My wife is a boy

Menahan hasrat



Menahan hasrat

0Pertemuan Algis dengan Maura tempo hari, menyisakan kegelisahan semakin mendera hatinya. Algis mencoba menepis, dan membuang segala macam pikiran negatif tentang pria kesayangannya yang belakangan ini berubah.     
0

Namun tetap saja, hatinya tidak tenang. Dia sangat gelisah, rasa takut dan curiga mulai menggerogoti hatinya. Banyak prasangka berkecamuk di dalam benaknya. Bagaimana jika apa yang dikatakan Maura benar, bagaimana jika Panji mulai bosan pada dirinya. Lalu mencari kesenangan di luar sana, seperti yang Maura katakan.     

Semakin hari Panji semakin terasa menjauh, jika hari kerja pria itu akan berangkat pagi-pagi sekali lalu pulang larut malam. Tak jarang ketika Panji pulang Algis sudah terlelap tidur. Jika di hari libur Panji akan menyibukkan dirinya di ruang kerjanya. Pria itu bisa berjam-jam lamanya berkutat dengan pekerjaannya yang seakan tak ada habisnya.     

Ya walaupun begitu Panji tetap bersikap lembut seperti biasa Pada Algis, tetap menuruti apa saja mau Algis. Asal hal itu bisa Panji lakukan. Namun semua tak sama lagi, belakangan ini Panji jarang menyentuhnya. Tidak ada lagi pelukan hangat, tak ada lagi kecupan lembut di puncak kepala ataupun di bibirnya. Memikirkan itu membuat wajah Algis yang biasanya berseri kini ia mulai bermuram durja.     

Malam ini Algis bertekad dia akan menunggu Panji pulang kerja. Kali ini di tidak akan ketiduran seperti sebelumnya, dia akan berusaha terjaga selarut apapun menunggu Panji Pulang. Algis lelah sudah tidak mau kepikiran lagi, dia harus bertanya langsung pada Panji.     

Algis teringat nasehat kakaknya Ajeng, jika menginginkan sesuatu harus diperjuangkan. Pemuda manis itu menginginkan Panji kembali seperti yang dulu seperti biasanya. Siapa, Wanita di luar sana yang berani merayu miliknya. Jika harus bersaing, maka Algis bertekad dia akan bersaing.     

Suara pintu ruang tamu yang terbuka mengejutkan Algis, pemuda manis itu bangkit berdiri., menyambut seseorang dari balik pintu.     

"Algis, belum tidur??" Panji sedikit terkejut melihat Algis ternyata belum tidur.     

"Belum Mas, sengaja nungguin Mas Panji pulang"     

Kembali Algis mengendus aroma shampo dari tubuh Panji. Dada Algis terasa sesak.     

"Ayo ke kamar" Panji meraih pergelangan tangan Algis lalu berjalan ke lantai atas ke kamar mereka berdua.     

"Mas..."     

"Hmmm" sahut Panji sembari mengambil piyama di lemari.     

"Kenapa belakangan ini Mas Panji sibuk banget, sering pulang malam juga?"     

"Di kantor banyak kerjaan Gis, makanya pulang malam terus"     

"Sibuk banget ya Mas, sampai gak ada waktu buat Algis?"     

Mendengar itu Panji mengurungkan niatnya ke toilet untuk berganti baju. Pria itu menyusul Algis duduk di tepi ranjang. Telapak tangan besarnya membelai rambut Algis yang lembut dan selalu harum.     

"Maafkan aku, apa kamu jenuh?apa mau kembali kuliah?"     

Algis beringsut ke tubuh Panji, ia melingkarkan kedua lengan rampingnya ke pinggang Panji. Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Pria yang sangat ia rindukan belakangan ini meskipun mereka tinggal satu kamar dan satu atap.     

"Algis mau Mas Panji jangan sibuk terus, sekarang kita jarang bertemu Mas..kalo hari libur pun Mas milih sibuk kerja" kata Algis, entah sejak kapan jari telunjuknya yang lentik seperti milik seorang gadis itu bermain main di dada Panji.     

Panji buru-buru merenggangkan tubuhnya.     

"Aku ganti baju dulu" kata Panji berusaha melepas pelukan Algis.     

"Mas kenapa??Mas seperti gak mau berdekatan dengan Algis, Algis ada salah apa Mas?"     

Wajah Algis tiba-tiba berubah muram.     

"Kok kamu ada pikiran begitu?"     

"Karena Algis merasa Mas sekarang selalu hindari Algis"     

"Gak ada hal-hal kaya gitu Gis"     

"Tapi nyatanya begitu, belakangan ini Algis bisa bertatap muka sama Mas Panji hanya di pagi hari ketika kita sarapan. Setelah itu Mas sibuk terus. pulangnya malam kadang tengah malam. Bahkan hari libur pun Mas masih tetap bekerja di ruang kerja. Satu lagi, kenapa setiap pulang kerja, Mas Panji pulang dalam keadaan udah mandi? kenapa?ada apa? apa Mas Panji main-main sama wanita lain di luar sana????"kata Algis panjang lebar menumpahkan semua yang menggangu pikirannya.     

"Heiii... kamu kenapa berpikir sejauh itu Gis??" kata Panji sambil menangkup wajah si manis dengan kedua telapak tangannya.     

"Tapi kenyataannya emang seperti itu kan Mas.." kedua bola mata Algis yang bening mulai berkaca-kaca.     

"Enggak Gis, enggak ada hal-hal kayak yang kamu pikirkan itu, baiklah aku jujur sama kamu"     

Algis merunduk kan kepala, bersiap mendengarkan penjelasan Panji dengan hati cemas.     

"Aku sering pulang malam karena aku tiap pulang kerja aku langsung nge-gym Gis, karena aku gak suka badanku lengket, makanya aku langsung mandi. Kadang aku juga habisin waktu di apartemen Radit. Kamu bisa tanya Radit klo gak percaya" jelas Panji.     

Algis perlahan mendongakkan kepala menatap lekat ke arah mata Panji, tak ada kebohongan dari sorot mata pria didepannya itu.     

"Buat apa Mas Panji nge-gym tiap hari, di sini udah banyak otot" Algis meraba bagian perut Panji.     

Dan itu membuat Panji terkesiap, reflek pria itu mundur sedikit menjauh saat jemari halus Algis meraba diatas perutnya. Menyadari pergerakan itu Algis mengerutkan kening.     

"Mas gak mau Algis sentuh ya"     

"Bukan begitu Gis..."     

Panji mulai bingung, mencari kata-kata yang tepat untuk memberi penjelasan. Apakah ini sisi lain dari Algis, sekarang Algis persis seorang istri yang mencecar suaminya dengan berbagai pertanyaan yang penuh akan kecurigaan.     

"Terus kenapa Mas kayak gak mau bersentuhan dengan Algis"     

Sesaat suasana jadi hening. Panji meraih tangan halus Algis, dan menggenggamnya erat.     

"Siapa yang gak mau bersentuhan dengan kamu, justru karna aku terlalu ingin makanya aku sampai hindari kamu"     

"Maksudnya..." Algis bingung.     

Panji meraih leher belakang Algis lalu menariknya, mendekatkan wajah Algis ke arahnya. Kening mereka saling bersentuhan.     

"Aku ini laki-laki normal, jangankan menyentuhmu, mencium wangi tubuhmu saja, membuat milikku mengeras" kata Panji dengan suara serak.     

"Dan aku tidak bisa melakukan itu, jika kamu belum siap Gis" lanjut Panji.     

Hening....     

Hanya ada suara deguban jantung mereka berdua. Jadi belakangan ini sikap aneh Panji bukan karena dia sedang bermain-main dengan wanita di luaran sana. Pria itu hanya berusaha mengalihkan hasratnya. Ia tidak mencari kesenangan diluar seperti yang Algis pikirkan selama ini. Mana mungkin Panji melakukan hal itu dia sangat mencintai Algis, walau dia sangat ingin menyalurkan kebutuhan biologisnya Panji tidak akan asal sembarang mencelupkan miliknya.     

Lebih baik dia sebisa mungkin menghindari Algis dengan mengurangi jatah mereka bertemu dan berdekatan. Itu alasan kenapa Panji menyibukkan dirinya dengan sibuk bekerja dan nge-gym. Kadang berlama-lama ngobrol dan menghabiskan waktu di apartemen sahabatnya hanya untuk menunggu tengah malam, memastikan ketika ia pulang si manis sudah terlelap tidur.     

Menyiksa memang, tapi lebih baik seperti itu dari pada ia tak mampu menahan nafsunya lalu memaksa Algis. Panji tidak akan seperti itu cintanya pada Algis tulus. Meskipun teramat sangat ingin segera melampiaskan pada Algis tapi dia akan menahannya.     

"Maafkan Algis Mas..." Algis memeluk erat tubuh Panji.     

"Maafkan Algis sudah berpikiran buruk" kata Algis merutuki dirinya sendiri.     

Rasa bersalah seketika mendera hati pemuda berparas cantik itu. Ia merapatkan tubuhnya menyandarkan kepalanya pada dada bidang pria kesayanganya. Ia menyesal telah berpikiran buruk selama ini tentang Panji, ia mengira Panji mulai bosan padanya, mengira Panji kembali pada kebiasaan lamanya meniduri setiap wanita yang datang padanya.     

Tenyata Panji justru menyiksa dirinya sendiri dengan setiap hari nge-gym sepulang kerja. Semua itu dilakukan Panji untuk menekan hasrat kelaki-lakiannya.     

"Mas...."     

"Hmmm.."     

"Mulai besok Mas gak perlu lakuin itu lagi"     

Algis mendongakkan wajahnya, mata mereka berdua bertemu saling menatap satu sama lain.     

"Iyaa..." kata Panji sambil tersenyum teduh.     

Di kecupnya kening orang yang sangat ia cintai itu. Memeluknya erat seakan tak ingin ia lepaskan. Malam itu Algis bisa tidur dengan perasaan tenang. kegelisahan yang menyiksa batinnya beberapa hari ini sekarang hilang lenyap tanpa bekas. Berganti dengan satu keinginan.     

Setelah malam itu, Algis terlihat sibuk. ia sibuk di depan laptopnya. Algis juga kerap mengundang Maura untuk datang ke rumah Panji. Pernah sekali Algis meminta ijin pada Panji untuk bertemu Maura di luar rumah, rupanya saat itu Algis tidak hanya bertemu dengan Maura saja. Gadis itu membawa teman yang belum pernah Algis kenal.     

Teman yang di bawa Maura memiliki postur tubuh seperti Algis, dan juga berwajah imut. Mereka bertemu di salah satu cafe yang sudah mereka tentukan. Entah apa yang mereka perbincangkan yang jelas setelah pertemuan itu Algis lalu memantapkan hatinya. Dia tidak akan takut lagi, menurut teman Maura gak seram kok.     

Hari ini dibantu oleh Maura Algis pergi berbelanja mencari semua apa yang ia butuhkan. Ia pergi ke toko bunga, memborong semua bunga mawar yang ada. Membeli banyak lilin hias dan lilin aromaterapi. Dan masih banyak lagi yang Algis beli. Malam ini si manis itu rupanya sedang ingin membuat kejutan untuk seseorang yang sangat di sayanginya.     

"Bener Nih gak mau di bantu?" tanya Maura saat dua orang itu selesai berbelanja.     

"Iya Ra, Algis bisa sendiri kok"     

"Gis..tau gak???"     

"Apa??"     

"Lo kayak anak domba yang lagi nyiapin diri buat di mangsa serigala deh"     

"Ra....." eram Algis     

"Iyaa...iyaaa, ya dah Gue balik dulu ya"     

"Hati-hati di jalan" kata Algis sambil mengantar Maura keluar dari ruang tamu rumah Panji.     

"Oh ya Gis, jangan lupa di videoin ya hehhe"     

"Mauraaaa!!!!!!!"     

Gadis itu lari kabur sambil tertawa terbahak-bahak.     

Panji meraih jasnya, ia bergegas keluar dari kantor. Jam sudah menunjukkankan pukul sembilan malam. Dia sudah berjanji hari ini akan pulang cepat, tapi sayang pekerjaan yang menumpuk dan harus diselesaikan hari ini juga membuatnya kembali pulang terlambat. Panji mempercepat langkahnya untuk segera menuju ke lobby kantor. Salah satu supir kantor yang standby sudah ia perintahkan untuk memarkirkan mobilnya tepat di depan halaman lobby agar ia tak perlu membuang waktu mengambilnya lagi di parkiran khususnya.     

Dia tidak mau menemukan Algis merajuk lagi malam ini seperti beberapa hari yang lalu. Namun jika diingat-ingat, muka Algis ketika curiga dan cemburu itu makin manis dan imut. Bayangan wajah Algis yang manis melintas di benak Panji. Tiba-tiba Panji merindukan si manis dengan bibir mungilnya itu. Panji menambah kecepatan mobilnya, berharap ia segera sampai rumah secepat mungkin.     

Setelah memerintahkan Pak Tori memarkirkan mobilnya ke garasi. Panji berjalan untuk masuk ke rumah, namun ia mengerutkankan kening ketika menyadari lampu ruang tamu tidak menyala. Ia menoleh ke sekeliling halaman tak ada masalah dengan lampu di sekitar halaman tapi kenapa lampu ruang tamu mati.     

Bersambung...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.