Pamanku Kesalahanku

Menyuruhnya Berlutut



Menyuruhnya Berlutut

0Kepala taman kanak-kanak dan guru, semuanya menundukkan kepala. Mereka berusaha keras untuk menahan diri karena tidak berani tertawa.      
0

Mereka semua sangat menyukai Latiao, karena bocah itu sangat pengertian dan juga cerdas.      

Masalah hari ini, tidak ada satupun yang merasa bahwa ini perbuatan Latiao. Walau demikian, Gao Tianbao tetap menyalahkan Latiao. Oleh sebab itu, tidak peduli ucapan Nyonya Gao, mereka juga tidak mendengarkannya.      

Terutama guru kelas Latiao, ia sangat kasihan pada anak itu. Mereka sekuat tenaga melindungi Latiao untuk menghentikan pukulan ayah Gao Tianbao.      

Sekarang, ekspresi wajah Nyonya Gao sudah terlihat sangat marah, matanya melotot hampir meledak dan menunjuk-nunjuk, "Kamu ... kamu…"     

Latiao menciut dalam pelukan Xie Xize karena ketakutan, "U… Ucapanku salah?"     

Xie Xize menundukkan kepala, tatapan matanya sangat lembut.     

Kemudian ia mendongak lagi. Ketika menatap Nyonya Gao, ia sangat tenang dan lanjut berkata dengan acuh tak acuh, "Anak-anak kita terlalu jujur ​​​​dan selalu suka mengatakan hal yang sebenarnya. Oleh karenanya, mereka selalu disakiti oleh orang yang lebih tua."     

Nyonya Gao sontak membalas, "Haha... rubah betina itu benar-benar cakap, dia benar-benar bisa merayu orang…"     

Xie Xize bertanya dengan serius, "Permisi, Nyonya Gao. Anda datang dari mana tadi?"     

Nyonya Gao tertegun, lalu menjawab, "Apa? Tentu saja aku datang dari rumah."     

Xie Xize mengelus kepala Latiao sambil berkata dengan ragu, "Bukan apa-apa, aku hanya merasa aneh saja. Lagi pula, bagaimana bisa ada orang yang menjadikan toilet sebagai rumah?"     

Dengan kata lain, bagaimana mungkin ucapan Nyonya Gao ini bisa sekotor itu?!     

Bibir Latiao menggeliat menahan senyum. Mulut ayahnya ini lebih kejam.      

Nyonya Gao terkejut beberapa saat sebelum bereaksi, lalu ia menunjuk ke arah Xie Xize, "Kamu… awas kamu, ya! Apa kamu tidak tahu mengenai orang yang berdiri di depanmu ini? Demi perempuan jalang saja, kamu rela membelanya mati-matian. Kamu tidak boleh menghina keluarga kami."     

Xie Xize langsung membalas, "Sungguh, itu memang agak berbahaya. Aku tidak tahu yang ingin dilakukan Nyonya dengan ini."     

Nyonya Gao mengira Xie Xize ketakutan, jadi ia mengangkat dagunya dengan bangga, "Suruh ibunya datang ke sini, biarkan ibu dan anaknya bersujud di depan anakku. Jika tidak, masalah ini tidak akan pernah berakhir!"     

Hari ini Gao Tianbao kehilangan dua gigi dan kepalanya benjol sebesar bakpao.      

Hal inilah yang menyebabkan amarah Nyonya Gao meledak. Ia mengandalkan kekuasaan keluarganya tanpa memperdulikan benar dan salah. Bahkan jika suaminya telah memukul Latiao, ia masih saja menganggap masalah ini belum selesai.     

"Begitu, ya?" Respon Xie Xize.     

Xie Xize menyentuh wajah kecil Latiao dan lanjut bertanya, "Apa pendapatmu tentang idenya itu?"     

Latiao dengan malas menjawab, "Biasa saja."     

"Oke, berarti begitu!"     

Nyonya Gao langsung tercengang      

Semudah itukah responnya?     

Sedetik berikutnya, Xie Xize mengangkat kepala dan berkata, "Tolong panggilkan Tuan Gao dan putranya."     

"Baik, Tuan."     

Nyonya Gao tiba-tiba berbalik badan. Ia melihat beberapa orang berpakaian hitam berdiri di belakangnya pada waktu yang tidak diketahui. Tubuh mereka tinggi dan garang. Sekali dilihat, bisa ditebak bahwa mereka bukan orang yang bisa ditakut-takuti dengan mudah.     

Nyonya Gao merasa sedikit tidak enak, "Apa maksudmu?"     

Xie Xize menghela napas, kemudian berkata pada Latiao, "Sudahkah kamu melihatnya? Ada perbedaan mendasar antara manusia dan hewan ternak."     

Latiao menggelengkan kepala, "Kalau bicara, tinggal katakan saja. Bisakah tidak usah sambil mengacak-acak kepalaku? Rambutku jadi berantakan."     

Kepala taman kanak-kanan dan guru saling memandang. Perkembangan masalah ini sangat menarik!     

Setengah jam kemudian.      

Latio duduk di atas meja, kaki pendeknya menjuntai di udara. Xie Xize duduk di sampingnya sambil memegang kapas dan obat merah di tangannya, "Ayo nurut, angkat kepalamu."     

Latiao menolak "Aku tidak mau."     

Di bawahnya, Nyonya Gao, Gao Tianbao, dan ayahnya, Gao Dajun. Semuanya berlutut.     

Satu keluarga tiga orang, tidak ada yang berkurang satupun!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.