Pamanku Kesalahanku

Memotong Tubuh, Membiarkannya Mati Kesakitan



Memotong Tubuh, Membiarkannya Mati Kesakitan

0Dada penculik berwajah garang itu berdebar. Anak ini benar-benar tidak biasa.     
0

Kata-kata Latiao membuatnya sangat terkejut. Padahal usia Latiao baru empat tahun, tetapi sudah seperti pernah mengalami banyak hal. Anak ini seakan sudah pernah menghadapi kematian dengan tenang.      

Namun benar, cara Latiao menerima kematian ini begitu tenang. Anak ini merasa seolah-olah hal yang akan dialaminya bukanlah kematian, melainkan hal yang sederhana dan biasa saja.     

Mungkin banyak orang akan mengatakan bahwa hal ini terasa sangat naif, dan mengerti segalanya. Namun sesungguhnya, anak ini memang mengerti bahwa dirinya akan mati dan perlu memikirkan perasaan ibunya.      

Akan tetapi tetap saja, sikap naifnya itu mampu membuat orang merasa takut!     

Tiba-tiba, para penculik itu mengerti alasan majikannya berulang kali menekankan bahwa Latiao tidak boleh diperlakukan seperti anak kecil.     

Kedua mata si penculik yang berwajah garang itu menatap dengan jernih, tidak ada perasaan apapun di dalamnya dan hanya menjawab, "Oke!"     

Latiao menghela napas, "Terima kasih paman. Sekarang paman bisa melakukanya!"     

Sikap tenang Latiao yang menyuruh si penculik segera menyelesaikan tugasnya ini malah membuat si penculik seketika ragu-ragu saat memegang pisau.      

Latiao berkata pada dirinya sendiri, "Biarkan aku tebak caraku mati. Pasti cara menusukku tidak sederhana, kan?... Kalian pasti memutuskan tendon tangan dan kakiku, membuat tubuhku mengalami pendarahan hebat dan membiarkanku mati kesakitan. Benar, kan? Cukupkah kematian ini sebagai kutukan dan hukuman? Begitukah?"     

Setelah Latiao bicara, kedua penculik itu terkejut setengah mati, "Ba… Bagaimana kamu bisa tahu?"     

Mereka belum melakukannya, tapi itulah yang dikatakan majikan mereka. Majikan mereka ingin darah anak laki-laki ini membanjiri setiap sudut ruang bawah tanah dan mengubah ruang bawah tanah menjadi neraka.     

Latiao tersenyum polos, "Karena…"     

Ia sengaja menyeret suaranya, lalu mengatakan, "Ah, sudahlah! Untuk apa menakuti kalian. Sudah cepat lakukan, waktu kematianku hampir habis!"     

Latiao menghela napas dalam hati. Ia telah diikat dengan tali merah dan membuatnya terlihat seperti cemilan bakcang. Jika bukan tangan dan kakinya yang dipotong, untuk apa tangan dan kakinya ditunjukkan?     

"Betul, Kak, waktunya sudah hampir habis. Majikan juga sudah menunggu kabar dari kita, jadi cepat lakukan!"     

Latiao melirik ke penculik yang barusan bicara itu, lalu berkata kepada penculik berwajah garang ini, "Paman, jangan kamu yang melakukan, biarkan orang di sebelahmu itu saja yang melakukannya!"     

Kedua penculik itu bingung, "Kenapa?"     

Senyum di wajah Latiao menghilang dan berkata dengan serius, "Karena, kamu adalah orang baik dan aku tidak ingin kamu mati!"     

Ruang bawah tanah seketika menjadi hening. Seekor tikus dengan cepat merangkak melintasi tanah.     

Setelah beberapa saat, penculik di sebelahnya menggertakkan giginya dengan marah, "Anak ini, omong kosong apa yang kamu bicarakan? Jadi maksudmu, siapapun yang membunuhmu, akan mati juga?"     

Latiao berkata dengan tenang, "Benar! Siapa pun yang membunuhku, akan langsung mati juga! Jika kamu yang membunuhku, jiwamu akan dicap dengan dosa yang dalam. Setelah kamu mati, jiwamu akan dibakar oleh api untuk selama-lamanya."     

"Percaya atau tidak, terserah kamu. Kalau tidak percaya, coba saja!"     

Penculik itu langsung tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, ini sungguh lucu setengah mati. Anak kecil ini benar-benar mengira dirinya adalah Tuhan."     

Latiao mengabaikannya, lalu melihat ke arah penculik berwajah garang.      

"Kedua orang tuamu telah meninggal saat kamu kecil sehingga kamu dibesarkan oleh nenekmu. Kamu mengalami kehidupan yang keras dan dipandang rendah oleh orang lain…"      

"Lalu, ketika kamu masih muda, nenekmu meninggal. Kamu mulai menghadapi pahit-manis hidup saat masih belia, juga menderita banyak ketidakadilan dan penindasan…."      

"Sebagai manusia, kamu memiliki sikap setia pada temanmu. Sayangnya, temanmu itu malah selingkuh dengan kekasihmu. Dia tidak hanya menyakitimu dengan menghilangkan satu jarimu, tetapi juga memasukkanmu ke dalam penjara. Benar, kan?!"     

"Paman, kamu sebenarnya orang baik, tapi sayangnya, ada duri di paruh pertama hidupmu, dan kamu belum pernah bertemu orang yang bisa menunjukkan jalan cahaya dalam kegelapan hidupmu. Hasilnya, hidup yang kamu jalani semakin gelap!"     

Mata penculik yang kejam itu melebar dan tangan yang memegang pisau itu gemetar.     

"Kamu… kamu…"     

Latiao memejamkan matanya, "Aku tidak akan bicara lebih banyak lagi. Berikan pisau itu padanya, biarkan dia saja yang melakukannya. Anggap saja ini pembalasanku padamu sebelum aku mati, atas perbuatanmu yang memberiku makanan kemarin!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.