mungilnya.     

"Hahahah....ya Gue kan kasih tau Lo. Fakta yang harus selalu Lo ingat mulai dari sekarang"     

"Tapi Mas Panji gak gitu Ra, Mas Panji sayang sama Algis"     

Maura membuang nafas jengah.     

"Sekarang Gue tanya sejauh mana hubungan Lo sama dia"     

"Maksudnya Ra.." Algis mengerjap     

"Gis, Lo berdua kan pasangan, gak mungkin donk kalian selama ini hanya makan bareng jalan bareng. Kalian udah itu belum??"     

Mendengar pertanyaan Maura, seketika wajah Algis jadi merona merah.     

"Hampir Ra.." jawab Algis malu-malu.     

"Artinya kalian gak pernah melakukan itu kan, ya pantes aja Mas Panji Lo cari kesenangan di luar"     

Kedua mata bulat Algis mendelik tak percaya.     

"Jadi perubahan aneh Mas Panji karna itu??"     

"Ya bisa jadi??" Jawab Maura santai sambil meminum jus jeruk di depannya.     

"Jadi Algis harus gimana Ra? "     

"Layani dia"     

"Tapi Algis takut, gak tau caranya"     

"Astaga...emang Lo bercocok tanam di sawah yang harus tau caranya"     

"Ra....."rengek Algis.     

"Ambil laptop Lo" perintah Maura.     

"Buat apaan Ra?" tanya Algis bingung     

"Udah buruan diambil dulu sono"     

Algis bangkit berdiri dari duduknya, lalu ia berjalan ke lantai atas ke kamar Panji untuk mengambil laptop miliknya, mengikuti apa yang diminta sahabatnya.     

Selang beberapa menit, Algis sudah kembali sembari menenteng laptop ditangannya. Pemuda manis itu lalu meletakkan laptop itu di atas meja, kemudian Algis duduk di sisi Maura.     

"Oke....kita mulai sekarang" kata Maura saat laptop sudah menyala dan sudah terhubung dengan internet.     

"Di dalam hubungan Elo dan Mas Panji Lo harus mengenal istilah ini"     

Maura menunjukan kata top pada layar laptop.     

"Harus nya Lo dah gak asing dengan istilah ini karna Lo dah berteman lama sama Gue" lanjut Maura,persis seorang guru sedang memberikan materi pada muridnya.     

Kembali Maura menjelaskan istilah-istilah dalam hubungan seperti yang Algis dan Panji jalani dengan piawai. Rupanya gadis itu tau banyak tentang itu, seakan dialah salah satu dari mereka padahal tidak begitu dia hanya menyukai dunia itu.     

"Hahh..ini apa Ra!!" teriak Algis     

Saat Maura membuka salah satu situs dewasa.     

"Katanya Lo gak tau nah, ini bisa Lo jadikan referensi biar Lo kebayang entar gimana ngelakuinnya" kata Maura sambil senyum menyeringai.     

"Gak mau ah, Maura cabul"     

Algis hendak bangkit berdiri dari sofa namun Maura dengan cepat menahan tubuh ramping Algis.     

"Sini, Lo harus liat ini daripada Mas Panji main sama orang lain, pilih mana Lo" Maura dengan paksa mengarahkan wajah Algis untuk melihat ke arah layar laptop dimana sebuah Video dewasa bxb sedang berputar.     

"Ra....ihhh lepasin"     

Maura tidak peduli, dia tetap memaksa Algis untuk menontonnya. Gadis itu bahkan tidak malu menonton berdua dengan sahabatnya. Justru Algis lah yang merasa malu. Memanggil Maura rupanya bukan solusi yang baik untuk kegelisahannya sekarang dia justru menjadi bertambah gelisah karna hal lain.     

"Nah..Lo kan anak seni, jadi lakukan itu dengan indah. Jadilah istri yang baik oke. Semoga berhasil" kata Maura sambil mengedipkan satu matanya.     

"Sudah sore Gis, Gue balik ya"kata Maura sambil mengenakan tas Selempang nya.     

Algis hanya mengangukkan kepala lemah. Ahh rasanya Algis ingin segera ke kamar mandi untuk menyiram kepalanya supaya bisa kembali waras.     

Bersambung....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.