Bandit Cantik

Putri Mama Jinyi



Putri Mama Jinyi

0"Mama Jinyi, Mami bilang kamu sudah menikah. Tapi kenapa Mama Jinyi masih belum punya anak?"     
0

"Siapa bilang kalau menikah harus punya anak?"     

Konyol, memangnya dia orang yang bisa punya anak!     

"Karena Mumu berharap Mama Jinyi bisa memberi Mumu seorang istri!"     

Mumu sungguh polos.     

Yan Jinyi sampai hampir tersedak air liurnya sendiri.     

"Berapa usiamu sampai bisa berpikir ingin memiliki istri?"     

"Kata Mami, Mama Jinyi itu sangat cantik dan hebat, jadi pasti akan memiliki putri yang cantik juga. Mumu akan berusaha keras untuk membuat putri Mama Jinyi menjadi istri Mumu!"     

Saat ini, Mumu tengah mengepalkan tangannya dengan sorot mata yang memancarkan keseriusan, "Mama Jinyi tenang saja, Mumu akan menjadi kuat dan menjaga putrimu dengan baik!"     

"..."     

'Kalau begitu kamu menikah saja denganku…'     

'Aku yang akan menjadi putriku sendiri.'     

Yan Jinyi sadar bahwa topik pembicaraan ini tidak dapat dilanjutkan lagi, jika tidak, dia mungkin tidak dapat menahan diri untuk membuang bocah di depannya ini ke tempat sampah.     

Setelah menunggu lebih dari setengah jam, Tan Sangsang akhirnya datang.     

Dia mengenakan kemeja kotak-kotak dengan rambut dikuncir kuda. Kamera menggantung di lehernya dan ransel besar ada di punggungnya.     

Saat ini ia tengah menumpukan kedua tangannya di lutut dengan nafas terengah-engah.     

"Mami, aku tidak berkeliaran. Mama Jinyi yang membawaku ke sini untuk menunggumu!"     

Mumu membuka suara terlebih dahulu.     

Yan Jinyi memelototinya, 'Bocah ini sudah tahu cara membual!'     

"Tapi kamu tetap harus memberitahu Mami. Tahu tidak betapa bahayanya hal itu?" Tan Sangsang tidak bisa menahan diri untuk memarahinya.     

Mumu itu selalu patuh dan menurut. Pemilik tempatnya bermain bola laut pun sudah mengenalnya. Kalau tidak, dia tidak mungkin akan menitipkan Mumu di sana.     

Tuhan tahu betapa cemasnya Tan Sangsang saat tidak menemukan Mumu. Pemilik tempat permainan bola laut juga ketakutan.     

Yang ia lakukan pertama kali adalah menelpon sang pemilik untuk mengabari hal ini. Tang Sangsang kemudian mengalihkan perhatiannya pada Yan Jinyi, "Jinyi, Maaf Mumu telah merepotkanmu."     

Yan Jinyi begitu lemah saat menghadapi gadis manis seperti Tan Sangsang ini.     

"Tidak apa-apa, seperti dengan siapa saja. Berita apa yang membuatmu begitu tegang?"     

Tang Sangsang masih agak takut saat mengingat kejadian tadi, "Ada seorang pria paruh baya yang memiliki kepribadian anti sosial. Dia tiba-tiba menggila saat selesai minum-minum, lalu berlari keluar dengan membawa pisau buah dan melukai dua orang."     

Apakah itu berita bagus?     

Alis Yan Jinyi terangkat, "Apa sekarang sudah selesai?"     

Tan Sangsang menelan ludah, wajahnya pucat, "Belum, dia menculik seorang anak perempuan. Dia meminta orang tua anak itu bunuh diri sebagai syarat untuk melepaskannya, dan polisi tidak berani untuk bertindak gegabah."     

Tan Sangsang memeluk Mumu tanpa sadar, "Saat melihat gadis kecil itu menangis sedih, aku langsung ingin kembali dan bertemu Mumu."     

Yan Jinyi mendadak merasa menemukan cara untuk melampiaskan emosinya.     

Dia memutar lehernya dan melakukan peregangan di tempat.     

"Ayo, bawa aku ke sana."     

"Ayo ke mana?"     

Yan Jinyi menatapnya layaknya seorang idiot, "Omong kosong, ke TKP lah!"     

"Tidak, tidak." Tang Sangsang menggeleng keras, "Jinyi, aku tahu kamu pandai bela diri, tapi pihak lawan membawa senjata tajam. Bagaimana kalau kamu terluka?"     

"Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu menyakitiku. Sampah masyarakat yang tidak berperi kemanusiaan seperti ini harus kutangani…" Yan Jinyi menepuk dadanya, "Orang sepertiku ini sangat adil."     

'Dan kamu juga sangat berani.'     

Tang Sangsang akhirnya setuju. Ketika mereka tiba di TKP, sudah ada banyak wartawan majalah dan laman web lain di sekitar tempat kejadian.     

Di tengah-tengah kerumunan menyisakan tempat yang luas, di sana ada seorang pria paruh baya kurus sedang memegang pisau buah yang ia kalungkan ke leher seorang anak perempuan.     

Anak perempuan yang baru berusia sekitar delapan atau sembilan tahun itu sedang menangis tersedu-sedu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.