Bandit Cantik

Naksir Seorang Senior Yang Pintar



Naksir Seorang Senior Yang Pintar

0Wawancara Xu Hao?     

Memikirkan wajah pria gila tersebut, Yan Jinyi sudah bisa menebak wawancara tentang apa itu.     

"Tidak apa-apa. Aku tidak bersalah."     

"Jinyi, aku pikir kamu harus mengklarifikasinya. Banyak orang yang mengaku sebagai mantan teman sekelasmu muncul dan berkata kalau kamu dan Xu Hao pernah berkencan saat SMA. Mereka mengatakan bahwa kamu bahkan selalu mengintip setiap kali Xu Hao bermain basket saat SMA dulu."     

'Mengintip adiknya itu, hah!'     

Dia masih memiliki ingatan tentang ini.     

Di SMA, Yan Jini asli diam-diam naksir seorang senior yang pintar, pemuda itu juga anggota tim basket. Kalau bukan karena dia, memangnya siapa yang mau menonton sekelompok tiang bambu yang sedang bermain basket?     

"Oh, itu tidak benar."     

Tidak, Tan Sangsang sudah berteman baik dengan Yan Jinyi asli selama sepuluh tahun lebih. Tan Sangsang pasti tahu semua hal tentang Xu Hao dan bahkan nenek Yan Jinyi yang asli.     

Yan Jinyi menatap Yang Guifang dan diam-diam menilainya sendiri.     

"Sangsang, ayo kita makan malam bersama nanti. Aku harus menutup teleponnya sekarang."     

Setelah menutup telepon dengan tenang, Yan Jinyi kembali menunjuk Chen Yulian seraya melanjutkan ucapannya tadi, "Karena Nenek sudah kembali sekarang, jadi bawalah dia bersamamu. Oh ya,minta maaflah dulu. Jangan sampai aku melaporkanmu ke polisi karena fitnah."     

Dengan menahan amarahnya, Chen Yulian mulai memaksakan senyum tips, "Ini semua adalah salah paham. Aku terlalu khawatir karena aku tidak bisa menemukan nenekmu. Tapi aku lega karena Nenek baik-baik saja sekarang."     

Kemudian, Chen Yulian melihat ke arah jam dinding, "Jinyi, kamu lihat sekarang sudah larut, sebentar lagi sudah waktunya makan malam. Bagaimana kalau aku dan nenekmu menginap di sini untuk satu malam, besok pagi baru kita pergi?"     

Ada begitu banyak harta benda di dalam rumah ini, dan Chen Yulian bertekad untuk membawa beberapa sebelum dia pergi.      

Ketika pemerintah kota telah merenovasi rumah leluhur, dia akan memajangnya sehingga bisa memamerkannya pada para tamu nanti.     

Tatapannya jatuh pada lemari di dekat pintu.      

Ada sebuah patung kayu kecil di sana. Saat dia melewatinya tadi, dia bisa mencium bau harum dari patung tersebut.     

Takut Yan Jinyi tidak akan setuju, Chen Yulian pun mendekati Yang Guifuang dan mencubit bahunya, "Kamu tahu, rumah baru kami belum selesai direnovasi. Tempat tinggal kami sekarang juga cukup jauh dari sini. Nenekmu sudah tua dan kakinya sakit, aku juga…."     

"Kalau begitu pulanglah naik taksi." Yan Jinyi menyela kata-kata Chen Yulian dengan dingin dan acuh.     

Chen Yulian pun langsung memasang raut sakit hatinya, "Jinyi, kamu, kamu tak punya hati sekali! Bibi tahu kamu telah menikah dengan orang kaya sekarang dan statusmu berbeda dari yang dulu. Kamu boleh tidak peduli pada paman dan bibi, tapi ini untuk nenekmu. Nenek kandungmu sendiri! Kaki nenekmu sakit, tapi kamu bahkan tidak mau menampungnya walau hanya satu malam. Apa yang akan dipikirkan orang tuamu di sana nanti?"     

Begitu Chen Yulian selesai, Yang Guifang juga menunjukkan ekspresi sedihnya.     

Wanita tua itu hanya terisak, tapi tidak menyalahkan Yan Jinyi ataupun buka suara.     

Yan Jinyi jarang bisa menahan amarahnya ketika menghadapi situasi semacam ini. Dia merentangkan tangannya dan berkata dengan tak berdaya, "Bagaimanapun juga, dia adalah nenekku. Bagaimana bisa aku menolak, kan? Namun aku hanya bisa menempatkannya di kamar pelayan."     

Kamar pelayan?     

Tang Qing tak bisa menahan pikirannya bahwa Yan Jinyi ternyata sangat pelit. Kediaman keluarga Huo sangat besar, bagaimana mungkin tidak ada kamar kosong yang tersisa?     

"Hanya ada beberapa kamar tidur di gedung utama, dan semuanya telah ditempati oleh kakak adik Huo. Kakek dan aku punya kamar masing-masing juga. Satu ruangan lagi digunakan untuk ruang kerja, jadi yah, kecuali Nenek tidak keberatan untuk tidur di lantai."     

Chen Yulian menggertakkan gigi, "Bagaimana dengan kamar tamu?"     

Yan Jinyi meliriknya, "Kamu pikir ini hotel. Totalnya hanya ada tiga kamar tamu, satu digunakan oleh Kakak Ipar Pertama, satu kugunakan untuk ruang kerja, oh…" Pada titik ini, Yan Jinyi tiba-tiba menjentikkan jarinya, "Ngomong-ngomong, memang ada satu kamar yang tersisa. Aku tidak memiliki hobi belakangan ini, aku hanya suka bermain-main dengan tulang kerangka milik Kakak Pertama, dan kerangka-kerangka itu ada di sana semua."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.