Menjadi Istri Sang Bintang Film

Jiang Tingxu Jangan Menangis, Ada Ning Ning di Sini



Jiang Tingxu Jangan Menangis, Ada Ning Ning di Sini

0Meskipun si Kecil masih muda dan tidak dapat memahami beberapa hal, ketika ia tiba di depan makam, ia menyadari orang-orang langsung terlihat sedih.      
0

Di tempat ini ada batu nisan tersebar di mana-mana. Juga, sejak datang ke sini, Nenek Wen, Uncle, Ibu, dan Ayah terlihat sangat serius.     

Jadi, si Kecil dengan pintar mengikuti tindakan Wen Jie tanpa bertanya apa-apa.     

Mo Boyuan melirik putranya. Ketika si Kecil menoleh, ia melambaikan tangannya.     

Si Kecil melompat-lompat dan berlari sembari menatap Mo Boyuan. Tatapannya jelas bertanya, Ayah, ada apa memanggil Ning Ning?     

Mo Boyuan berjongkok dan berbisik, "Sekarang ibumu sangat sedih, pergi tenangkan ibumu sana."     

Jiang Tingxu dan Gu Yanzhi berdiri berdampingan sembari melihat foto masa muda Ayah Jiang yang mengenakan seragam militer di batu nisan.     

"Aku ingat Ayah sangat menyayangimu saat itu. Saat dia kembali untuk liburan, dia akan menemanimu memanjat pohon, mencari sarang burung, pergi ke sungai untuk menangkap ikan dan udang. Suatu kali dia membawamu naik gunung untuk berburu dan kembali dengan membawa dua kelinci kecil."     

"Kamu ternyata masih ingat? Aku pergi ke gunung berburu kelinci untukmu. Apa kamu masih cemburu, gadis kecil?"     

Jiang Tingxu mendengus, sedangkan Gu Yanzhi melanjutkan, "Paman Jiang menyayangiku dan ibuku juga menyayangimu. Saat aku merobek rokmu, ibuku memaksaku untuk memakai rok gadis selama beberapa hari."     

Masa lalu telah menjadi kenangan paling bahagia di hati mereka.     

Si Kecil mendengarkan kata-kata ayahnya, jadi ia datang menghampiri Jiang Tingxu. Ia tidak menyangka malah mendengar percakapan antara ibu dan pamannya sebelum ia mendekat. Ia pun bergumam, "Jadi Uncle pernah memakai rok anak perempuan?"     

Gumaman si Kecil cukup kerasa sampai bisa didengar oleh semua orang.     

Wen Jie pun tertawa.     

Setelah Gu Yanzhi mendengar gumaman keponakan kecilnya, ia pun terhenti sejenak, tapi seketika matanya penuh dengan air mata karena tertawa.     

Sejarah hitamnya kini diketahui oleh si Kecil. Apakah itu akan terus menyebar selama bertahun-tahun di masa depan? Tentu saja!     

Untungnya, Wen Jie masih mencintai putranya dan berkata, "Cepatlah ke sini, berdoalah."     

Semua orang maju satu per satu, berbaris secara horizontal dan membungkuk dalam-dalam ke arah batu nisan sebanyak tiga kali.     

Tangan Wen Jie menyentuh batu nisan yang dingin itu beberapa kali, "Lao Jiang, kami kembali untuk menemuimu lagi. Kali ini kami membawa Ning Ning. Ning Ning adalah cucumu. Kamu pasti menyukainya, bukan?"     

Jika Ayah Jiang masih hidup, sudah pasti tidak terkejut dengan kehadiran Ning Ning. Pasti akan menyayangi dan memanjakan cucunya, bahkan lebih dari ia pernah memanjakan putrinya!     

Jiang Tingxu memegang tangan kecil putranya, "Ning Ning, sapalah Kakek."     

"Kakek," panggil si Kecil menuruti ucapan ibunya.     

Jiang Tingxu membungkuk sedikit lebih rendah dan menjelaskan kepada putranya, "Ning Ning, kakekmu adalah pahlawan yang hebat. Pahlawan yang sangat kompeten. Sampai sekarang, banyak orang memujanya!"     

"Ah? Benarkah? Kakek begitu hebat?"     

"Benar, itulah Kakek. Dia adalah penembak jitu yang terkenal. Dia telah menangkap banyak penjahat penting dan membantu banyak orang. Namun, dalam suatu operasi penyelamatan untuk melindungi para sandera, Kakek mengorbankan hidupnya."     

"Mengorbankan hidup itu apa?" tanya si Kecil yang benar-benar tidak tahu apa artinya pengorbanan.     

"Itu artinya sudah tidak ada di sini lagi. Selamanya kita tidak bisa melihat dia."     

Bukankah itu berarti mati?      

Dalam hati, si Kecil sangat terkejut. Ketika ia melihat ke atas, ia terkejut menemukan bahwa Jiang Tingxu sedang menangis. Ia pun mengulurkan tangannya dan segera menyekanya dengan tergesa-gesa, "Jangan menangis, jangan menangis. Jiang Tingxu, ada Ning Ning di sini."     

Tapi bagaimana mungkin bisa begitu saja menenangkan orang yang sudah terlanjur menangis?     

Si Kecil sangat cemas sehingga ia harus beralih menoleh ke Mo Boyuan, "Ayah?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.