My wife is a boy

Kecelakaan



Kecelakaan

0Panji dan Algis memasuki ruang VIP restoran yang sudah dipersiapkan. Restoran itu merupakan salah satu usaha milik orangtua Panji. Ruang VIP privat yang mewah dengan lampu gantung cantik dan meja makan dengan design classic menanti kedatangan tamu penting malam ini.     
0

Panji masih mengenakan setelan jas yang sama dia tidak sempat pulang ke rumah untuk mandi  dan berganti pakain. Waktunya habis untuk memoles Algis supaya menjadi sekertaris yang anggun dan cantik.     

Malam ini Algis mengenakan gaun malam long dress dengan belahan panjang hingga atas lutut,memamerkan kaki jenjang milik pemuda manis itu. Rambut palsunya di sanggul gaya modern dengan menyisakan sedikit helaian rambut yang di biarkan jatuh di sisi wajahnya. Malam ini Algis menjelma menjadi wanita cantik dan elegan.     

Namun sedari tadi pemuda manis itu menjadi lebih pendiam. Ia tak banyak bicara dia hanya tersenyum namun senyum itu ia paksakan. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Algis tidak nyaman dia tidak suka berdandan seperti seorang wanita.     

Jika sebelumnya Algis akan berlapang dada iklas menjadi apa yang Panji mau tapi tidak untuk kali ini. Pemuda itu patah hati, kecewa. Hatinya sangat terluka. Tiba-tiba dia merasa risih dengan pakaian wanita yang ia kenakan ia ingin acara yang belum dimulai ini segera berahir.     

"Selamat malam Mr.Kurosawa..."     

Sapa Panji dengan ramah menggunakan bahasa inggris, ketika Mr.Kurosawa beserta istri dan putri remajanya berusia dua belas tahun masuk ke ruang VIP. Melihat itu Algis ikut berdiri dan menyapa tamu bisnis Panji satu persatu.     

"Silahkan duduk....bagaimana perjalan anda??" Tanya Panji basa basi     

"Ohhhh..menyenangkan, apa lagi anda menyiapkan kamar yang sangat nyaman di hotel anda Mr.Panji..."     

Jawab Mr.Kurosawa dengan semangat.     

"Jangan panggil Mr,...Panji saja. Saya lebih muda dari anda"     

"Tidak bisa begitu...biarpun Anda lebih muda dari saya tapi kita ini rekan bisnis"     

Panji tersenyum.     

"Ahhh..Mr.Panji saya senang anda juga membawa istri anda"     

Kata Mr.Kurosawa sambil terseyum ke arah Algis.     

Panji berdehem, sejenak ia bingung kenapa tamu bisnisnya ini mengatakan Algis adalah istrinya.     

"Kami hadir di resepsi pernikahan Anda Mr.Panji...dan saya sangat kagum dengan kecantikan istri anda"     

Sambung istri dari Mr.Kurosawa. Wanita jepang itu menoleh kearah Algis lalu tersenyum ramah.     

"Ahh....I-iyaaa terima kasih atas pujiannya" jawab Panji dengan nada terdengar kaku.     

"Silahkan di makan hidangannya..."     

Selanjutnya mereka berlima menikmati makan malam sambil berbincang. Algis masih tak banyak bicara ia hanya menimpali obrolan sesekali saja. Selain itu dia memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik, dia juga tidak banyak mengerti apa yang mereka bicarakan.     

"Ayah..Airi sudah kenyang, bolehkah Airi duduk di sana?" Kata gadis kecil kepada ayahnya menggunakan bahasa Jepang.     

Gadis beranjak remaja berumur dua belas tahun itu menunjuk ke arah sofa dan meja kaca yang tak jauh dari meja makan malam mereka. Mata gadis kecil itu berbinar, sejak tadi dia sudah sangat tidak sabar saat melihat ada perlengkapan menggambar di atas meja kaca itu.     

"Baiklah..." jawab Mr.kurosawa memberi ijin pada putrinya.     

Gadis belia itu bergegas beranjak berdiri lalu berjalan ke arah sofa yang diliriknya sejak tadi.      

Panji menggegam lembut tangan Algis,tatapan matanya mengisaratkan Algis untuk segera menyusul putri Mr.kurosawa.     

"Mr. Kurosawa..ijinkan saya menemani putri anda"     

Kata Algis setelah dia menyelesaikan makannya.     

"Ehhhh....tidak perlu Mrs.Panji...anakku hanya ingin menggambar"     

Sahut Mr.Kurosawa.     

"Tidak apa-apa,i-istri.. saya belajar di fakultas seni lukis dia juga suka menggambar" kata Panji menimpali percakapan Algis dan Mr.kurosawa.     

"Ehh..begitu kah..."     

Sahut Mr.Kurosawa dan istrinya hampir bersamaan.     

"Kalo begitu permisi..." pamit Algis. lalu ia bangkit berdiri dan menghampiri putri Mr. Kurosawa.     

Gadis berusia dua belas tahun itu tersenyum ramah melihat kedatangan Algis mendekatinya. Algis duduk di samping gadis belia yang bernama Airi. Lalu mereka berbincang membicarakan apa yang ingin gadis itu gambar, Algis juga memberi arahan bagaimana cara menggoreskan pensil agar mendapatkan gambar yang diinginkan serta arahan memberi warna pada gambar. Gadis belia itu tampak antusias dan memperhatikan arahan Algis dengan seksama.     

Mr. Kurosawa dan istrinya tersenyum puas melihat interaksi antara Algis dan anak mereka. Begitupun Panji, umpannya dimakan oleh ikan besar. Setelah ini sudah ia pastikan Mr.Kurosawa tidak akan mempersulitnya, semua urusan bisnis mereka pasti akan berjalan lancar. Dan semua itu berkat bantuan Algis.      

Panji dan Mr.kurosawa melanjutkan obrolan mereka tentang bisnis mereka. Sedangkan istri Mr.kurosawa sudah bergabung dengan putrinya dan Algis di sofa.     

"Trimakasih...Mrs.Panji...Anda sudah menemani putri saya"     

Kata wanita Jepang itu dengan nada lembut.     

"Tidak apa-apa,saya senang melakukan ini"     

"Mr. Panji sangat beruntung bisa memiliki istri seperti anda, anda wanita yang ramah dan cantik"     

Mendengar pujian itu Algis tersenyum kecut. Siapa yang tidak senang dipuji, semua orang pasti senang di puji. Tetapi pujian akan terasa menyakitkan jika pujian itu tidak sesuai dengan kenyataannya.     

"Saya doa kan Anda segera mendapat momongan...anak-anak anda pasti akan semanis anda Mrs.Panji.."     

Istri Mr.kurosawa terus berbicara. Wanita itu terus membahas tentang anak dan hal itu membuat Algis menjadi tidak nyaman. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Dia ingin acara makan malam ini segera berakhir, dia ingin segera keluar dari ruangan ini.     

"Maaf....saya ingin ke toilet sebentar"     

Kata Algis pada wanita Jepang di depannya.     

"Tentu saja..silahkan..."     

Algis bangkit berdiri lalu melangkah keluar dari ruang VIP. Pemuda manis itu tidak berjalan menuju toilet melainkan ia berjalan ke pintu keluar restoran.     

Algis tidak benar-benar ingin ke toilet itu hanya alasan saja. Lagipula jika dia ke toilet,t oilet mana yang akan dia masuki. Pasti hanya akan menimbulkan keributan.     

Akhhirnya Algis keluar dari restoran tanpa berpamitan dengan Panji. Dia berjalan tanpa tau arah tujuan. Apalagi tempat ini masih sangat asing baginya.     

Algis melepas sepatu high heel yang ia kenakan, kakinya terasa pegal dan juga perih. Jari kaki Algis lecet. Biar bagaimanapun dia adalah laki-laki. Dia tidak biasa mengenakan sepatu hak tinggi, terkadang Algis hampir terpeleset. Namun dia berusaha sebisa mungkin tidak menunjukan kesulitannya Pada Panji.     

Panji Panik.      

Pria bertubuh tegap itu berjalan kesana kemari mencari Algis. Semua toilet pria dan wanita sudah diperiksa namun tidak juga menemukan pemuda bertubuh ramping itu.     

Sampai datang pegawai restoran memberi info, ada seseorang yang melihat Algis keluar restoran. Tanpa pikir panjang, Panji meninggalkan tamu asingnya.Dia berpamitan untuk pergi keluar sebentar.     

Di luar restoran Panji berusaha menghubungi ponsel Algis, tersambung namun tidak diangkat oleh pemiliknya. Panji semakin panik tidak biasanya Algis seperti ini, dia takut terjadi apa-apa pada pemuda polos itu. Apalagi dia sedang berpakaian seperti seorang perempuan.     

Panji berlari menyusuri jalan sekitar restoran. Dia mulai lelah, sejenak Panji berhenti untuk mengatur nafasnya. Kedua mata tajamnya tetap fokus mengedarkan pandangan mencari sosok Algis.      

Pandangan mata Panji berhenti, tertuju pada sosok ramping bergaun merah yang duduk seorang diri di kursi kayu dekat jalan. Itu Algis..yakin Panji.     

"Gis..."     

mendengar suara itu Algis tersentak, ia menoleh ke belakang. Seketika dia bangkit berdiri.     

"Aku cariin kamu kemana-mana Algis..kamu ngapain disini"     

"Ayo..kita kembali ke restoran"     

Panji meraih pergelangan tangan Algis, tapi pemuda itu menepisnya.     

"Gak..mau, Algis gak mau..Algis mau pulang"     

"Ada tamu pentingku menunggu disana Gis.."     

"Kalo tamu itu lebih penting, kenapa Mas Panji kesini"     

"Karna aku khawatirin kamu..kamu tiba-tiba ngilang"     

"Mas Panji kembali aja ke restoran,  Tinggalin Algis..ada Bastian nanti yang jemput Algis"     

"Kamu pergi sama aku Gis...gimana kamu bisa pulang sama orang lain"     

"Bastian bukan orang lain Mas..dia sahabatku"     

"Bagiku dia tetap orang lain"     

"Maaf Mas tapi Algis gak bisa kembali ke sana lagi"     

"Kamu kenapa sih....."     

Panji mulai frustasi. Dia tidak mengerti apa yang terjadi pada Algis. Sebelumnya Panji tidak pernah menerima penolakan dari pemuda manis di depannya ini. Dia juga tidak pernah melihat eskrpesi Algis seperti ini. Raut wajah Algis terlihat kesal dan marah. Sejak kapan Algis bisa menunjukan rasa kesal seperti itu.     

"Baiklah kita pulang...tapi aku harus berpamitan dengan tamuku dulu...mobilku juga ada di sana"     

Algis menggeleng cepat. Tidak mau! Dia tidak mau pulang bersama Panji.      

"Ayok Algis.." panji menarik tangan Algis, tapi lagi-lagi si manis menepis tangan Panji.     

"Jangan paksa Algis Mas...Algis gak mau!!!" Pekik Algis.     

Untuk pertama kalinya Algis berteriak pada Panji. Pria betubuh tinggi itu tertegun, ia menoleh ke arah Algis. Tatapan matanya penuh tanda tanya.     

"Kenapa Mas Panji gak pernah mengerti...Algis lelah Mas...sampai kapan Mas panji perlakukan Algis seperti ini"     

Kata Algis dangan bibir bergetar.     

Panji diam terpaku, dia tidak mengerti apa yang di maksud pemuda manis ini kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu.      

"Kenapa Mas Panji gak pernah melihat Algis sebagai diri Algis sendiri, kenapa untuk berada didekat Mas Panji Algis harus menjadi seorang wanita dulu kenapa...kenapa Mas!!"     

Suara Algis mulai serak, matanya mulai merah. Airmata sudah menggenang di pelupuk matanya siap jatuh berderai kapan saja.     

"Gis....."     

Panji melangkah mendekat ke arah Algis ia berusaha meraih tangan Algis. Namun Algis melangkah mundur ia tak mau disentuh oleh Panji.     

"Kenapa Algis harus jadi kak Ajeng...kenapa Algis harus jadi sekertaris Mas Panji..kenapa Algis harus pakai semua ini jika di dekat Mas Panji..kenapa MAS!!"     

Dengan kasar Algis membuang sepatu high heel di tangannya. Menarik paksa rambut palsu yang ia kenakan, merobek baju bagian dadanya dan membuang asal dua benda bulat berbahan silikon.     

Dengan kedua tangannya Algis menutup wajahnya menangis tersedu. Ada rasa malu pada diri sendiri mengalir mengikuti aliran darah pada tubuhnya, ketika dia melucuti barang-barang yang belakangan ini kerap menempel di tubuhnya.     

"Algis..." lirih Panji,ia mendekati Algis. Dengan tangan gemetar Panji  meraih tangan Algis berusaha menyingkirkan tangan itu dari wajah pemuda yang menangis tersedu di depannya. Melihat Algis seperti itu rasanya jantung Panji seperti ditusuk sembilu. Sakit! Pedih!.     

"Sekali saja Mas liat Algis, bukan sebagai orang lain...jangan melihat Algis dengan bayangan seorang wanita. Algis tidak punya payudara Algis tidak punya vagina karna Algis ini laki-laki!!!!"     

Algis menggunakan penekanan pada kalimat terahirnya.     

Pemuda itu meremas dadanya sendiri, rasanya sesak seperti ada sebongkah batu besar menindih dadanya. Tangisnya semakin terisak.     

"Gis....dengar...Aku..."     

"Cukup Mas...."potong Algis cepat.     

"Tinggalin Algis, Algis pengen sendiri"     

Pemuda Manis itu mundur beberapa langkah. Lalu memutar tubuhnya ia berjalan ke arah jalan raya. Berjalan ke mana saja asal bisa menjauh dari Panji.     

"Gis... mau kemana??? banyak kendaraan Gis..! Algis kamu gak boleh sembarangan nyebrang Gis. Berhenti Algis!!!!"     

Algis sudah tak mau dengar. Ia sudah tak peduli, jika memang akan ada mobil menghempas tubuhnya baiklah itu takdirnya. Tak perlu esok tak perlu nanti seketika itu apa yang melintas dipikiran Algis menjadi nyata.     

Bukan mobil....tapi sebuah motor datang dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi.     

"Tinnnnnnnnnnn....!!!!!!"     

Sang pengendara memberi alarm peringatan, namun Algis terlambat menghindar. Motor dengan kecepatan tinggi menerjang tubuh kecil Algis.     

"Bruakkkkkkkkkk"     

Tubuh kecil Algis terpelanting hingga dua meter, tubuhnya seketika meringkuk tak berdaya.     

"ALGISS!!!!!!!!!     

Panji berlari menghampiri tubuh Algis yang tidak bergerak, memeluk tubuh itu dengan ketakutan yang teramat sangat. Panji berteriak minta tolong. Tak lama orang disekitar kejadian itu datang berkerumun membantu. Sebagian ada yang menolong sang pengendara motor yang juga terpental di bahu jalan.     

"Algis...buka mata kamu. Aku mohon Algis" Kata Panji sambil terisak tangannya gemetar. Kakinya terasa lemas dunia seakan menjadi gelap gulita. Berkali-kali Panji mengguncang tubuh Algis agar Algis membuka matanya.     

"Mas....pakek mobil saya aja Mas..nunggu ambulan kelamaan, saya antar ke rumah sakit terdekat"     

Ucap salah satu warga yang berkerumun. Panji langsung mengangkat tubuh Algis masuk ke dalam mobil yang ditawarkan. Untung saja sang pemilik mobil cukup mahir dalam mengedara mobil, mereka bisa sampai di rumah sakit dengan cepat.     

Panji keluar dari dalam mobil ia bergegas membawa tubuh Algis ke ruang IGD.     

"Suster! Dokter!"     

Teriak Panji.     

Beberapa perawat dengan tergesa menghampiri Panji. Mengambil alih tubuh Algis dari Panji.     

"Dimana dokternya????!!!!"     

"Sedang di hubungi pak"     

"Rumah sakit macam apa dokter tidak ada di tempat. Cepat panggil Dokternya!! atau besok aku akan membeli Rumah Sakit ini dan memecat kalian semua!!!!!!!!"     

Hardik Panji penuh ancaman. Rupanya salah satu perawat mengenali Panji, perawat itu berbisik pada rekannya.     

"Cepat panggil dokter Miko atau dokter jaga siapa saja. Dia itu Mahendra Panji Winata anak konglomerat Bapak Suryadi itu"     

Rekannya mengerti lalu bergegas pergi. Bertekad menyeret dokter jaga manapun yang terlihat, asal esok hari dia masih bisa berkerja.     

Beberapa perawat memberi pertolongan pertama Pada Algis. Panji tidak beranjak kemanapun. Pria itu menggegam tangan Algis erat sambil terus melafalkan nama Algis.     

"Algis...buka matamu..."      

"Bapak tolong tunggu di ruang tunggu Pak" salah satu perawat meminta Panji untuk keluar.     

"Tidak...aku mau di sini"     

Perlahan Algis membuka mata sayup sayup.     

"Algis...." Panji mendekati Algis kembali.     

"Uhuk...."     

Algis membuka mata hanya untuk terbatuk dan memuntahkan darah. Mata bulatnya kembali terpejam.     

"Algis...!!! Di MANA DOKTERNYA!!!!!!!"     

Teriak Panji. Dia murka!     

Tak lama datang beberapa dokter dan seorang perawat.     

Panji berjalan menghampiri si dokter dan meraih kerah baju si dokter dengan kedua tangannya.     

"Cepat lakukan sesuatu!!"     

Dokter lain mencoba menenangkan Panji dan meminta Panji untuk keluar. Agar dokter bisa melakukan pertolongan lebih lanjut.     

Awalnya Panji menolak, namun ahirnya ia menurut saat dokter mengancam tidak akan melakukan apa-apa jika Panji masih keras kepala.     

"Siapa keluarganya? dokter akan melakukan operasi."     

Kata seorang perawat kepada Panji.     

"Aku keluarganya.." sahut Panji cepat.     

"Bapak siapanya?"     

"Aku suaminya!!" Jawab Panji cepat.     

Si perawat bengong. Perawat itu tau meski korban kecelakaan tadi memakai pakain wanita tapi jelas dia melihat itu tubuh seorang laki-laki.     

"Apa yang kamu pikirkan!? mana berkas yang harus saya tanda tangani"     

"I-ini..."     

Si perawat menyodorkan beberapa lembar kertas pada Panji.     

Panji duduk lemas di kursi tunggu depan ruang operasi, Ia menautkan jari-jarinya yang masih gemetar. Dia bahkan tidak terpikir untuk mencuci tangan dan membersihkan pakaiannya yang terkena darah dari muntahan Algis.     

Panji kalut. Panik. Jika terjadi sesuatu pada Algis dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Seumur hidup dia akan hidup dengan rasa penyesalan.     

Apa yang sudah ia lakukan pada pemuda manis itu selama ini.  Kenapa dia tidak menyadari jika apa yang dia lakukan ternyata menyakiti hati Algis, kenapa dia menjadi orang sebodoh itu.     

Semua perkataan Algis berdenging di telinga Panji, bayangan tubuh Algis saat terpelanting dan meringkuk tak bergerak terus berputar dibenaknya.     

"Panji...."      

Panji mendongakkan kepala.     

"Mama....."     

Panji berhambur memeluk Bu Rina. Wanita itu datang dengan Pak Suryadi setelah mendapat kabar dari Panji.     

Di belakang mereka menyusul kedua orang tua Algis dan juga Ajeng.     

"Apa yang terjadi...kenapa bisa begini?"     

Tanya Bu Ambar dengan wajah sudah beruraian air mata. Wanita itu sudah menangis selama dalam perjalan ke rumah sakit.     

Panji mengatupkan bibir. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Ambar.     

"Algis...anakku..."     

Bu Ambar kembali menangis tersedu sembari memegangi dadanya. Rasanya baru saja wanita itu melihat senyum bahagia dibibir anaknya, lalu sekarang tiba-tiba putra kesayangannya itu sedang di ruang operasi berjuang melawan maut.     

Pak Prayitno dan Ajeng berusaha menenangkan Bu Ambar.     

Ajeng memapah ibunya untuk duduk di kursi tunggu. Gadis itu berjongkok di hadapan ibunya sambil menggegam tangan ibunya.     

"Algis akan baik-baik saja Bu"     

Bu Ambar menatap ke arah putrinya.     

"Dulu saat kamu kecil ibu hampir kehilangan kamu Ajeng, Sekarang Algis...ibu tidak sanggup jika sesuatu yang buruk terjadi pada kalian" Kata Bu Ambar dengan isak tangisnya.     

"Percayalah Bu.....Algis akan baik-baik aja"     

Ajeng memeluk ibunya berusaha menenangkan wanita paruh baya itu.     

Di tempat yang sama Bu Rina juga menenangkan Panji. Belum pernah wanita itu melihat putra semata wayangnya terlihat begitu sedih dan terpuruk.     

"Panji....bersihkan dirimu dulu nak"     

Kata Pak Suryadi.     

Panji menggeleng. Dia tidak mau beranjak kemana pun sebelum tau keadaan Algis. Pak Suryadi tidak memaksa. Pria itu tau anaknya keras kepala. Dia juga memahami ketakutan Panji.     

Setelah menunggu cukup lama akhirnya lampu ruang operasi padam menandakan operasi telah selesai dilakukan. Tak berapa lama seorang dokter keluar dari ruang operasi. Menurut dokter operasi berjalan lancar. Algis bisa langsung di pindahkan ke ruang perawatan. Semua orang seketika itu merasa lega.     

Apalagi Panji, akhirnya dia bisa bernafas lega. Walau begitu hatinya tetap terasa perih bayangan kata-kata Algis sebelum kecelakaan berputar terus dikepalanya. Sungguh dia tidak menyadari, dia tidak sengaja kalo selama ini dia telah menyakiti perasaan Algis.     

Seorang pemuda yang mampu memberi warna pada hidupnya. Seseorang yang membuat hatinya merasa hangat dengan senyum manisnya. Seseorang yang membuat Panji untuk pertama kalinya merasa takut kehilangan.     

Panji duduk di kursi yang ia dekatkan ke pinggir ranjang tempat Algis berbaring. Pemuda manis itu masih belum juga sadar, pengaruh obat bius membuat kedua kelopak matanya tertutup rapat.     

Panji sudah membersihkan diri, dia tidak mau pulang. Dia tidak mau jauh-jauh dari Algis, ketika Algis sadar nanti Panji ingin dialah orang pertama yang dilihat Algis.     

Tidak ada yang menentang tidak pula bertanya mengapa??mengapa sikap Panji seperti itu. Kedua orangtua Algis membiarkan Panji menjaga putra mereka. Buat mereka yang penting Algis selamat, putra kesayangan mereka baik-baik saja.     

Panji meraih tangan kurus si manis, menggegamnya erat dan membawa jemari lemah itu untuk menyentuh pipinya lalu ia mengecup lembut jemari Algis.     

"Maaf..Algis...maaf selama ini aku sudah menyakiti perasaanmu"     

Mata Panji mulai berkaca-kaca. Pria gagah itu sekarang terlihat lemah dan cengeng.     

"Aku akan menebus semuanya, Aku tidak akan membuatmu menangis lagi. Aku akan bahagiakan kamu"     

Kata Panji sambil terisak, Ahhh dia menangis. Tangan Algis sudah basah dengan air mata Panji. Ia menatap pilu wajah pucat Algis. Hampir saja Panji kehilangan seseorang yang diam-diam sudah masuk dan mengisi relung hatinya. Dia hanya tidak menyadari itu, Panji terlalu memuja kata logika hingga dia tidak bisa membaca sinyal hatinya.     

Sampai kejadian mengerikan terjadi didepan matanya. Dari sini Panji menyadari dia takut, sangat takut kehilangan Algis. Dia  juga sakit, hatinya sakit saat melihat binar mata si manis berubah menyedihkan dan meneteskan deraian air mata.     

Dua hal mengerikan ini tidak akan ia biarkan terjadi lagi. Panji berjanji dia akan menjaga Algis, dia berjanji akan membahagiakan Algis. Hanya ada kebahagian dalam hidup Algis setelah ini. Dan Panji pastikan dirinyalah alasan Algis bahagia.     

"Kamu harus cepat pulih..kamu harus menghukumku kan"     

Panji membelai sayang surai hitam Algis. Perlahan Panji mendaratkan ciuman lembut di kening Algis.     

Tanpa Panji sadari pintu kamar telah terbuka dan ada dua wanita berdiri di sana entah sejak kapan mendengarkan perkataan Panji. Mereka berdua menatap ke arah Panji dan Algis yang masih belum sadarkan diri.     

Bu Ambar menggegam tangan putrinya, wanita itu menatap sendu ke arah putri tercintanya diam-diam wanita itu berharap putrinya tidak terluka. Merasakan genggaman tangan sang Ibu, Ajeng menoleh ke arah Ibunya.     

Sebuah senyuman mengembang dari bibir gadis bersurai panjang itu. Kepalanya mengangguk pelan, sorot matanya seakan berbicara "Gak apa-apa Bu..Ajeng tau"     

Bu Ambar memejamkan Mata mendesah lega.     

Naluri seorang ibu itu sangat kuat. Mampu merasakan apa yang dirasakan anak-anaknya. Ketika anaknya bersedih ibu akan tau, ketika anaknya bahagia ibu juga akan tau.     

Begitu pula dengan Bu Ambar kepada Algis. Walau tak pernah mengatakan padanya, Bu Ambar bisa merasakan Putra kesayangannya jatuh cinta pada seorang laki-laki calon suami putrinya.     

Apapun yang akan terjadi nanti, kebahagian anak-anaknya adalah pioritas utamanya.     

Bersambung.....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.