Menjadi Istri Sang Bintang Film

Tidak Ingin Sekolah, Ingin Menangis



Tidak Ingin Sekolah, Ingin Menangis

Ketika si Kecil Ning Ning menonton kartun, Jiang Tingxu masih menceritakan dengan singkat tentang apa yang terjadi di restoran hot pot hari ini kepada Kakek Mo.     

Jika Ning Ning benar-benar terekspos, maka Grup Mo bisa bersiap-siap jauh-jauh hari.     

Tanpa diduga, sikap Kakek Mo benar-benar sangat membingungkan. Setelah mendengarkan apa yang dikatakan cucu menantunya, ia malah tertawa, "Memangnya itu disebut sebuah masalah? Tingxu, jangan khawatir. Ning Ning memanglah anak dari keluarga Mo. Sebelumnya tidak diekspos karena dia masih terlalu kecil, tapi sekarang waktunya sudah cukup tepat."     

Ning Ning hanyalah perkara kecil, yang menjadi masalah sesungguhnya adalah hubungan Jiang Tingxu dan Mo Boyuan.     

Kakek Mo sudah memiliki banyak pengalaman. Bagaimana mungkin ia tidak melihat bahwa hubungan antara pasangan muda ini semakin renggang?     

Oleh karena itu, bukanlah suatu masalah apakah status Ning Ning terekspos atau tidak. Keluarga Mo sudah membuat semua persiapan dari beberapa tahun yang lalu.     

Jika terekspos, kemungkinan besar akan berpengaruh pada hubungan antara suami istri ini.     

Jangankan Kakek Mo, Mo Boyuan saja di lubuk hatinya mengharapkan identitas Ning Ning akan terekspos.     

Lagi pula, seberapa pentingkah sebuah ketenaran?     

Jika sudah memiliki tempat yang paten, akan sangat mudah menyingkirkan orang-orang yang berniat jahat. Mana mungkin Mo Boyuan hanya akan menatap para pria yang ingin merebut istrinya dengan tatapan sengit?     

Namun Jiang Tingxu malah sedikit bingung, "Kakek, apa ini sungguh tidak apa-apa?"     

"Hahaha, tentu saja! Anak dari keluarga Mo, cepat atau lambat memang akan diumumkan pada khalayak umum, bukankah begitu? Kakek tahu kamu khawatir, tapi tenang saja, Boyuan pasti memiliki rencana sendiri."     

Sebagai seorang kakek, bagaimana mungkin Kakek Mo tidak memahami cucunya sendiri?     

Setelah Jiang Tingxu bicara dengan Kakek, terdengar suara panggilan dari anaknya, "Jiang Tingxu~"     

"Kakek, istirahatlah lebih awal. Kalau ada waktu aku akan kembali ke mansion lama."     

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik di sana. Jika ada sesuatu, hubungi Kakek kapan saja."     

"Aku mengerti, Kakek."     

...     

Ketika Jiang Tingxu keluar dari ruang kerjanya, ia melihat putranya berbaring di sofa seperti kura-kura kecil, "Ada apa memanggilku?"     

Si Kecil menoleh ke samping, "Tidak apa-apa, hanya ingin memanggil saja."     

Jiang Tingxu menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya, lalu berjalan menghampiri putranya kemudian duduk. Dia mengangkat si Kecil supaya terduduk, "Aku baru saja menelepon Kakek."     

"Ah, apakah kamu sudah mengadu?"     

Jiang Tingxu menjawab dengan ragu, "Mengadu apa?"     

Si Kecil mendengus dua kali, lalu berkata, "Kamu tidak mengadu? Mengadu tentang Ayah. Bukankah aku bilang suruh Kakek buyut memukuli Ayah?"     

'Kenapa Jiang Tingxu sangat pelupa? Apa mungkin ia tidak tega Ayah dipukuli?'     

Memikirkan hal ini, sorot mata si Kecil pun menunjukkan bahwa ia sedang sebal.     

Jiang Tingxu berdeham dan ia tesenyum, "Bukankah kamu bilang kamu yang akan mengadu?"     

Saat di mobil tadi, Jiang Tingxu hanya asal bicara saja.     

Jiang Tingxu juga bukan anak kecil, jadi bagaimana mungkin ia mengadukan hal itu ke Kakek?     

Meskipun dulu saat Jiang Tingxu kecil, sepertinya ia juga tidak pernah mengadu tentang kelakuan Mo Boyuan.     

Pada saat itu, ia menangkap basah Mo Boyuan melakukan hal-hal buruk berkali-kali!     

Si Kecil cemberut dan menghela napas dengan kecewa, lalu berkata, "Baiklah, kalau begitu Ning Ning akan mengadu ke Kakek buyut saat pulang ke mansion tua besok."     

Jiang Tingxu tertegun dan tidak mampu mengatakan apa pun. Saat menghadapi putranya sendiri, dalam hati pun berpikir, 'Sebenarnya seberapa sering anak ini mengeluh tentang kelakuan ayahnya?'     

"Ya, kita bicarakan lagi besok. Sekarang kartunnya sudah habis. Waktunya mandi, lalu tidur."     

"Ah? Kenapa cepat sekali?" Terdengar jelas bahwa si Kecil tidak ingin cepat-cepat tidur.     

Jiang Tingxu mendekat untuk mencubit ujung hidung putranya, "Cepat apanya? Biasakan tidur lebih awal dan bangun lebih pagi. Kamu tidak lupa kalau harus pergi ke taman kanak-kanak Senin depan, kan?"     

Si Kecil sungguh lupa masalah ini. Begitu diingatkan, mulut si Kecil cemberut dan matanya berkaca-kaca seperti akan menangis...     

"Jiang Tingxu, Ning Ning tidak mau sekolah~"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.