My wife is a boy

Lupa memberi tahu



Lupa memberi tahu

0Algis duduk di kursi meja makan, di depannya ada segelas susu putih dan roti panggang dengan olesan coklat diatasnya. Beberapa kali ia menoleh ke arah tangga, untuk melihat Panji sudah bersiap apa belum. Hari ini pria kesayanganya itu harus berangkat kerja lebih awal, karna ada meeting penting yang harus Panji hadiri.     
0

Sambil menunggu Panji, pemuda manis itu mulai menggigit roti panggang di depannya. Mulut mungilnya mulai sibuk mengunyah, seperti anak kecil, sebagian coklat menempel di sudut bibir mungilnya. Di sela-sela Algis menikmati sarapannya,tiba-tiba pemuda manis itu teringat kejadian semalam. Hanya mengingatnya saja membuat pipi Algis memanas. Ada rasa malu, bahagia ketika ia membayangkan saat Panji menyentuhnya dan menciumnya.Tapi kemudian rasa senangnya memudar ketika ia teringat akhir dari percumbuan panasnya dengan Panji. Rasa bersalah kembali menyeruak di hati pemuda ramping itu.     

"Makan yang banyak Gis..." tiba tiba saja Panji datang dari belakang Algis, lalu mencium pucuk rambut Algis yang harum semerbak.     

"Lama banget Mas..."     

"Kamu nungguin?" Panji duduk di samping Algis.     

"Kan Mas Panji harus berangkat pagi, katanya ada meeting"     

"iya..gak apa-apa masih ada waktu kok"     

"Mas..hari ini Algis keluar ya ,mau cari kuas baru sama kanvas"     

"Boleh, tapi di antar Pak Tori.."kata Panji sambil meminum jus alpukatnya dan menggigit roti panggang di tangannya.     

"Selesai beli yang kamu butuhin langsung pulang ya, jangan kemana-mana" kata Panji mengingatkan.     

"Algis beneran belum boleh masuk kuliah lagi ya Mas..."     

"Belum, kamu belum sehat banget"     

"Tapi Algis udah merasa sehat tuh Mas.."     

"Tapi dokter gak bilang gitu Gis.."     

Algis terdiam, tidak membantah lagi. Percuma gak akan menang, apa yang diputuskan Panji siapa yang berani menentangnya. Meskipun dia merasa sehat dan tidak merasakan sakit lagi tapi Panji melarangnya melakukan ini dan itu. Terutama melakukan hal yang melibatkan fisik. Pernah Algis membantu tukang kebun merapikan tanaman bunga di halaman depan, niatnya hanya untuk membuang rasa bosan. Tapi tukang kebun justru di pecat dan diminta pulang kampung.     

Sejak itu Algis tidak berani menyentuh pekerjaan para pelayan meskipun niatnya hanya untuk membantu dan membuang rasa bosan. Sejak Algis mengalami kecelakaan waktu itu, Panji menjadi sangat protektif. Algis tidak boleh luka sedikitpun. Karna itu Algis tidak boleh keluar rumah jika tanpa ada yang menemani dan selalu memastikan Algis aman.     

"Ya sudah aku berangkat ya..hati-hati nanti pas keluar rumah"     

Panji mengecup singkat bibir mungil Algis, sambil mengusap lembut bekas coklat di sudut bibir mungilnya. Algis bangkit dari duduknya lalu berjalan mengikuti Panji menuju pintu ruang tamu. Algis mengantar Panji hingga di depan pintu utama. Mirip seorang istri mengantar suaminya yang akan pergi bekerja. Tidak jauh dari mereka berdiri ada Nur seorang pelayan yang masih muda, hampir menjerit gemas saat melihat interaksi antara Panji dan Algis.     

Siang itu Algis, ditemani Pak Tori pergi ke sebuah toko yang menjual peralatan lukis. Toko itu sangat besar dan terkenal peralatan yang dibutuhkan seorang pelukis ada lengkap tersedia ditempat itu.     

Algis berjalan berkeliling sambil mencari kuas dan kanvas, juga beberapa warna cat yang ia butuhkan. Biasanya dia akan pergi ke tempat ini bersama kedua sahabatnya. Namun sudah hampir dua Minggu ini, Algis tidak bertemu dengan kedua sahabatnya itu. Sebenarnya dia sangat merindukan kedua sahabatnya Maura dan Bastian, tapi apa boleh buat sikap Panji yang over protektif membuatnya sedikit terkekang.     

"Gis...."     

Algis menoleh ke arah datangnya suara. Kedua bola matanya berbinar ketika ia melihat dua sosok yang baru saja ia pikirkan.     

"Maura..Bastian..."     

Algis berjalan mendekati dua temannya.     

"Algis..kangen banget tau..."     

Gadis dengan rambut sebahu dan mengenakan tas Selempang itu berhambur memeluk tubuh ramping Algis.     

"Lo dah sehat belum Gis...kok masih belum masuk kuliah??"     

"Algis udah sehat kok Ra..tapi.."     

Algis menggantungkan kalimatnya.     

"Iya, Gue ngerti kok. Suami Lu belum ijinin masuk kuliah kan hehehe"     

"Ihhh...apaan sih Ra.." kata Algis, tanpa bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.     

Algis menoleh ke arah Bastian, yang berdiri tak jauh dari Maura. Pemuda itu terlihat tenang hanya memberikan seulas senyum tanpa bertanya apapun.     

"Bastian..apa kabar" tanya Algis lembut.     

"Gue baik..kayak yang Lo liat" jawabnya singkat.     

"Oh ya Gis, Lo kesini sama siapa?"     

Maura menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok lain disekitar Algis.     

"Dianter sopir..."     

"Widiiiihhh...kayak tuan putri sekarang ya haha" kata Maura sambil tertawa menggoda.     

"Eh..Gis Lo dah selesai belum, Gue sama Bastian mau makan siang Lo ikut ya..Gue masih kangen sama Lo.."kata Maura setelah tawanya reda.     

Algis tampak berpikir. Dia teringat pesan Panji tadi pagi. Tapi dia juga merasa tidak enak hati jika menolak ajakan temannya. Selain itu ia juga masih ingin bertemu kedua sahabatnya itu lebih lama lagi.     

"Boleh...Algis kasih tau sopir dulu ya" jawab Algis akhirnya.     

Maura tersenyum senang.     

Mereka bertiga berkumpul di salah satu tempat makan yang tak jauh dari tempat dari mereka membeli peralatan lukis. Tempat makan yang tidak terlalu besar tapi cukup ramai pengunjungnya. Algis menyuruh Pak Tori untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan ia ikut bergabung dengan Maura dan Bastian. Algis juga memberitahu Pak Tori, untuk tidak mengatakan pada Panji bahwa ia pulang telat karna bertemu dengan temannya. Algis berencana dirinya sendiri yang akan memberitahukan ke Panji.     

Tapi karna terlalu asik cerita dan membahas tugas-tugas kuliah yang banyak Algis tinggalkan, membuat pemuda manis itu jadi lupa menghubungi Panji. Algis terlena, ia lupa waktu hingga hari mulai menjadi gelap Algis masih belum juga pulang.     

Di ruang tamu Pak Tori berdiri gemetar, kakinya terasa lemas. Panji menatap ke arahnya dengan tatapan tajam seakan ingin menelannya bulat-bulat. Hari ini Panji pulang cepat. Sore hari dia sudah kembali ke rumah, namun ia sangat terkejut ketika sopir pribadi keluarganya ada di rumah tapi tidak dengan pujaan hatinya.     

"Di mana Algis Pak..." Tanya Panji dengan tatapan tajam menoreh.     

"Ma-maaf Den Panji" jawab Pak Tori gugup.     

"Tadi siang Den Algis nyuruh saya untuk kembali lebih dulu, Den Algis bilang akan memberitahu Den Panji"     

lanjut Pak Tori berusaha menjelaskan.     

"Saya tugaskan Bapak buat antar Algis dan juga jaga dia, kalo ada apa-apa langsung hubungi saya. Apapun itu, JELAS!"teriak Panji.     

Pak Tori semakin menundukkan kepalnya, dalam hati pria paruh baya itu berdoa semoga nasibnya tidak seperti tukang kebun beberapa hari yang lalu. Baru bekerja satu bulan sudah dipecat. Karna Panji melihatnya membiarkan Algis memegang pekerjaannya. Disaat-saat seperti ini Pak Tori berharap tuan besar dan Nyonya ada di rumah, setidaknya ada yang membelanya ketika menghadapi Panji yang sedang marah.     

"Cepat cari Algis sampai ketemu, SEKARANG!!!" titah Panji.     

Pak Tori bergegas melangkah pergi keluar rumah. Panji mengusap wajahnya dengan kasar. Dia panik juga khawatir, sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Algis, namun tidak juga tersambung. Panji hendak menghubungi kedua orangtua Algis tapi diurungkannya. Bagaimana mungkin dia bertanya pada orangtua Algis, bukankah dirinya yang bertanggung jawab atas Algis saat ini.     

Bersambung..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.