Menjadi Istri Sang Bintang Film

Ayah Tiri



Ayah Tiri

0Si Kecil mengikutinya dengan ragu-ragu selama beberapa saat, tapi kemudian ia melanjutkan langkahnya lagi. Jiang Tingxu yang ada di depannya pun hanya menahan tawa.     
0

Setelah beberapa saat, Si Kecil pun berkata, "Jiang Tingxu."     

"Hm, ada apa?     

Ia menghidupkan kompor dengan ketel air yang isinya telah penuh.     

Jiang Tingxu bersandar di lemari sambil menatap putranya yang sedang berpikir keras di depannya.     

Si Kecil benar-benar sedang kebingungan. Kedua alis kecilnya itu hampir menyatu. Entah apa yang sedang mengganggunya hingga membuatnya seperti itu.     

Ketel air panas berbunyi. Jiang Tingxu tidak berencana mengganggu konsentrasi putranya, namun wajahnya masih tersenyum.     

Akhirnya, Si Kecil yang tampak kebingungan akhirnya bertanya dengan hati-hati, "Jiang Tingxu, apakah Paman Pei yang kita temui hari ini adalah ayah tiri untuk Ning Ning?"     

'Ayah tiri?'     

Jiang Tingxu terkejut dengan pertanyaan yang begitu tiba-tiba dari putranya. Bahkan hatinya menjadi tidak tenang, "Ehem, ehem. Ning Ning, mengapa kamu berpikir begitu?"     

'Apakah anak-anak sekarang memiliki pemikiran yang begitu dewasa? Bahkan tahu tentang ayah tiri juga?     

Jiang Tingxu tidak tahu bahwa setiap orang yang disebut laki-laki, baik itu dewasa maupun anak kecil, tua atau muda, mereka memiliki sebuah insting alami.     

Mereka memiliki kepekaan yang melekat pada setiap hal yang sudah menjadi milik mereka. Apa pun itu akan dilindungi dengan sekuat tenaga.     

Jiang Tingxu telah lama masuk ke dalam lingkup kepemilikan putranya. Jadi tentu saja, ketika anak ini bertemu Pei Rusi, ia akan mengendus sesuatu yang mencurigakan.     

"Jiang Tingxu, benar atau salah?"     

Melihat wajah putranya yang semakin serius, Jiang Tingxu menatapnya tajam, "Bukan!"     

'Sungguh bukan! Memangnya bisa punya hubungan apa dengan Pei Rusi?'     

Hubungan antara mereka murni hanya sebatas atasan dan bawahan.     

Belum lagi hubungan rumit antara Bibi Wen, keluarga Pei, dan keluarga Gu.     

Jadi, kedua orang ini benar-benar mustahil memiliki hubungan.     

Si Kecil masih menatap dengan bertanya-tanya, tetapi raut wajahnya melunak, "Baguslah kalau begitu!" ucapnya seketika menjadi ceria.     

Bibir Jiang Tingxu sedikit cemberut. Kedua tangannya merangkul Ning Ning, "Bagaimana bisa kamu memikirkan hal seperti itu?"     

Si Kecil sangat penasaran. Karena suatu hubungan biasanya tidak dapat didefinisikan begitu saja.     

Ia cemberut dan tidak berkata apa-apa lagi. Kemudian menunjuk ke ketel yang sudah berbunyi, "Airnya sudah mendidih, aku mau minum."     

'Aduh!'     

Jiang Tingxu juga tidak tahu harus bagaimana menghadapi putranya itu. Ia berbalik dan mencabut kabel ketel air, lalu menuangkan air matang ke dalam cangkir yang sudah disiapkan sebelumnya, "Ini sangat panas, minum setelah agak dingin."     

Si Kecil juga tidak keberatan.     

Ibu dan anak itu kembali ke ruang tamu dan melihat jam. Ternyata masih belum terlalu malam.     

"Mau makan apa malam ini?"     

Jika bicara soal makan, tentunya Si Kecil heboh dan benar-benar memikirkannya dengan serius.     

Beberapa saat kemudian ia berkata, "Ning Ning ingin makan hot pot... apakah boleh?"     

Kenapa tidak? Itu hanyalah hot pot. Sebenarnya, Jiang Tingxu pun juga menyukainya.     

"Baiklah."     

'Meskipun dia masih anak-anak, tinggal pesan yang tidak pedas saja sudah beres, bukan? Ini hanya masalah sederhana.'     

"Minumlah air dulu. Aku akan mencari di internet restoran mana yang terbaik."     

"Baiklah."     

Si Kecil duduk di kursi dapur sambil menunggu airnya menjadi dingin. Setelah agak dingin, ia meminumnya perlahan.     

Jiang Tingxu menggeser-geser layar ponselnya. Tentu saja ia tidak tahu bahwa saat ini putranya diam-diam tersenyum.     

Setelah mencari beberapa saat, Jiang Tingxu memilih restoran dengan rating tertinggi.     

"Ini boleh. Ayo kita siap-siap dan pergi."     

Si Kecil langsung meletakkan cangkir yang dipegangnya. Kemudian mengambil tas kecilnya dan memakainya di punggung.     

"Jiang Tingxu, Ning Ning sudah siap."     

'Pfft, kenapa anak ini tidak sabaran?'     

"Baiklah, ayo pergi."     

"Ya, ya."     

Di luar gedung apartemen, ibu dan anak itu bergandengan, "Pernah naik MRT?"     

"MRT itu apa? Ning Ning belum pernah naik itu."     

Benar juga, Si Kecil tidak mungkin pernah naik MRT, bahkan naik bus umum pun belum pernah.     

"Baiklah, kalau begitu Ibu akan membawa Ning Ning naik MRT hari ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.