Pamanku Kesalahanku

Yang Mati Biarlah Pergi, Yang Hidup Tetaplah Hidup



Yang Mati Biarlah Pergi, Yang Hidup Tetaplah Hidup

0Baru pada saat itulah Latiao menyadari bahwa situasi ibunya benar-benar tidak beres hari ini, "Ma, apakah mama mengalami mimpi buruk?"     
0

Mo Yangyang mengangkat tutup panci, lalu mengaduk bubur di dalam panci dengan sendok, "Ya… mama baru saja bermimpi agak buruk, yang membuat mama merasa sedikit takut…"     

Latiao berkata dengan serius, "Di rumah, memang terjadi banyak hal buruk akhir-akhir ini dan bisa menyebabkan tekanan besar. Ma, kurasa mama perlu menenangkan diri dan melepaskan penat sejenak…"      

"Lagi pula, mimpi hanyalah mimpi dan itu mencerminkan sesuatu yang paling mama takuti, paling mama sukai, juga yang paling mama khawatirkan. Bisa jadi kenyataan atau tidak, aku tidak tahu. Namun, satu hal yang aku tahu, aku akan melindungimu kapan saja."     

Mendengar kata-kata Latiao, hati Mo Yangyang terasa hangat.      

Kemudian, ia membungkuk dan meletakkan tangannya di atas kepala Latiao, "Ng, mama percaya padamu, kamu adalah anak laki-laki paling hebat di dunia."     

Latiao bertanya padanya, "Ma... apa yang mama mimpikan? Bisakah mama menceritakannya padaku?"     

Mo Yangyang tersenyum, "Tidak apa-apa, mama sudah lupa… keluarlah, tunggu sarapannya sambil duduk."     

Latiao mengerutkan kening. Mamanya tidak mau cerita, kelihatannya mimpi itu sangat buruk.      

"Kalau begitu aku mau memanggil nenek."     

"Ya pergilah."     

Latiao pergi, Mo Yangyang menegakkan punggung.      

Kata-kata Latiao ini… sungguh membuat hatinya merasa sedikit tenang.      

Ia pun mengangkat sudut bibirnya, lalu menarik napas dalam-dalam.     

Ya, benar! Itu hanyalah mimpi yang tidak bisa dijelaskan. Mungkin itu benar-benar akibat dari rangkaian peristiwa baru-baru ini. Terlalu banyak hal yang terjadi, seperti ayahnya yang meninggal, sahabatnya mengalami musibah, juga dirinya yang hampir masuk penjara. Jadi, tekanan di dalam hatinya tidak bisa dilepaskan sepenuhnya untuk sementara waktu.     

Butuh beberapa waktu untuk bisa melepaskan semuanya.      

Setelah sarapan, Mo Yangyang dan Xie Xize mengantar Latiao ke sekolah.     

Karena terjadi sesuatu di keluarganya, Latiao tidak masuk sekolah selama beberapa hari.      

Setibanya di sekolah, mereka menyerahkan Latiao kepada guru baru di kelas mereka. Mo Yangyang tidak langsung pergi. Ia dan Xie Xize berdiri di luar kelas, menunggu mereka memulai pelajaran, lalu pergi setelah melihat-lihat sebentar.      

Sepanjang menunggu, Mo Yangyang jadi teringat dengan guru perempuan yang tewas demi melindungi anak-anak saat insiden waktu itu.      

Mau tak mau, ia merasa sedikit sedih. Gadis muda seperti itu belum menikah.     

Melihat Mo Yangyang sedang dalam suasana hati yang mendung, Xie Xize bertanya, "Ada apa?"     

Mo Yangyang hanya menjawab, "Aku teringat dengan guru Latiao yang sebelumnya… dia masih sangat muda."     

Xie Xize memegang tangannya, "Orang mati tidak bisa dibangkitkan dari kematian, yang bisa kita lakukan hanyalah membuat orang tuanya merasa nyaman selama sisa hidup mereka."     

Seusai kecelakaan, Xie Xize sudah menyuruh asistennya untuk memberi uang 20 juta yuan kepada keluarga guru itu sebagai rasa belasungkawa.      

Pihak sekolah, juga memberi uang belasungkawa atas nama sekolah.      

Mo Yangyang mengangguk.      

Orang mati biarlah pergi, yang hidup tetaplah hidup. Sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang yang hidup, hanya ini.      

Xie Xize mengemudikan mobil ke restoran Mo Yangyang, "Mau buka hari ini? Apakah tidak terlalu terburu-buru? Bagaimana kalau istirahat beberapa hari lagi?"     

Mo Yangyang tersenyum, "Tidak terburu-buru. Aku tidak bisa menganggur. Kalau aku menganggur, aku gampang melamun dan berpikir macam-macam, jadi lebih baik aku menyibukkan diri. Apalagi, sudah banyak pelanggan lama yang menunggu…."     

Mo Yangyang sudah terbiasa melalui hari-hari sebagai orang biasa. Ia terbiasa melakukan hal selangkah demi selangkah, dan berjalan dengan mantap.      

Bahkan jika ada Xie Xize, ia juga tidak ingin bergantung padanya, dan tidak ingin berdiam diri begitu saja.      

Dalam hidupnya, ia hanya ingin bergantung pada kedua tangannya sendiri, merangkai sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri.      

Xie Xize bertanya padanya, "Mau kubantu menanganinya?"     

Mo Yangyang menggelengkan kepala dan tersenyum, "Tidak usah, urusanku, biar aku sendiri yang menanganinya."      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.