Menjadi Istri Sang Bintang Film

Memanggil Kakak Ipar Saat Merasa Bersalah



Memanggil Kakak Ipar Saat Merasa Bersalah

0Mata Mo Xu dengan hati-hati melirik dan memikirkan hal bodoh yang ia lakukan ketika mabuk tadi malam. "Tidak bisa, aku harus memperbaikinya sebelum Kakak pulang!"     
0

"Kalau tidak, aku pasti akan dihancurkan!"     

"Kakak ipar!"     

"Pfffttt~" Jiang Tingxu menyemburkan air yang baru saja ia minum.     

"Apa yang orang ini lakukan?"     

Bukankah Mo Xu selalu memanggilnya Xiao Jiang Jiang?     

Ketika Mo Xu memanggilnya seperti itu rasanya terlalu formal dan sangat jarang terjadi.     

Kakek Mo dan si kecil yang tadinya marah jadi ikut memandang Mo Xu yang terlihat aneh itu.     

Mo Xu menelan ludah begitu merasakan tatapan semua orang yang tertuju padanya.     

"Tidak, kalian ini kenapa menatapku begitu? Aku jadi terkejut."     

"Jangankan kamu, semua orang juga terkejut karena panggilan itu dari mulutmu!" Sudut mulut Jiang Tingxu berkedut beberapa kali sebelum akhirnya berbicara.     

"Apa kamu sudah sadar?" Tanya Jiang Tingxu.     

Panggilan kakak ipar yang resmi dari mulut Mo Xu ini ternyata memiliki dampak yang besar.     

"Kenapa? Aku tidak salah, kan? Bukankah normal aku memanggilmu kakak ipar? Bukankah kamu memang Kakak iparku? Kalau tidak, memangnya yang menikah dengan kakakku itu hantu?"     

Sudut mata Jiang Tingxu mulai berkedut beberapa kali, bahkan tangannya pun terkepal.     

"Heh!" Jiang Tingxu mendengus dingin.     

Xiao Ning Ning melihat ke kiri dan ke kanan, dan akhirnya melihat ke arah Mo Xu.     

"Paman, apa kamu melakukan sesuatu yang salah? Ning Ning lihat kamu sepertinya sedang merasa bersalah?"     

Anak ini memiliki mata yang tajam, hanya perlu sekali lihat dia bisa menebak dengan benar.     

Entah sejak kapan Su Muxue menatap anak kecil yang di sampingnya itu sambil mengangguk setuju.     

"Ya, aku juga berpikir begitu." Mo Xu mulai tersenyum dingin pada mereka.     

"Benarkah? Kalau begitu kalian berdua harus pergi ke klinik mata untuk perawatan. Mo Zhining, sejak kapan kamu bergaul dengan Su Muxue?"     

Nada bicara Mo Xu terdengar seperti orang yang sedang benar-benar jijik.     

Hidung Su Muxue hampir miring karena marah.     

"Tuan muda kedua, kamu orang yang sekarang sedang dibicarakan! Selain itu, kenapa Xiao Ning Ning tidak boleh sependapat denganku? Kami ini satu tim, memangnya kamu keberatan?"     

Tiba-tiba...     

"Aku keberatan! Aku tidak mau bersama Bibi Su!"     

Pfffttt~     

Mo Xu langsung tertawa terbahak-bahak.     

"Hahaha, Su Muxue, kamu lihat betapa Ning Ning kami tidak menyukaimu!"     

Eh...     

Su Muxue tidak menyangka bahwa dirinya benar-benar ditolak oleh si kecil. Seketika dia seperti diterpa badai.     

Setelah waktu yang lama, Su Muxue baru sadar, lalu menatap beberapa orang di depannya.     

Ya, paman dan keponakan ini tidak perlu dipikirkan lagi. keduanya langsung mengatakan bahwa mereka tidak menyukai dirinya.     

Lalu Su Muxue menatap teman baiknya...     

Jiang Tingxu tidak banyak bicara, dia hanya bisa membalas senyuman sahabatnya dengan meminta maaf.     

Namun, Jiang Tingxu harus berbicara dengan putranya setelah ini, sekarang dia tidak akan membuat malu anaknya di depan banyak orang. Bahkan jika ada sesuatu, dia akan menyembunyikannya terlebih dahulu.     

Ya, pada titik ini si kecil mewarisi sifatnya lebih banyak.     

Ayah si kecil tidak seperti ini, pria itu selalu menyimpan pikirannya sendiri dalam-dalam, saking dalamnya hingga tidak terlihat dasarnya.     

Jika dalam hal bertindak dengan hati-hati, kemungkinan si kecil mewarisi sikap ayahnya.     

Kemudian Su Muxue memilih untuk pergi lalu memeluk paha Kakek Mo.     

"Hiks, hiks, Kakek Mo, lihatlah mereka begitu jahat kepadaku!"     

Kakek itu tidak bodoh, tapi dia tidak berniat untuk berpartisipasi. Kakek Mo meletakkan piring dan sumpitnya kemudian langsung berdiri.     

"Lao Jin, apa beberapa orang tetangga sudah menunggu?"     

Paman Jin dengan cepat menjawab.     

"Benar, Tuan. Mereka sudah menunggu di teras sejak setengah jam yang lalu."     

"Hm, aku tidak bisa membuat mereka menunggu lebih lama. Aku akan segera pergi."     

Setelah selesai bicara, Kakek Mo pergi dengan cepat tanpa melihat ke belakang.     

Dia merasa generasi muda itu sedang bermain satu sama lain. Sebagai penatua, tentu saja dia tidak akan berpartisipasi.     

Belum lagi, Kakek Mo adalah satu-satunya tetua di rumah itu. Dia sudah membayangkan bahwa cucu keduanya pasti telah melakukan sesuatu yang bodoh, karena itu cucu keduanya ini sedang takut akan dihabisi kakaknya nanti!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.